1. Oh Sehun

163 19 5
                                    

Hai hello annyeong 👋
Disclaimer sedikit ya..
Aku lupa FF ini pernah dipublish atau belum, tapi dulu draftnya pernah aku kirim ke penulis Chanhun juga waktu dia nawarin ke readersnya buat nulisin FF

Tapi kayaknya belum publish.. Maaf ga bisa cek karena lupa akunnya🙏

Kalau ada yang pernah baca FF dengan cerita yang sama, bisa komen yaa

Happy reading~

...

Oh Sehun dan Oh Sehee. Orang-orang bilang mereka sangat mirip. Jika Sehun memiliki rambut panjang, siapapun akan mengira ia adalah Sehee. Begitupun sebaliknya.

Selain wajah, Sehun selalu merasa kehidupannya dengan kakak lima menitnya itu sangat-sangat berbeda. Jika tidak berlebihan, Sehun bisa mengibaratkannya bagai langit dan bumi. Sehee, memiliki apapun yang Sehun inginkan. Sehee, bisa melakukan apapun yang Sehun impikan.

Tapi sebanyak apapun rasa iri itu tumbuh, mereka tetap saudara yang pernah berbagi rahim yang sama. Sehun tidak pernah membenci Sehee atau mengharapkan keburukan bagi kakaknya. Bagaimana bisa ia membenci orang yang sangat, lebih tepatnya terlalu menyayanginya?

"Sehun, ayo ke kantin. Seulgi dan Seungwan sudah menunggu."

"Tidak mau."

Sehun memilih menenggelamkan wajah di lipatan tangan. Ia ingin sekali bergabung dengan teman-temannya bermain sepak bola di lapangan. Tapi Sehee melarangnya. Membuat Sehun kembali diejek tadi.

Selama bersekolah, Sehun tidak pernah ikut teman-teman laki-lakinya bermain. Kakak kembarnya terlalu mengikuti perintah orang tuanya dan selalu melarangnya bermain bersama anak laki-laki lain. Sehun tahu ia mudah sekali lelah, tapi hanya bermain sebentar kenapa tidak boleh?

Oh Sehee selalu mengajak Sehun bergabung dengan teman-temannya—para perempuan— di saat anak laki-laki di kelasnya sibuk bermain sepak bola atau basket saat istirahat atau jam kosong.

Ditambah Sehun yang tidak diperbolehkan mengikuti kelas olah raga dengan alasan kesehatan, membuatnya menjadi bahan perundungan anak laki-laki.

Sehee mengetahuinya, setiap Sehun diganggu, Sehee akan membelanya. Tapi itu justru membuat Sehun makin dikucilkan.

Hari dimana Sehee tidak masuk sekolah karena sakit adalah hari kebebasan sekaligus ketakutan bagi Sehun. Jika tidak ada kakaknya, walaupun Sehun bebas dari berbagai larangan, gangguan dan ejekan lebih banyak datang padanya.

“Hey bocah lemah! Kau tidak ikut olah raga lagi?”

“Dia akan berkumpul dengan para perempuan melihat kita bemain bola.”

Sehun saat itu hanya bisa tertunduk menerima ejekan teman-temannya. Sudah biasa.

Seulgi dan Seungwan sedari tadi sudah menariknya untuk duduk di tepi lapangan, di bawah pohon yang teduh. Sudah ada beberapa anak perempuan di sana. Tapi Sehun hanya bergeming.

"Sehun, ayo kita ke sana saja." Seulgi kembali membujuk, tapi Sehun menggeleng.

Dengan pikiran yang berkecamuk Sehun mendekati teman laki-lakinya yang sedang pemanasan untuk bermain bola. Hari ini guru olah raga mereka ada tugas luar dan membebaskan mereka untuk bermain. Seperti biasa, para anak laki-laki akan beramain bola sedangkan anak perempuan menonton mereka di pinggir lapangan.

“Kau yakin akan ikut? kau ‘kan lemah.”

Tangan Sehun terkepal saat kata-kata ejekan itu keluar dari temannya yang bertubuh tambun. Ia bahkan tidak yakin dengan tubuh penuh lemak itu bisa berlari.

“Biarkan saja dia ikut,” ucap anak bermata bulat. Ia adalah ketua kelas, Moon Taeil, satu-satunya anak laki-laki yang tidak pernah mengejeknya, “kau yakin akan baik-baik saja?”

Sehun mengangguk. Bibir Sehun mengelus senyum tipis yang jarang sekali terlihat.

“Kau ikut timku,” ketua kelas itu mendekati Sehun dengan senyum di wajahnya yang lebih terlihat seperti seringaian, “tapi jika kau membuat timku kalah, kau harus mengerjakan pekerjaan rumah kami.”

Sehun terdiam, sepertinya prasangkanya pada ketua kelas selama ini salah. Tapi tidak ada pilihan lain, Sehun harus ikut kali ini. Ia tidak ingin diejek lagi.

“Bagaimana? Oh Sehun, kau tidak berani, kan? Kau ‘kan lemah.”

Ejekan itu menyadarkan Sehun dari lamunannya. Ia tidak mau dianggap lemah. Ia ingin memiliki teman, yang sama dengannya bukan anak-anak yang suka bermain boneka atau masak-masakan seperti kakaknya.

Memantapkan hatinya, Sehun menarik napasnya dalam, “Baik. Aku setuju,” ia terus meyakinkan dirinya jika ia tidak akan membuat timnya kalah.

“Ayo kita mulai. Kau bersamaku di depan.”

Lima belas menit awal, Sehun masih bisa berlari mengejar bola. Ia bahkan hampir mencetak gol jika tidak di dorong oleh pemain belakang tim lawan yang menghasilkan tendangan penalti untuk timnya dan berhasil di eksekusi dengan baik oleh si ketua kelas.

Semua bersorak gembira. Tapi tidak dengan Sehun yang mulai merasakan nyeri di dada kirinya, sesuatu di dalam sana berdetak sangat cepat, sementara dadanya terasa menyepit membuatnya sulit bernafas.

“Mungkin karena aku berlari tadi,” gumamnya. Jantung manusia memang akan berdetak lebih kencang saat berolah raga, bukan?

Permainan kembali di mulai. Sehun menerima umpan dari temannya. Ia berlari menggiring bola dengan meringis menahan sakit yang semakin menjadi di dadanya.

BRUK!

Sehun jatuh tersungkur saat salah satu lawannya bermain curang dengan menyikut perutnya. Sungguh rasanya sangat nyeri. Ia semakin meringis. Rasa sakitnya bertambah sekarang. Peluh mulai mengalir deras karena sakit yang ia rasakan.

Semua teman kelas mengerubunginya, bertanya bagaimana keadaannya. Termasuk para anak perempuan yang tadi menonton di pinggir lapangan. Dalam ujung kesadarannya ia bisa melihat raut ketakutan dan cemas dari mereka.

“Oh Sehun!”

Perlahan mata Sehun tertutup akibat rasa sakit yang tidak bisa ia tahan lagi.

...

Jadi FF ini dulu banget udah sempet ditulis panjang hampir end kayaknya, tapi berkat kecerobohan ku, ga sengaja ke-replace sama draft kosong😭 sedih banget kalo inget😭

Sampai jumpa di chapter selanjutnya~

Daydreaming (ChanHun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang