Part 04. Mencari Partner

3 0 0
                                    

  HAPPY READING!
-
-
-

  Suara batuk kecil terdengar dari kamar orang tua Rian. Dengan ketelatenan Rian, ia merawat ibunya yang jatuh sakit. Memijat lembut tangan ibu, kulit berwarna kuning langsat itu sudah mulai keriput karena bertambah usia. Meskipun begitu, dipenglihatan Rian ibunya tetap cantik seperti di foto yang berada di dinding. Foto masa lalu kedua orang tuanya.

"Sudah kubilang, ibu tidak perlu kerja lagi. Kan Kak Gisel udah kerja." kata Rian di balas senyum oleh sang ibu.

"Jangan gitu, ibu tidak mau menyusahkan anak-anaknya. Kakakmu Gisel bekerja keras untuk membiayai kuliahnya dan mana mungkin, ibu meminta uang ke Gisel." kata sang ibu membuat Rian cemberut. Ia tidak bisa mengelak ucapan ibunya.

"Tapi aku doain ibu cepat sembuh." kata Rian tersenyum dan mencium kening ibu. Lalu pemuda itu beranjak pergi keluar untuk membuatkan teh hangat.

   Luna selaku ibunya Gisel dan Rian merasa senang banget. Selama ini, Luna ingin melihat putranya bersikap lembut seperti ini dan tidak seperti dulu. Perlahan air mata keluar begitu saja dari kelopak mata mengingat Rian. Mau tidak mau, ia harus menyembunyikan tentang masa lalu Rian. Luna gak mau kejadian masa laku kembali lagi entah sampai kapan rahasia itu akan bertahan.

   Tak berselang lama, Rian kembali sambil membawa teh hangat untuk Luna. Pemuda tersebut membantu Luna untuk meminum teh hangat itu perlahan dan tersenyum menyuruh beliau untuk istrirahat. Rian sangat senang bisa merawat sang ibu dalam keadaan apapun, ia harus merawat dan menjaga sang ibu.

    Malam hari telah tiba, Rian tengah mengerjakan tugas sekolah. Sesekali ia memutar pena dengan jari-jarinya ketika merasakan bahu dimana bekas pukulan anak badboy tadi. Masih terasa sakit. Jadi Rian memijat bahu kanannya perlahan sembari mengingat gadis yang datang menyelamatkannya.

  Dalam hati Rian, saat pagi hari ia sudah menjadi hero buat Moana dari tangan Rafael. Sekarang malah gilirian gadis cantik jelita yang badas menjadi hero penyelamat Rian.  Tanpa sadar pipinya memerah ketika memikirkan gadis bernama Lidya.  Dan seragamnya satu sekolah, itu tandanya—Rian sama sekali tidak habis pikir, bagaimana bisa ia tidak menyadari keberadaan Lidya di sekolah?

"Tidak! Tidak! Ada apa denganku? Kenapa aku tak bisa mengalihkan gadis itu dari pikiranku?!"

"Jangan-jangan itu tandanya, aku jatuh cinta!" monolognya pada dirinya sendiri.

Bangkit berdiri sambil memikirkan apa yang ia pikirkan sekarang. Berjalan mondar-mandir di dalam kamar. Rian melirik arah benda pipih di atas meja belajarnya. Segera menggulir menemukan kontak Yolan, si dokter cinta.

Apakah ini waktunya konsultasi cinta? Ah, sepertinya itu perlu tetapi di sisi lain juga. Rian tidak mau semuanya tahu, kalau Rian penasaran dengan gadis bernama Lidya itu. Jadi Rian menatap ponsel antara menghungi Yolan atau tidak?

   Rian mencoba untuk membuka internet. Sebuah notif muncul dari iklan yang mengatakan "Detektif" sehingga membuat dahi Rian berkerut samar. Cukup menarik kalau Rian mencari tahu sendiri, perasaan yang kini datang padanya.

Apa itu cinta?

  Jika Yolan dokter cinta maka Rian adalah Detektif cinta. Seulas senyum menerka di wajah Rian bahwa ia akan menjadi detektif cinta dan akan menjalankan misi.

"Ah, sepertinya aku harus mencari partner! Gak asik kalau detektif gak punya partner. Hmm, kira-kira siapa yang jadi partnerku?" gumamnya memegang dagunya, berpikir.

Sebuah ide muncul dari benaknya.

"Aku tau! Siapa yang bakal aku jadikan partner! Solon!" serunya tersenyum miring.

Bukan Sembarang BotyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang