"Selamat pagi, Pak Nic."
Nic membuka mata sembari menguap lebar. "Pagi, Mila." Terbelalak melihat sang Sekretaris tersenyum manis. Hal langka dalam dua bulan belakangan ini.
"Kamu kenapa? Keenakan semalam?" Raut muka melotot membuatnya terkekeh.
"Lumayan enak, tapi bukan karena itu." Sengaja memancing rasa penasaran.
"Pasti bonus!" Tertawa kecil mengingat semua wajah yang ditemuinya saat memasuki kantor juga berekspresi sama. "Makanya kalau dikasih kerjaan ekstra, jangan langsung pasang muka jelek seakan dunia runtuh. Hasil tidak akan mengkhianati usaha."
Mila cengengesan. "Terima kasih untuk bonus yang sangat besar, Pak Nic. Namun ini jauh lebih membahagiakan dari itu."
"Kamu hamil?"
"Bukan juga!"
"Lantas apa, Karmila?" Hanya dia yang berani bercanda dengannya.
"Akhirnya kita berhasil mendapatkan PA baru! Yeay!" Akhir dari penderitaan! Hampir tak pernah beristirahat dengan benar dalam dua bulan belakangan ini karena merangkap pekerjaan.
"Aku tidak dilibatkan dalam proses interviu?"
"Tidak ada proses interviu."
"Kok bisa?"
"HRD yang memilih, tidak menerima penolakan dengan alasan apa pun! Kecuali Pak Nic bersedia mencari sendiri dan bayar gaji dari kocek pribadi."
"Kejam amat! Boleh seperti itu?"
"Apa saja boleh kalau PA-nya Cinta Pitaloka."
"Dia?" Ingatan tertuju ke sebentuk wajah. Apa mungkin ada Cinta Pitaloka yang lain?
Mila tersenyum lebar. Mana mungkin ada pria yang mampu melupakan anugerah Tuhan secantik itu. Ia saja sebagai wanita berdecak kagum bercampur cemburu.
"Iya, dia, Pak Nic! Hanya ada satu Cinta Pitaloka!" Tertawa menyaksikan reaksi menggaruk kepala.
"Boleh menolak?"
"Tidak ada alasan menolak Cinta, semua tahu kapasitasnya."
Ya, memang tidak ada celah untuk menolak. Cinta adalah PA terbaik, melebihi ekspektasi bos mana pun. Sudah lama kantor pusat mengincarnya dengan menawarkan posisi lebih tinggi, tapi selalu ditolak.
"Tumben dia mau?"
"Dia mengajukan resign dengan alasan tidak jelas. Bu Ambar bergerak cepat saat tahu dia berencana pindah ke Jakarta.
"Oooh! Begitu?"
Mila mengangguk dengan senyuman lebar. Kebersamaan selama empat tahun membuatnya sangat mengenal Nicholas Ivander.
"Boleh aku pertimbangkan dulu?"
"Sekarang masalahnya apa lagi? Apa yang kurang dari seorang Cinta Pitaloka? Seharusnya Pak Nic happy dapat PA sebagus itu."
"Dia terlalu muda! Aku suka wanita yang lebih matang."
"Kalau begitu tukaran dengan Pak Jhon aja, gimana? Ibu Joice memenuhi kriteria." Tak peduli mendapati ekspresi sebal. "Pak Jhon pasti dengan senang hati bersedia bertukar PA. Siapa yang kuat menolak Cinta Pitaloka?"
"Enak aja!"
"Tadi katanya suka yang matang ...."
Nic kembali menggaruk kepala. Cinta memang sangat sempurna, tapi ada sesuatu tentangnya yang tidak ia suka, bahkan membuat ilfil. Tidak mungkin memberitahukan sesuatu itu kepada orang lain.
"Kenapa namanya harus Cinta? Coba gimana cara manggilnya?"
"Ya ampun, Pak Nic ... please deh! "Cici, Tata, Pita, Ita, Kaka, atau panggil Miss PA sekalian. Ribet amat!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Idaman Ibu
ChickLitBagi Cinta, hidup hanyalah tentang berburu Suami Idaman Ibu! Sebuah mindset yang terbentuk sejak mengenal fungsi pria dalam hidup. Lelah, namun harus terus berlari mengejar waktu. Hanya itu yang mungkin bisa menyembuhkan luka. Kebahagiaan Ibu adala...