Bab 3

110 18 2
                                    

Hari pertama bekerja di kantor pusat. Tiba sepuluh menit sebelum jam kerja dimulai, agak kikuk juga meski pernah beberapa kali ke sini. Suasana benar-benar berbeda, lebih banyak karyawan, bersikap cuek dengan pikiran masing-masing, hanya sesekali saja terdengar candaan. Berbeda jauh dari kantor Yogyakarta, pagi di mulai dengan wajah-wajah tersenyum, menyapa ramah penuh keakraban.

Ambar melambaikan tangan begitu melihat Cinta di pintu masuk ruangan HRD.

“Sudah sarapan?”

“Sudah, Bu.”

“Mau minum teh?” Gelagatnya seperti akan menolak. “Aku punya white tea!” Dia tampak kaget sebelum mengangguk.

“Terima kasih, Bu.”

Banyak hal unik tentangnya yang cukup menarik perhatian. Penampilan serta gaya hidup tidak mencerminkan karyawan yang bekerja karena membutuhkan uang. Pintar, punya kemanpuan manajemen sangat baik, tapi setia kepada profesi PA yang sangat melelahkan. Bukan saja mengurus pekerjaan kantor, tapi juga kehidupan pribadi bos. Entah apa yang dia cari.

“Jam segini Nic belum sampai. Dia itu direktur yang paling sering datang telat.”

Cinta hanya tersenyum lebar. Bukan kali pertama mendengar keluhan tentang Nic. Hilda-mantan PA Nic yang memilih ikut suami setelah menikah, dulu sering berbagi cerita. Bahwa Nic terlalu ribet, terlalu teliti, susah memercayai bawahan.

“Nic itu biasanya sulit di awal, butuh kesabaran tingkat dewa untuk bisa menyatu dengan jalan pikirannya. Tapi percayalah, kalau sudah tahu selanya,  keadaan akan berbalik. Dia adalah bos idaman, sangat peduli dan royal.”

“Iya, Bu.”

“Pokoknya kamu sabar-sabar saja, tidak ada yang meragukan kemampuanmu. Hanya saja karakter Saif dan Nic memang berbeda jauh. Di sini yang diperlukan adalah tarik ulur kesabaran menghadapi pria dengan ego tinggi tapi sebenarnya ngangenin.”

Cinta ikut tertawa, suasana kaku mencair seketika.

“Untuk apa khawatir berlebihan? Kamu pasti lebih tahu cara menghadapi pria.”

“Aku akan bekerja dengan sungguh-sungguh. Terima kasih sudah memberiku kesempatan bergabung di sini.”

“Nah, gitu dong! Semangat! Tapi kalau Nic sangat memuakkan, jangan sungkan mengadu. Posisi di departemen lain terbuka lebar untukmu.”

Deringan telepon mengalihkan perhatian, Ambar bangkit melangkah ke meja kerja. “Ya, Mila?”

“Pak Nic sudah datang.”

“Tumben cepat?” Sama-sama tertawa. “Sudah ngopi?” Harus memastikan Nic tidak dalam kondisi bad mood.

“Sudah, Bu.”

“Perfect! Kami meluncur ke sana.”

Berpaling ke Cinta yang sedang menghabiskan teh. “Kamu siap?”

“Siap, Bu.” Bangkit, mengikuti langkah Ambar keluar ruangan. Sepanjang perjalanan menuju lantai sembilan belas, tak berhenti mengenalkannya kepada semua orang yang mereka jumpai. Satu hal yang membuatnya heran, sepertinya ia cukup populer di sini.

***

Agak berdebar memasuki ruangan tempat orang-orang kreatif bekerja. Menurutnya ini adalah departemen terkeren, di mana ide-ide brilian terlahir di sini. Karmila menyambut dengan keramahan yang segera menghadirkan rasa nyaman. Bukan hanya dia, semua orang tanpa disuruh langsung mendatangi mereka.

“Alhamdulillah …! Akhirnya ada juga makhluk cantik di departemen kita.” Tawa membahana.

“Gue pikir cuma gosip, eh ternyata … cakep beneran.”

Suami Idaman IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang