Bab 2

95 13 1
                                    

Akhirnya Nic harus mengalah, menyetujui pilihan HRD. Tidak ada jalan lain, kehadiran seorang PA berpengalaman adalah kebutuhan sangat mendasar saat ini. Banyak sekali pekerjaan terbengkalai karena Mila juga keteteran dengan tugas utamanya sebagai sekretaris.

Membaca kembali kontrak kerja yang telah ditandatangani oleh Cinta Pitaloka. Bukan kontrak kerja biasa, terdapat beberapa kondisi khusus yang sebenarnya ia tujukan untuk membuat dia menyerah.

Menjabat sebagai Direktur Perencanaan dan Transformasi pada sebuah perusahaan telekomunikasi digital, memberinya kekuasaan penuh memanfaatkan jasa PA juga untuk urusan pribadi.

"Mila!"

"OTW, Pak Nic."

Wajah bahagia dengan senyum semringah memasuki ruangan.

"Sepertinya kamu memang benar-benar tersiksa."

Mila tertawa kecil mendapat sindiran. "Sebenarnya itu pekerjaan yang sangat menantang dengan gaji menggiurkan. Bayangi saja, apa yang bisa kulakukan dengan gaji segitu. Semua angsuran lunas dalam sekejap."

Menarik napas panjang mengingat suasana rumah yang tidak lagi hangat. "Masalahnya adalah staminaku tidak kuat untuk pekerjaan seberat itu. Aku selalu tepar saat tiba di rumah, terlalu lelah untuk berinteraksi. Ujung-ujungnya hubungan lain terganggu. Pernikahanku sedang tidak baik-baik saja."

"Sampai separah itu? Kenapa tidak cerita?" Merasa sangat bersalah.

"Mana aku tega? Pak Nic sudah banyak menolongku. Memberiku kesempatan tanpa mempermasalahkan kondisi fisik."

"Eh ... udah-udah! Jangan ada air mata. Maafkan aku, oke?" Nic bangkit, tak sungkan memeluk sebagai bentuk kasih sayang.

Empat tahun bekerja sama, bangga dengan perkembangannya yang melesat cepat. Sebuah permata tersembunyi yang ia temukan dalam kerumunan pelamar berpenampilan menarik.

Bernilai akademik standar, penampilan jauh dari stereotipe sekretaris. Tubuh oversize, memakai kacamata tebal dengan frame model jadul, terlihat jauh lebih tua dari umur sebenarnya. Bisa dikatakan, tidak ada yang menarik darinya. Kenekatan berani melawan arus, itulah yang membuat Nic terkesan.

"Ini kontrak PA baru, mulai bekerja Senin."

"Cinta Pitaloka?"

"Sepertinya iya." Sama-sama tertawa.

***

Menghadiri pernikahan Keenan dan Fayya, sosok Nic mencuri perhatian undangan. Dengan sabar memegang ujung gaun Grizelle yang menjuntai ke lantai, mengikuti ke mana pun langkahnya. Hampir semua undangan mengenal mereka, sepasang kekasih yang cukup lama bersama. Sebuah kisah persahabatan berujung cinta.

Acara lempar bunga menjadi momen yang sangat dinantikan. Kerumunan para lajang menunggu dengan tak sabar, sempat melontarkan protes saat pengantin sengaja mempermainkan. Tawa membahana menyaksikan wajah-wajah dalam keadaan waspada sementara buket tak kunjung dilemparkan.

“Sebelas, dua belas, tiga belas ….” Pengantin kembali mempermainkan kesabaran. Buket hanya diayun-ayunkan saja.

“Empat belas, lima belas, enam belas, tujuh ….”

“Heh, cepatan dong! Atau kembalikan kadoku!” Ancaman Grizelle menghadirkan tawa.

“Ya, kembalikan kado kami!” Bersambut dengan ancama dari yang lain.

“Delapan belas ….”

Buket melayang dengan kekuatan penuh tanpa terduga. Nada suara pengantin saat menghitung terdengar seolah akan menyambung dengan hitungan selanjutnya. Terlempar jauh melewati kerumunan para lajang. Semua refleks membalikkan tubuh, pandangan tertuju kepada seorang wanita memegang buket dengan raut muka kebingungan. Tampak jelas dia juga kaget.

Suami Idaman IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang