Vania mulai tersadar dari pengaruh obat biusnya. Pandangannya kabur dan tubuhnya terasa lemas, tetapi perlahan dia mulai memahami situasinya. Dia terikat di atas ranjang, dengan tangan dan kaki terikat kuat ke sudut-sudut tempat tidur, membentuk huruf X. Pakaian luarnya sudah dilucuti, hanya menyisakan bra dan celana dalam. Di hadapannya, berdiri Andi dengan tatapan penuh nafsu.
"Andi? Apa maksudnya semua ini!?? Apa yang kau lakukan?" teriak Vania dengan suara serak, mencoba meronta dari ikatannya.
Andi mendekati Vania, menyentuh wajah cantiknya dengan lembut namun mengancam. Vania mencoba melawan, tetapi ikatan itu membuatnya sulit bergerak. "Tenang saja, Vania. Sekarang, kamu dalam kekuasaanku," bisik Andi dengan nada yang membuat bulu kuduk berdiri.
Vania merasakan tangan Andi turun ke dadanya, menyentuh payudaranya yang hanya terbungkus bra. Dengan marah, Vania mengumpat, "Dasar bajingan! Lepaskan aku!" Dia meludahi wajah Andi, mencoba menunjukkan perlawanan. Ini benar benar mimpi buruk bagi Vania, dia merasa jijik dengan tangan hitam Andi mengerayangi tubuhnya yang putih mulus.
Andi terdiam sejenak, kemudian menampar wajah Vania dengan keras. "Kamu tidak punya pilihan lagi, Vania. Sekarang kamu milikku!" teriak Andi dengan marah. Dia mengambil alat setrum dari tasnya dan mulai menyiksa Vania. Vania meronta-ronta kesakitan, tetapi tidak menghentikan Andi yang semakin beringas. "Berhenti! Tolong, hentikan!" jerit Vania, air mata mengalir di pipinya. Namun Andi tidak menghiraukannya. Dia menikmati kekuasaannya atas Vania, terus menyetrum tubuhnya hingga Vania hampir tak berdaya.
Setelah puas menyetrum Vania, Andi mengambil vibrator dari tasnya. Dia menurunkan celana dalam Vania, tampakah vagina Vania yang berwarna pink dengan bulu bulunya yang dicukur rapi. Dengan kasar Andi memasukkan vibrator itu ke dalam vagina Vania. Andi langsung menyetel vibrator itu dengan kecepatan maksimal, membuat Vania menjerit akibat kejutan itu. "Ahhh! Sakit! Lepaskan!" jerit Vania, tubuhnya bergetar karena vibrator yang terus menekan kuat di dalam dirinya. Sebagai respon, Andi malah menekan vibrator itu semakin kuat ke dalam vagina Vania. "Saaakiiittttt, lepaskan dasar Anjing!" jerit Vania. Meskipun tubuhnya sudah lemah, Vania masih mencoba melawan. Mulutnya tidak berhenti mengumpat Andi, tetapi kekuatannya semakin menipis.
Selama 30 menit Andi menekan vibrator itu ke dalam Vagina Vania untuk memastikan bahwa vagina itu sudah diberikan pemanasan. Andi kemudian menurunkan celananya, memperlihatkan penisnya yang hitam legam dan besar. "Nikmatilah hadiah ini sayangku," kata Andi sambil tersenyum jahat. Vania yang selama ini hanya berhubungan seks dengan sesama chindo yang berkulit putih terkejut melihat penis cowok pribumi yang besar dan hitam. "Dasar lu gila! Gua ga sudi dimasukin penis dekil dan kotor kayak gitu!" seru Vania sembari berusaha meronta. Tampak ekspresi jijiknya melihat penis itu. Andi memegangi pinggul Vania lalu dicabutnya vibrator itu dan sebagai gantinya dia memasukkan penisnya ke dalam vagina Vania dengan kasar, "Ahhhh sakit! Pelan-pelan anjing!" seru Vania dengan terus berusaha melawan, tetapi tubuhnya terlalu lemah. Sambil menggerakan pinggulnya untuk menghujamkan penisnya ke dalam vagina Vania, Andi menyingkap cup bra Vania untuk meremas payudaranya dan memilin puting susunya dengan kasar.
Vania menangis tak berdaya, merasa terhina dan sakit. Setelah beberapa saat, Andi mencapai klimaksnya. Vania merasakan Andi akan ejakulasi, dia segera berseru, "Pleaseee jangan crot di dalam, please gua ga mau hamil ama anak dari pribumi," ujar Vania lemah dan memohon. Namun Andi tidak menghiraukan itu dan terus ejakulasi di dalam vagina Vania. Vania hanya bisa terbaring lemah, tubuhnya gemetar dan air mata mengalir tanpa henti.
Di ruang observasi, Della dan Dokter Jo mengamati kejadian itu dengan seksama. Della merasa bingung dan bertanya, "Tuan, kenapa Vania harus diperkosa dulu sebelum dicuci otak?"
Dokter Jo menjawab dengan tenang, "Di satu sisi, ini merupakan permintaan khusus dari Andi karena dia ingin membalas dendam. Tapi dari sudut pandang medis, Vania memiliki tubuh dan kepribadian yang kuat. Jika kita langsung mencuci otaknya, kemungkinan resistensinya sangat besar dan ada risiko kematian dari korban. Perkosaan ini bertujuan untuk melemahkan tubuh dan mentalnya terlebih dahulu."
Setelah Andi memuntahkan seluruh spermanya ke dalam vagina Vania, dia pun mencabut penisnya dirinya dari Vania. Vania masih terus mengumpat meski tubuhnya hanya bisa terbaring lemah. "Kalian semua akan masuk penjara! Aku akan melaporkan ini ke polisi! Gua bakal bikin lu membusuk di penjara!" teriak Vania dengan suara serak.
Saat itu, Dokter Jo dan Della masuk ke ruangan. Dokter Jo membawa obat penenang dan segera menyuntikkannya ke tubuh Vania. Seketika, tubuh Vania menjadi lemah tak berdaya, meski kesadarannya masih ada.
Della mendekati Vania, menatapnya dengan tersenyum. "Kamu terlalu keras kepala, Vania. Tapi jangan khawatir, semuanya akan segera berakhir."
Dokter Jo mengangguk. "Ya, sekarang kita bisa bawa dia ke ruang cuci otak," katanya dengan tenang. Mereka berdua mulai melepaskan Vania dari ikatannya dan membaringkannya di ranjang dorong untuk membawanya menuju ruang bawah tanah, tempat proses cuci otak yang mengerikan akan dimulai. Vania hanya bisa menatap dengan mata yang penuh ketakutan, sadar bahwa nasibnya kini ada di tangan orang-orang ini.
Perjalanan menuju ruang bawah tanah terasa sangat panjang bagi Vania. Setiap langkah mereka terasa seperti siksaan baru. Vania mencoba mengingat setiap detail, mencari celah untuk melarikan diri, namun tubuhnya terlalu lemah dan pikirannya terlalu kacau. Di tengah perjalanan, Vania berusaha mengumpulkan kekuatan untuk berbicara.
"Della, kenapa kamu melakukan ini? Kita teman, bukan?" bisik Vania dengan suara lemah, berharap ada sedikit belas kasihan dari Della.
Della menatap Vania sejenak, lalu berkata dengan dingin, "Maaf, Vania. aku hanya menjalankan perintah."
Jo melihat percakapan itu kemudian berkata, "Vania yang malang, Della adalah subjek eksperimen cuci otak yang pertama, dia adalah budak ku yang setia. Sejak awal aku memang mengirim dia untuk mendekatimu sehingga mudah untuk menculikmu."
Vania merasa hatinya hancur mendengar kata-kata itu. Della, yang dia anggap teman, ternyata hanyalah boneka dari rencana jahat ini. Mereka tiba di sebuah pintu besi besar di ujung koridor. Dokter Jo membuka pintu itu, memperlihatkan ruang cuci otak yang penuh dengan peralatan medis dan teknologi canggih.
Mereka mendudukkan Vania di atas sebuah kursi di tengah ruangan, mengikat kembali tangan dan kakinya dengan pengikat yang lebih kuat. Dokter Jo mulai menyiapkan peralatan, sementara Della membantu proses persiapan dokter, mengamati dengan mata dingin.
"Vania, ini adalah akhir dari perlawananmu.Setelah ini, kamu akan memulai hidup sebagai budak seks dari Andi," kata Dokter Jo sambil memasang elektroda di kepala Vania.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vania: Brainwashing a Chindo Girl into Becoming My Slave
Science-FictionVania adalah seorang gadis Chindo yang cantik dan sexy, dia berasal dari Bali dan saat ini bekerja di Jakarta untuk melupakan patah hatinya. Sebagai seorang Gym-freak, dia hampir setiap hari berolahraga di gym. Namun dia tidak menyangka hobinya bero...