Chapter 1

67 12 13
                                    

"Vale! Cepat bangun!"

Pekikan keras itu menggema diiringi dengan gedoran di pintu sewarna pohon ek, tetapi hanya sebentar, tak sampai dua detik suara nyaring itu menghilang. Valetta mengerjap beberapa kali kemudian segera bangkit. Kedua tangannya memijit kepalanya yang terasa berdenyut. Malam tadi ia tidur sangat larut, salahkan Wendy yang tak ingin mengantarnya pulang sehabis pesta. Mereka menyempatkan menyambangi danau serenade hingga lupa waktu.

Valetta bergegas menuju kamar mandi, ruangan yang hanya sedikit lebih besar dari tubuhnya itu terasa semakin sesak, tak banyak perabotan, hanya ada satu bak mandi kayu kecil yang hanya bisa dibuat untuk menekuk kaki, beruntung saat di Danau Serenade tadi malam, Valetta sempat memetik mawar liar untuk menemani mandinya pagi ini.

Allard...

Valetta tersentak, matanya membuka dengan cepat ketika tiba-tiba ia mendengar suara dari kepalanya. Baru saja ia menyiram kepalanya dengan air, tetapi sebuah nama itu terlintas begitu saja di kepalanya dan anehnya memiliki suara. "Aku pasti sudah gila, ini gara-gara Wendy menyebalkan itu," dengusnya kesal.

Tak banyak yang dilakukan Valetta setelah ia menghabiskan sarapan pagi ini. Ayahnya sudah pergi bekerja di kantor percetakan koran, dan ibunya memilih berkebun di halaman belakang. Wanita dengan rambut sewarna emas itu menyukai bermacam-macam bunga. Valetta meminta izin menuju pusat kota, Mrs. Anderson membuka toko buku baru, dan tentu saja Valetta akan datang kesana.

****

Allard meregangkan lehernya, bunyi yang membuat ngilu yang keluar dari tulangnya membuat Thomas bergidik, pria paruh baya yang diberi tugas menjadi kepala pelayan mansion itu sudah membersamainya selama dua jam di ruang kerja. Beberapa tumpukan kertas menunggu Allard menyentuhnya menjadi pemandangan sehari-hari, pria berusia 30 tahun itu diwariskan usaha yang banyak oleh sang ayah, membuat ia memiliki tanggung jawab besar pada para pekerja yang mengabdi padanya.

"Siapkan kuda, aku ingin menghirup udara segar."

Thomas mengangguk dan segera pergi menuju istal yang terletak di samping kiri mansion tersebut. Ace, kuda selegam arang itu menjadi peliharaan yang paling disayangi oleh Allard, tanpa perlu berpikir panjang, Thomas menarik Ace dan menghentikannya di depan pintu mansion.

"Jangan menungguku, aku tidak tahu kapan akan kembali," ucap Allard pada Thomas. Pria berusia awal lima puluhan itu mengangguk mengerti, seperti biasa tuannya akan pergi selama beberapa hari demi menjernihkan pikiran.

Allard melalui jalan setapak yang menghubungkan belakang mansionnya dengan Hutan Daintree yang lebat. Sesekali ia melirik ke belakang untuk memeriksa jika tak ada yang mengikutinya. Setelah dirasa aman, Allard memacu kudanya dengan cepat.

"Ace, tunggu disini. Aku akan menghukummu jika beranjak satu inchi pun." Pria itu berlari memasuki hutan, kecepatannya melebih rata-rata manusia. Kakinya yang sudah terlepas dari alas kaki itu bergerak lincah di akar-akar pohon besar yang menjadi pijakannya. Matanya menatap tajam ke depan, hidungnya bergerak seolah mencium bau sesuatu, senyum miring tercipta, dengan menambah kecepatannya, Allard akhirnya tiba di belakang sebuah rusa yang sedang meminum air di sungai.

Rusa itu tak bergeming, telinganya tak menangkap pergerakan Allard yang terlewat lembut, tanpa tahu apa yang akan terjadi dengannya, rusa itu masih menikmati air sungai. Allard menelan ludahnya kasar, tanpa menunggu waktu lama, ia mendekat pada rusa itu dan akhirnya menggigit lehernya. Tubuh rusa itu bergetar, badannya menipis hingga hanya tersisa bulu yang melilit tulang kecilnya.

Allard menyapu mulutnya yang berlumuran darah dengan punggung tangannya. Matanya menatap dingin rusa yang sudah tak bergerak itu, kemudian berlalu dan membersihkan wajahnya di sungai. Allard menatap awan yang mulai menghitam, maniknya bergetar seolah meminta jawaban yang memenuhi pikirannya. "Kapan kutukan ini selesai?"

****

Entah apa yang dipikirkan Valetta ketika ia mengambil sebuah buku dengan sampul merah yang terlihat usang di toko buku Mrs. Anderson. Matanya menatap judul buku itu dengan serius. The Secrets of Eastoria. Judul buku yang menarik perhatiannya hingga bulu kuduknya ikut merinding. Valetta menatap sekitarnya, tak banyak orang. Gadis itu memilih tempat membaca paling ujung rak buku yang langsung berbatasan dengan dinding.

"Memangnya ada apa dengan Eastoria?" gumamnya rendah sambil terus menatap buku itu tanpa berniat untuk segera membukanya.

Baru saja niatnya terkumpul untuk membuka buku itu, Mrs. Anderson menghampirinya. Wanita berusia awal empat puluhan itu melirik buku yang ada di pangkuan Valetta dengan senyum tipis. "Kau sudah menemukan buku yang ingin kau beli, Nona Edbert?"

"Em, ya. Aku pikir aku ingin membeli ini." Valetta beranjak dan mengikuti Mrs. Anderson menuju tempat kasir.

"Kau tahu, Nona Edbert. Kau beruntung menemukan buku itu," ucap Mrs. Anderson dengan senyum khasnya.

Valetta menatap buku yang sudah masuk dalam kantong belanja. "Terimakasih Mrs. Anderson."

Valetta membawa buku itu pada sebuah danau yang terletak pada pinggiran kota Eastoria. Dengan memakai kereta kuda, Valetta akhirnya sampai dan memilih duduk pada sebuah pohon rindang tepi danau. Halaman pertama pada buku itu hanya menyajikan sejarah kota Eastoria, hingga pada lembar-lembar berikutnya, dahi Valetta mengernyit. Kedua tangannya menutup buku itu dengan cepat, jantungnya berdebar, dan mendadak ia merasa sedang diawasi oleh seseorang.

"Tidak mungkin!" seru Valetta. "Buku ini hanya berisi bualan."

Valetta mencoba meredakan jantungnya, pikirannya tiba-tiba tertuju pada satu orang yang sejak dulu begitu misterius bagi seluruh penduduk Eastoria. "Jangan-jangan, yang dimaksud buku ini adalah keluarga Seve—akh!?!"

Valetta memekik ngeri dan menutup kepalanya ketika ia mendengar sebuah petir yang sangat nyaring bergema dan menumbangkan pohon di seberang danau. Matanya membulat sempurna, jantungnya kembali berdetak kencang bahkan lebih hebat dari sebelumnya. "Tidak mungkin!" gumam Valetta. Petir di siang hari yang cerah sungguh mustahil.

Samar-samar, Valetta menatap bayangan seseorang yang seperti menatapnya di antara pepohonan pinus yang tinggi menjulang. Maniknya yang hijau menyipit mencoba lebih teliti pada apa yang dilihatnya. "Rambut hitam," ucapnya pelan.

****

The Secrets of AllardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang