Allard Louis Severin, pria paling panas yang sudah dinobatkan hampir satu dekade di wilayah timur. Pesona pria matang dengan kekayaan melimpah membuat semua wanita ingin berada dalam kungkungannya. Hanya saja, ada segelinting rumor yang sedikit tida...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Valetta dan Wendy merasa kaki mereka mendadak kaku. Tubuh keduanya menegang ketika mendapati satu lorong di mansion Severin yang terlihat berbeda dari sebelumnya mereka masuki. "Kenapa firasatku tidak enak?" tanya Wendy sambil menelan ludahnya dengan kasar.
"Sudah ku bilang, Severin itu aneh. Kau tidak percaya," gerutu Valetta dengan terus mengeratkan rangkulan tangannya pada lengan Wendy.
"Ada apa di ujung sana?" Wendy sedikit penasaran meski ia berusaha menghilangkan pikiran tentang keluarga Severin yang keturunan vampir.
"Kita tidak akan pernah tahu jika tidak melihatnya." Valetta menggenggam tangan Wendy, keduanya saling tatap sebelum akhirnya mengangguk samar mencoba membulatkan tekad masing-masing dan mulai melangkah dengan hati-hati.
Tidak jauh mereka berjalan, sebuah pintu tinggi dengan ukiran lumrah seperti pintu-pintu biasanya berdiri menjulang di hadapan mereka. Wendy mencoba meraih gagang pintu itu, suara berdecit terdengar ketika daun pintu itu berayun khas suara pintu yang sudah tua dan lapuk. Kabut malam menjadi pandangan pertama yang mereka lihat, setelah benar-benar keluar dari pintu itu, baik Wendy maupun Valetta dibuat tercengang.
Taman labirin yang gelap menyambut mereka. Angin malam yang terasa lebih dingin membuat keduanya bergidik. "Sepertinya kita memakai kostum yang salah, Vale," ucap Wendy sambil melirik gaunnya yang putih bersih penuh kilau dari permata-permata yang bertaburan di sepanjang gaunnya.
Ujung atap berwarna hitam menyembul dari ujung taman labirin yang hampir dua kali lebih tinggi dari tubuh mereka. "Bangunan apa di sana?" tunjuk Vale memberitahu Wendy.
"Kau tahu aku bukan penakut, tapi memasuki bangunan orang lain tanpa izin itu merupakan kejahatan. Kau tahu itu, kan?"
Wendy menatap Valetta, berharap wanita dengan tubuh yang lebih kecil dari dirinya itu mengerti jika tidak semua rasa penasaran harus dipuaskan.
"Kita sudah sejauh ini, lagi pula di sini gelap, tentu tidak ada orang yang tahu kita menyelinap dan masuk di sana."
Wendy terlihat sedang menimbang-nimbang perkataan Valetta. Kalau diukur, jaraknya memang tak jauh dari tempat mereka berdiri. Hanya perlu jalan lurus dan mungkin hanya bertemu beberapa belokan dari labirin tersebut hingga akhirnya sampai pada bangunan di sana.
"Kau tahu, rasa penasaranmu itu menyusahkan, Vale."
Valetta hanya tersenyum lebar ketika melihat Wendy mulai menyanggul rambutnya yang sudah tertata dengan rapi. "Petualangan dimulai!"
****
"Kemana dia?"
"Entahlah, begitu banyak tamu. Aku tak bisa melihat dengan benar."
Allard berdecak kesal mendengar jawaban dari Vincent. Sudah hampir tiga puluh menit mereka tak melihat keberadaan Valetta. Andai saja Allard tak meminum ramuan dari Katrina, mungkin dia tidak akan kehilangan Valetta saat ini.