⚠️⚠️TRIGGER WARNING!!⚠️⚠️
[ TERDAPAT ADEGAN YANG MENUNJUKKAN INDIKASI PERCOBAAN BUNUH DIRI, PERILAKU SELF HARM, DAN DEPRESI]
(✷✷)
Dua hari Sunoo tidak menampakkan diri, namun tak ada satupun sirat khawatir dari Heeseung untuk kekasihnya itu. Bahkan untuk barang satu detik. Entah karena memang pekerjaan yang membuat dia lupa akan segala hal, atau barangkali Heeseung lebih tak punya waktu untuk memikirkan Sunoo sebab tempatnya telah tergantikan.
Begitu mudah bagai membalik telapak tangan. Karena kenyataannya saat ini ia sedang bermesraan di ruang kamar milik dirinya dan Jaeyun. Seharusnya itu adalah kepunyaannya dan Sunoo. Tetapi Jaeyun sempat mengatakan bahwa ia tidak bisa tidur dengan banyak orang maka Sunoo dengan suka rela mengalah dan tidur di kamar tamu.
Semuanya didasari alasan agar Heeseung-nya bahagia. Maka selama itu terjadi, Sunoo akan baik-baik saja. Pikirnya saat itu.
"Babe, kamu ngerasa aneh nggak, kok Sunoo gak keluar kamar ya dari semalem? Is he okay?" Ah, ternyata masih ada Jaeyun yang berbaik hati mempertanyakan eksistensi kekasihnya yang lain.
Heeseung yang sedang memeluk Jaeyun sembari menyandarkan kepala pada pundak pemuda itu sedikit mendongak, alisnya bertaut heran. "Enggak tuh. Mungkin dia cuma capek aja kali. Seingat ku dia selalu kerja malam, so yah don't worry too much about him."
Jaeyun menggeleng tidak tenang. "Dia sama sekali gak keluar kamar, Kak. Kan biasanya kalau berangkat kerja kita pasti tau atau pasti dia pamit."
Heeseung membuang napas pelan, mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja untuk memeriksa apakah Sunoo ada mengirimkannya pesan. Dan sudah barang tentu, yang ia temukan adalah pesan tak berbalas dari dirinya ketika Sunoo menanyakan di mana keberadaannya. Dan itu sudah sejak satu bulan yang lalu.
"Tsk, just let him do whatever. I'm kind off tired of him, dia jadi lebih manja akhir-akhir ini gatau kenapa." Heeseung menggulir perhatiannya kembali pada Jaeyun, lantas mendekap tubuh itu guna menyalurkan hangat bagi keduanya. Ia terlampau nyaman hingga tidak butuh yang lain. Sedikitpun pun tidak.
Dan Sunoo harap rungunya tidak pernah mendengar kalimat semacam itu keluar dari bibir Heeseung sendiri. Ia harap semoga apa yang dia takutkan selama ini hanyalah mimpi buruk yang tidak akan pernah terwujud. Dan harapan itu hanyalah ucapan hampa yang tidak akan pernah tersampaikan.
Harusnya ia tetap tinggal di tempat Sunghoon meskipun Jungwon telah memaki dirinya yang sudah absen dari kerja selama dua hari tanpa pamit. Apa boleh buat, Tuhan membiarkannya merasakan sakit tanpa ujung.
Hatinya goyah seirama dengan tungkainya terangkat mengambil langkah pertama. Jika pada akhirnya keberadaannya tak akan dianggap, maka akan lebih baik untuk membuatnya semakin tak kasat mata demi kebahagiaan orang yang amat ia cintai. Melenggang pergi.
"Oh, baru pulang? Kamu habis dari mana?" Jaeyun jadi yang pertama menyadari keberadaannya.
Haruskah Tuhan menambahkan pecahan beling pada jalannya yang telah di penuhi paku?
Kakinya berhenti teratur, masih membelakangi dua sosok yang tak seharusnya ia temui. "Dari rumah Kak Hoon," cicitnya lirih, dan itu rasanya sakit luar biasa entah kenapa.
"Oh, ku pikir kamu gak keluar kamar dari kemarin. Aku sempat khawatir, Kak Hee juga. Kamu udah makan? Kalau belum bisa aku hangatkan makanan tadi siang."
Sunoo mau tak mau membawa tubuhnya berhadapan dengan Jaeyun, atau malah Heeseung, entahlah. Tersenyum getir kala melihat senyuman yang tertuju padanya bukan dari Heeseung, hanya Jaeyun kepada dirinya.
Bahkan laki-laki yang selalu menjadi prioritas utamanya itu kini sudah tak sudi lagi meliriknya barang sedetik. Semenjijikkan itukah dirinya?
"It's okay, aku bakal langsung berangkat kerja," sahut Sunoo makin lirih.
Diakhiri dengan anggukan pelan dari Jaeyun, Sunoo pun pergi ke kamarnya untuk sekedar berganti pakaian yang lebih layak. Mencoba mengabaikan sikap Heeseung yang semakin kentara tak lagi menginginkan dirinya. Apakah hubungan yang telah berjalan lima tahun terakhir akan berakhir begitu saja? Ia mengigit pipi dalamnya kuat-kuat, sudah tidak lagi peduli jika saja hal tersebut dapat melukainya. Tidak ada yang lebih menyakitkan dari pada kehilangan seseorang yang amat kamu sayangi, sekalipun orang itu masih berada di hadapanmu.
Ia kembali menyaksikan mesra yang bukan lagi untuknya. Semakin meringis sakit sebab netra jelaga yang begitu ia kagumi itu nyaris tak pernah mau menatapnya.
"Kak, aku pergi."
(✷✷)
Menjadi profesional memang menjadi tuntutan utama pada setiap pekerjaannya. Maka dari itu Sunoo coba lakukan itu sebisanya. Berusaha tetap mempertahankan suaranya agar tidak bergetar ketika berbicara, meski berulang kali Jungwon yang berada di ruangan lain memarahinya tanpa suara dan memandang dengan tatapan tajam tiap kali fokusnya mulai buyar."Oke, sekarang mari kita baca beberapa surat yang telah dikirimkan oleh para pendengar." Ucapnya setelah satu lagu permintaan pendengar radionyatelah rampung.
Jungwon mengisyaratkan dirinya untuk membuka salah satu surat yang tertumpuk di sebelahnya. Sunoo pun mengangguk pelan dan melakukan sesuai perintah sang produser.
"Ini surat pendek dari salah satu pendengar Sun Blossom FM yang tidak ingin disebutkan namanya. Isinya sebentar coba saya bacakan dulu ya. Eummm...“ini bukan sebuah surat sebenarnya, cuma pertanyaan yang ingin saya tanyakan karena nggak tau harus bertanya pada siapa. Kalau misalnya saya menyukai seseorang, tapi seseorang itu sama sekali atau tidak lagi menyukai saya, apa yang harus saya lakukan? Bertahan dan berjuang agar seseorang itu kembali menyukai saya atau menyerah saja? Terima kasih”...begitu isinya."
Sunoo menelan sisa kalimat yang tidak ikut lolos dari bibir pucat nya itu. Memandang nanar pada sepucuk surat yang baru saja ia baca. Lama, cukup lama sebab fokusnya diambil paksa oleh seseorang dan situasi yang sama, yaitu Lee Heeseung.
Mau tak mau bayangan situasi isi surat itu digambarkan melalui keadaannya sekarang. Kim Sunoo masih betah bungkam, sampai-sampai Jungwon menegurnya melalui ketukan pada kaca pembatas dengan beringas.
"Fokus!" Teriak pemuda itu ketika Sunoo akhirnya tersadar dari lamunan sakit tersebut.
"Baik, kalau meminta saya untuk menjawab maka saya akan pilih untuk menyerah saja." Genggaman pada kertas itu mengerat, pula telapak tangannya yang makin berkeringat. Hela napasnya pun semakin lama menjadi semakin pendek.
"Cinta itu perkara timbal balik. Kalau hanya kamu yang berjuang, lalu apa artinya? Berpikiran bahwa kita bisa membuat orang terus menyukai kita semudah membalikkan telapak tangan kenyataannya cuma alur basi cerita romansa remaja. Saya kenal seseorang yang memilih untuk bertahan di situasi serupa. Apa yang dia dapat? Tidak ada. Sakitnya tidak lagi bisa diukur, namun dia tetap berdiri di tempat yang sama dengan harapan orang itu akan kembali padanya, meskipin cuma ilusi tetapi harapan itu ada. Dan bukankah itu sebuah kebodohan? Bertahan pada sesuatu yang sama sekali gak menginginkan keberadaan mu."
Dan bayang-bayang Heeseung pun perlahan-lahan mulai memenuhi otaknya. Putar balik ke waktu di mana keduanya masih saling lempar senyum tersipu kala tak sengaja tukar pandang.
Napasnya tercekat seperti dicekik tangan-tangan panjang begitu kencang. Sunoo segera memandang ke arah Jungwon, mengisyaratkan pada produsernya itu agar segera memainkan sebuah lagu atau apapun untuk mendiktrasi pendengar. Sedangkan dirinya makin terpuruk lebih dalam. Memegang jantungnya yang seolah seperti diinjak-injak.
Jungwon menerobos masuk ke dalam ruang siaran, cemas terlukis apik pada wajahnya saat mendapati Sunoo menundukkan kepalanya. "Kak Sun, you okay?"
Gelengan pelan sebagai jawaban lebih dulu. "Di sini, sakit."
(✷✷)
Disclaimer : Tidak ada unsur kesengajaan untuk mengutarakan kebencian kepada setiap tokoh yang saya pinjam namanya pada cerita ini. Jadi, tolong mampu bedakan mana fiksi mana realita. Terima kasih 🫶
KAMU SEDANG MEMBACA
jamais vu - l.heeseung x k.sunoo
Fanfiction> [Friendly note = Cerita ini remake dari buku saya sendiri dengan judul yang sama tetapi dengan karakter berbeda. Tentu akan ada sedikit rombak menyesuaikan kebutuhan konsep, tetapi secara keseluruhan sama. ] Jamais vu : (n) From the French, meanin...