wajah kecewa

667 90 17
                                    

Tapi bagaimana jika Mbak Zahra tidak bisa menerima pernikahan kita mas?" aku mencoba, dan ingin mendengar tanggapan darinya.

"Apapun itu, saya tidak akan melepaskanmu!!" tegasnya kembali yang membuat aku semakin tidak mengerti.

Aku ikut berdiri dan maju beberapa langkah untuk mensejajarkan tubuhku dengannya, sesaat aku ikut menatap indahnya cahaya. aku menoleh kesamping sehingga tatapan kamu bertemu.

"Mas, kalian tidak akan berpisah kan? karena aku tahu kamu dan Mbak Zahra saling mencintai, jangan mengorbankan kebahagian kamu mas..."

"Tapi bagaimana dengan kamu dek? bagaimana dengan perasaanmu?"

seketika aku tak bisa bicara, aku segera memalingkan muka, aku tidak berani menatap matanya dan mencoba untuk tetap tegar dihadapannya.

"Jangan pikirkan aku mas, aku dan anakku pasti bisa bahagia tanpamu. biarkan aku yang mengalah."

Dia menatapku begitu sendu, kembali tangannya terulur mengusap kepalaku.

"Sudah malam, ayo istirahat." Setelah mengatakan itu dia segera masuk dan meninggalkan aku yang masih terpaku, sepertinya dia tidak ingin menanggapi ucapanku, air mataku kembali luruh rasanya sulit sekali menjaga perasaan ini bahkan aku tidak mampu untuk mengatakan dan mengakuinya.

Aku menghapus air mataku, aku tidak boleh cengeng harus kuat ini semua demi kebaikannya.

Cinta tidak akan egois dan ini aku tidak akan memaksanya untuk tetap bersamaku karena kebahagiaannya hanya bersama Mbak Zahra.

Aku kembali masuk dan menutup pintu balkon, aku melihat dia sudah berbaring di atas ranjang dengan mata terpejam.

Kembali jantungku berdebar, apakah aku harus tidur satu ranjang dengannya?

Hei, Aurora!! dia itu suamimu dia akan tidur bersamamu dan Apanya yang salah??

Ya, seharusnya aku memanfaatkan momen kebersamaan ini, bagaimanapun anakku butuh perhatian dari ayahnya.

Perlahan aku naik ke atas ranjang, menarik selimut dengan pelan dan menutup tubuhnya dan tubuhku kini kami berada dengan selimut yang sama.

Aku ikut berbaring dan membelakanginya.

Aku berusaha untuk menenangkan jantungku yang sedang berdebar tak menentu, kupeluk bantal guling dengan erat dan kupejamkan mata berharap segera pergi ke alam mimpi.

Saat aku mulai terlelap, sebuah tangan kekar melingkar di pinggangku. Tubuhku terasa kaku aku tidak bisa bergerak barang sebentar saja rasanya tubuhku membatu.

"Dek, sudah tidurkah?" lirihnya ditelingaku.

Aku hanya diam tidak berani bergerak, kurasakan tubuh itu semakin merapat sehingga tak berjarak.

Dia mencium puncak kepalaku berulang kali, tubuhku terasa panas dingin.

Beginikah kasih sayang seorang suami kepada istrinya? Apakah ini hanya bentuk perhatian yang ditunjukkan pada anaknya? Tetapi aku merasa nyaman berada di dalam dekapannya.

Ternyata sesederhana ini untuk bahagia, sungguh aku bahagia dan nyaman.

Tanpa aku sadari bibirku tersenyum menerima perlakuan lembut darinya, aku tidak peduli ini bentuk kasih sayang pada anaknya yang jelas aku merasa nyaman.

Aku segera memejamkan mata, dan tak butuh waktu lama aku berada di alam mimpi.

Aku tidak tahu kapan dia terlelap, karena sudah tak ingat apa apa lagi saat tangan kekar itu memberiku kenyamanan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Istriku Anak JendralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang