7 | Aku Remintang, Bukan Amaratri

584 94 20
                                    

"Dia bukan istri Tumenggung. Mustahil anak hamba adalah istri Tumenggung sebab Remintang masih perawan!" ucap Narto nekat. Ini juga upaya terakhirnya untuk melindungi Remintang sebab bisa dipastikan dirinya dan juga sang istri tidak akan dapat lagi bertemu anak perempuan mereka jika Remintang telah dibawa pergi oleh sang Tumenggung. "Hamba jamin itu. Panggil dukun beranak untuk membuktikan ucapan hamba! Jika hamba berbohong maka silahkan penggal kepala hamba, Tumenggung!"

Serentetan perkataan tadi tentu membuat seisi ruangan kembali sunyi. Raden Daru juga serta-merta menghentikan langkahnya. Tak terasa tangannya yang bebas telah mengepal erat.

"Ck." Hanya decakan yang keluar dari mulut Raden Daru. Dirinya tak ingin menanggapi sekaligus menahan diri agar tidak mencelakai laki-laki paruh baya itu. Sumpah, amarahnya sudah sampai ubun-ubun.

Raden Daru kembali mempercepat langkahnya. Tidak juga tampak keberatan walau sedang memanggul Remintang. Orang-orang yang berkerumun di luar rumah serta-merta menyisih guna memberi jalan. Alasannya tentu bukan untuk mendukung tindakan gila sang Tumenggung yang membawa kabur calon istri orang lain tapi lebih dikarenakan ketidakberanian menentang pejabat yang berkuasa.

Toh, mereka hanya rakyat biasa. Bukan pendekar pembela kebenaran dan keadilan. Kehidupan di dunia ini memang berat buat rakyat miskin tapi mati konyol demi membela orang lain juga enggan lah. Intinya, orang-orang tidak mau ikut campur sebab masih ingin hidup tenang.

Kalau boleh jujur, membawa anak gadis secara paksa memang banyak terjadi. Sebagian besar disebabkan hutang. Orang kaya akan mengambil si anak gadis dengan dalih pertukaran guna membayar hutang keluarga.

Walau yang terjadi saat ini tentunya berbeda kasus, bukan hutang piutang alasannya. Namun, apapun alasannya tapi hasilnya kan tetap saja sama yaitu perempuannya dibawa paksa. Akan tetapi ini juga menjadi kali pertama orang-orang melihat bahwa sekelas Demang saja bisa kehilangan calon menantunya. Ibarat pepatah, di atas langit, masih ada langit.

Sebaliknya, orang-orang yang ada di dalam rumah tidak bisa lagi mencegah Remintang dibawa sebab mereka sudah dijaga oleh pengawal Raden Daru. Demi Tuhan, Demang Pusposono dilema. Nekat melawan maka mungkin keluarga dan warga desa yang jelas-jelas tak bersalah akan terluka. Sadar diri bahwa kekuasaan seorang Demang tentu jauuuuuuh di bawah Tumenggung.

Maksud hati ingin bergembira ria dalam acara pesta, yang terjadi justru malah kekacauan.

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak.

***

Pada awalnya, niat utama Raden Daru memang untuk memeriksa keadaan pelabuhan yang ada di wilayah Gresik. Kegiatan seperti ini sering dilakukan olehnya secara berkala. Namun, saat Raden Daru masih berada di Kudus, dirinya mendapat kabar terkait keadaan pelabuhan yang sedang bermasalah.

Konon ada kapal tertahan di pelabuhan terkait muatannya yang menyalahi aturan. Syahbandar--kepala pelabuhan alias petugas yang bertangung jawab mengelola pelabuhan--juga turut berseteru dengan pemilik kapal. Maka rencana kunjungan untuk sekedar memantau pelabuhan berubah menjadi kunjungan guna menyelesaikan masalah.

Harap diketahui bahwa sejak abad ke-14, Gresik sudah menjadi salah satu pelabuhan utama dan kota dagang yang cukup penting. Pelabuhan ini menjadi tempat persinggahan kapal-kapal dari Maluku menuju Sumatera. Bagaimanapun, perdagangan menjadi salah satu sumber pendapat bagi masyarakat.

Namun, sebelum ke sana, Raden Daru mendapat undangan dari salah satu Demang kenalan ayahnya. Berhubung ayahnya mewanti-wanti agar Raden Daru menjadi saksi pernikahan maka dirinya menyempatkan datang. Sebenarnya, bukan kali ini saja terjadi.

Garwa Sang TumenggungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang