9 | Aku Suamimu

521 88 14
                                    

Cerita ini selain Dark Romance tapi juga memang konsepnya MISTERI gitu.

Jadi SILAHKAN readers TEBAK-TEBAKAN sendirilah... Bebas.
(Misterinya nanti DIKIT-DIKIT terbuka bersama alur konflik antar tokoh.
NGGAK BISA langsung SEMUA dibuka. Kalau semua aku JELASIN ya auto TAMAT nih cerita 🤭)

Thanks juga buat readers yang udah baca DULUAN tapi NGGAK SPOILER berlebihan.

Just info :
GARWA SANG TUMENGGUNG
bukan cerita buat TEENAGER.
(Udah aku tag loh ya!!!)

---------------------------------------------------

Langkah tegap Raden Daru terayun tenang menuju kamar tidurnya. Tentu sambil tetap membopong Remintang. Untung perempuan ini juga tidak lagi bertingkah sewaktu melintasi pintu masuk rumah. Mungkin sungkan sebab ada banyak orang tadi di sana.

"Lepas, Tumenggung!" cicit Remintang setelah berada area dalam rumah sang Tumenggung.

Sudah tidak orang jadi Remintang berani bersuara. Walau kalau boleh jujur, Remintang tadi agak terpukau dengan rumah milik Raden Tumenggung Daru Reksodipuro serta pelatarannya. Indah sekali tempat kediaman beliau ternyata.

Malah seperti bukan rumah tinggal tapi mirip keraton sebab terdiri dari banyak bangunan dalam satu kompleks. Hmm, walau Remintang belum pernah ke keraton juga sih. Ah, pokoknya luar biasa megah bagi rakyat jelata macam Remintang yang rumahnya berbentuk gubuk sempit dan masih berdinding gédeg usang... Hiks.

Rumah Demang Pusposono yang paling besar di desanya saja bahkan tidak bisa dibandingkan dengan rumah Raden Daru. Jauuuuuuh levelnya. Ternyata orang kayapun ada tingkatannya.

"Bokongmu sudah sakit kan? Mau bertambah sakitnya saat jatuh lagi, hm?" Raden Daru tetap tenang padahal wajah Remintang sudah merah karena malu. "Di dalam rumah, lantainya bukan rumput seperti di luar tadi!" lanjutnya memperingatkan.

"Tu-Turunkan bukan dilepaskan maksud hamba, Tumenggung." Remintang meralat ucapannya. "Ham-Hamba bisa berjalan sendiri." Tak ayal Remintang memberengut kesal. Walau wajahnya tentu masih memerah sebab sang Tumenggung malah dengan santainya membicarakan 'bokong'.

Tumenggung satu ini memang ora waras pooooool.

"Kalau bisa kugendong, untuk apa jalan sendiri?" balas Raden Daru sambil terus berjalan.

"Tumenggung!"

"Nah, itu kamar kita!" ucap Raden Daru menghentikan protes dari Remintang.

"Ka-Kamar kita?"

"Iya." Raden Daru mengendikkan bahu acuh sebelum menurunkan Remintang dari bopongannya. "Kau pasti tidak ingat juga kan?"

Setelahnya, tangan Raden Daru membuka pintu kamar. Kamar memang tidak gelap karena beberapa blencong--alat penerangan yang bersumbu benang lawe dan menggunakan bahan bakar minyak kelapa--telah dinyalakan seperti biasanya. Percuma punya banyak pelayan jika hal-hal kecil harus dilakukan oleh diri sendiri.

Raden Daru tak sadar saat bibirnya tertarik membentuk senyuman kala melihat kamarnya kembali seperti semula. Iya, seperti semula sebab barang-barang Amaratri telah berada di tempatnya lagi. Bahkan ada juga bunga hidup dalam jambangan--vas bunga--sebagai penghias ruangan. Amaratri itu penyuka bunga.

Dulu Raden Daru berkali-kali menghancurkan jambangan berisi bunga mawar milik Amaratri. Jambangan dari gerabah tanah liat itu hancur berkeping-keping ketika dilempar tanpa perasaan oleh Raden Daru. Tidak hanya itu, tapi bertangkai-tangkai bunga mawar tak berdosa juga diinjak-injak oleh Raden Daru dengan kasar.

Garwa Sang TumenggungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang