DALAM CERITA INI HANYA FIKSI
DAN DILARANG MENYEBARKAN CERITA KE MEDIA SOSIAL MANAPUN
TERIMAKASIH SEBELUMNYA
*
*
*
.
.
.
"Aku kangen banget sama kamu," ucap Chika ke Adel, duduk di kursi sambil cemberut. Dia bener-bener kangen banget sama sentuhan dan ciuman lembut Adel yang udah lama nggak dia rasain.
Udah beberapa hari sejak terakhir kali ketemu, tapi rasanya kayak udah lama banget buat mereka berdua. Chika sibuk banget dengan klien dan urusin semua hal buat hotel Cruz serta ngurusin izin dari pemerintah kota. Adel juga penuh jadwal, rapat terus, bahkan ada perjalanan bisnis singkat ke Seattle selama dua hari buat ngontrol proyek di cabang sana.
Meski nggak ketemu langsung, mereka tetap saling chat, telpon, dan video call. Biasanya malem-malem mereka nutup hari dengan video call, sampai akhirnya ketiduran dengan laptop di samping mereka.
Hari itu Adel balik lebih awal dan ngajakin Chika makan malam, pengen banget habisin waktu bareng Chika.
"Aku lebih kangen kamu, Sayang," ucap Adel, sambil menggenggam tangan Chika dengan lembut. Chika senyum bahagia sambil ngeratain dia.
Dia keliatan capek, wajar aja soalnya baru aja nyampe LA satu jam yang lalu. Chika sempet nyuruh dia pulang dan istirahat, tapi Adel maksa buat ngajak makan malam.
Mereka lagi makan di restoran favorit Adel dan keluarganya. Karena pas jam makan malam, restoran itu penuh, tapi karena Adel kan Radelo Adel Cruz, mereka bisa langsung duduk tanpa nunggu lama.
"Sekali lagi, aku minta maaf soal Mama Sabtu kemarin," kata Chika, sambil liat tangan mereka yang saling bertautan. "Aku bener-bener lupa kalo Mama mau mampir," lanjutnya.
"Sayang," Adel bujuknya pelan. "Berapa kali aku harus bilang kalo itu nggak perlu kamu minta maaf?" lanjutnya.
"Tapi—" Chika mau ngomong, tapi Adel ngelangin.
"Nggak ada tapi-tapi-an," ucap Adel, nahan pandangannya. "Meski aku kaget, Mama kamu itu wanita yang baik banget. Justru aku lebih khawatir kalo aku nggak ninggalin kesan yang baik—maksudnya, kamu kan nginep di rumahku."
Chika ngerasa pipinya panas, hatinya meleleh denger kata-kata Adel. "Kenapa kamu khawatir? Nggak usah khawatir," tanya Chika.
"Ya tentu aja, aku khawatir," kata Adel malu-malu, ngusap punggung tangannya. "Itu pertama kalinya aku ada di situasi kayak gitu, dan aku pengen banget Mama kamu suka sama aku."
Dengan senyum lembut, Adel usap tangan Chika pelan. "Kamu belum pernah ngalamin ini sebelumnya?" tanya Chika.
Adel nyengir, tatap matanya. "Tentu aja nggak, Sayang. Kamu tau kan gimana aku," jawabnya.
"Yaudah deh," kata Chika sambil condongin tubuhnya ke depan, ngasih kecupan kecil di bibir Adel, terus balik lagi ke kursinya. "Kalo itu bikin kamu ngerasa lebih baik, aku rasa kamu udah bagus banget ketemu sama Mama aku Sabtu lalu. Dia suka banget sama kamu, dan dia bakal terus ngomongin kamu setiap kali nelpon. Aku cuma harus pastiin dia nggak bocorin soal kita."
"Kamu serius?" tanya Adel, keliatan ngerasa rapuh. Dia satu-satunya orang yang bisa ngeliat sisi itu dari dirinya.
"Aku nggak bakal bohongin kamu," jawab Chika sambil genggam tangan Adel lagi. Dan emang, setiap kali Mamanya nelpon, yang dibicarain ya cuma Adel, nanya-nanya kabarnya. Kayaknya, Adel berhasil bikin Mamanya jatuh hati. Cuma, dia berharap banget kalo Kakaknya dan Papanya juga bakal suka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Menyatukan Dua Dunia: Miliarder dan Arsitek (END) [TAHAP REVISI]
RomanceDALAM CERITA INI HANYA FIKSI DAN DILARANG MENYEBARKAN CERITA KE MEDIA SOSIAL MANAPUN. TERIMAKASIH SEBELUMNYA. Radelo Adel Cruz dikenal kejam. Tumbuh sebagai pewaris perusahaan multi-miliar dolar, ia segera menyadari bahwa orang-orang selalu punya mo...