04

236 56 1
                                    

Keduanya sarapan dengan harmonis sebelum pergi ke kantor catatan sipil. Keduanya sudah mendaftarkan pernikahan sebelumnya, setelah semua urusan di kantor catatan sipil selesai, Jaejoong pergi pulang dan pria yang resmi menjadi suaminya pergi bekerja. Lagi pula keduanya tidak memberitahu siapapun bahwa mereka akan menikah terlebih dahulu, orang-orang hanya tahu bahwa Jaejoong akan menikah tetapi dengan siapa dan kapan tepatnya tidak ada seoang pun yang tahu.

Melirik dua surat nikah yang tergeletak di atas kursi samping kemudi membuat Jaejoong tidak bisa tidak tersenyum. Ia sudah menikah dan sudah menjadi istri seseorang. Orang itu adalah teman baiknya sejak SMA dulu. Takdir sangat aneh, orang yang dianggap tidak ada hubungan apa-apa terjadi bisa menjadi pasangan. Dan pasangan yang telah lama bersama pada akhirnya berpisah dan menjadi orang asing.

Jaejoong menatap pintu gerbang rumahnya, yah, daripada disebut rumah tempat itu kini mungkin lebih seperti medan perang.

Banyak orang keluar masuk rumah untuk membersihkan karena kemarin adalah pesta pernikahan Karam tetapi wajah orang-orang yang sedang bersih-bersih tersebut tampak tidak senang. Jaejoong tidak peduli. Ia memarkir mobil dengan tenang, keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah.

Ada suara orang berteriak histeris, marah dan mengutuk. Itu adalah suara Karam dan Jaejoong tidak peduli.

Hari agak siang, tapi Jaejoong melihat ayahnya duduk di ruang tamu, sedang membaca Koran.

"Ayah, tidak ke kantor?" Tanya Jaejoong.

Pria yang sebagian rambutnya berwarna abu-abu tersebut melipat korannya, meletakkannya di atas meja dan meminta Jaejoong duduk. "Ayah berencana untuk pergi ke luar negeri beberapa saat untuk menenangkan diri."

"Kapan?" Tanya Jaejoong.

Sebelum tuan Kim bisa menjawab, Karam datang entah dari mana, ia mengangkat tangannya, siap menampar Jaejoong. Sayangnya Jaejoong sudah memprediksi gerakan Karam, dengan tenang Jaejoong menendang perut Karam, membuatnya jatuh.

"Tidak tahu sopan santun! Sama seperti ibumu!" cibir Jaejoong.

Karam bergegas berdiri, menunjuk Jaejoong dengan sengit. "Kau benar-benar jalang! Berani menggoda suami orang!" Karam menuduh Jaejoong, matanya menuh kebencian. Sekujur tubuhnya mengeluarkan asap permusuhan terhadap Jaejoong.

"Bukankah kau sendiri adalah jalang? Sama seperti ibumu?" Jaejoong tersenyum meremehkan.

"Arghhh!" Karam menjerit histeris. "Kembalikan suamiku! Dasar siluman rubah brengsek!!!" ia mengumpat.

Jaejoong mencibir, ia berdiri berhadap-hadapan dengan Karam, menampar wajah Karam. Karam terbelalak, hendak membalas tetapi kalah cepat, Jaejoong kembali menampar Karam berkali-kali sampai ia tersungkur dan tidak bisa berdiri lagi, wajahnya memerah dan agak bengkak.

"Dengar jalang sialan! Aku sudah membuang pria itu untukmu dan kau mengambilnya! Jika kau tidak bisa menjaganya jangan menyalahkanku! Jika kau memprovokasiku lagi, akan ku robek mulutmu!" Jaejoong mendengus, berjalan pergi menuju lantai 2, kamarnya.

"Ayah... lihat! Jaejoong... dia..." Karam mengadu, terisak dan tampak tidak berdaya.

Tuan Kim hanya menatap putranya seolah-olah melihat seekor anjing rakus. Ia tidak berkata apa-apa dan memilih pergi untuk menenangkan diri.

Wanita yang melahirkan Karam hanya bisa menatap kepergian suaminya dalam diam. Ia tidak bisa agresif atau menuntut. Pria itu sudah memberitahunya isi perjanjian dengan Jaejoong agar Karam bisa menikah dengan pria yang diinginkannya. Tetapi wanita tersebut tidak berani mengatakan kebenaran itu kepada putranya, Karam. Sebagai ibu ia tahu karakter putranya.

Sacrafice... (YunJae) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang