06

259 54 1
                                    

"Bu, Ibu!" Karam bergegas memasuki rumah, ia terkejut ketika melihat dua pria sedang duduk di ruang tamu. Karam lupa jika Yihan dan Yunho ada di rumah saat ini. Ia terlalu bersemangat untuk bertanya kenapa semua kartunya dibekukan.

Yunho tidak memedulikan Karam, ia sibuk memeriksa email pekerjaan yang dikirim oleh asistennya. Sementara Yihan sedang berbicara di telpon dengan managernya, benar-benar mengabaikan Karam.

Karam menelan amarahnya, tersenyum masam sebelum berjalan cepat menuju dapur. Hampir waktunya makan siang, mungkin ibunya sedang berada di dapur karena biasanya ibunya selalu memeriksa pekerjaan para pelayan meskipun tidak terlibat secara langsung. Lagi pula ibunya tidak bisa memasak hal lain selain mie instan dan merebus air.

"Bu..." Karam menghampiri ibunya yang sedang duduk sambil mengelap peralatan masak. Ia melirik ahjumma dan Jaejoong yang sedang sibuk memasak. "Apa yang terjadi pada kartuku?" Karam mengeluarkan semua kartunya dan melemparkannya ke atas meja makan.

"Oh, kenapa terkejut? Kartu milik Ibu juga sudah dibekukan." Wanita tersebut bicara acuh tak acuh.

"Apa? Kenapa?" Tanya Karam, "Apakah keluarga kita sudah bangkrut?"

Ibu Karam melirik Jaejoong, "Kau ingin menikah dan mempunyai suami, kau sudah mendapatkannya jadi ada hal-hal yang harus kau lepaskan."

Alis Karam berkerut, ia belum memahami maksud ibunya. "Aku akan bertanya pada ayah!"

"Ayahmu tidak akan mengatakan apa-apa." Ucap ibu Karam, "Kau bahkan tidak lagi diakui sebagai pewaris ayahmu."

"Apa?!" suara Karam nyaring, "Kenapa?"

"Kau sudah menukar hak warismu dengan seorang suami." Ibu Karam menatapnya, "Tidak kah kau mengerti maksudku? Ayahmu mengijinkanmu menikah tetapi ia juga mengambil hakmu sebagai pewaris. Jika kau Tanya kenapa? Tentu saja hal itu diberikan sebagai kompensasi karena kau sudah membuat putranya tidak bahagia."

Karam menatap punggung Jaejoong yang sedang memasak.

"Jika kau ingin uang, bekerjalah! Oh, kau punya suami, mintalah uang pada suamimu!" perempuan tersebut meletakkan sumpit yang baru saja ia seka. "Kau sudah menikah jadi kau juga harus segera pindah dari rumah ini ke rumah suamimu."

"Bu! Ibu mengusirku?" Tanya Karam.

"Tidak. Itu yang ayahmu katakan sebelum pergi." Jawab wanita yang telah melahirkan Karam tersebut, "Juga jangan menelpon ayahmu! Ayahmu sedang melakukan perjalanan bisnis, jangan ganggu dia dengan urusanmu yang tidak begitu penting."

"Bukankah ini tidak adil?" Karam mengepalkan kedua tangannya dengan penuh kemarahan.

"Menurutmu, saat kau mencuri calon suami saudaramu, apakah itu adil?" ibu Karam menatap putranya, "Jangan bicarakan lagi! Jika kau terus membuat ulah, ayahmu akan menceraikanku! Jika kau perlu uang minta pada suamimu!"

Karam terdiam, menatap Jaejoong yang bersikap biasa-biasa saja. Ia menelan semua kemarahannya. Berbeda dari Jaejoong, Karam biasanya hanya bermain dan menghabiskan uang seperti kebanyakan tuan muda yang tidak punya otak, sementara Jaejoong sudah melakukan banyak hal, ia memiliki kariernya sendiri. Karam menghirup udara dingin. Untuk memiliki pria yang disukainya sebagai suami, ia harus mengorbankan banyak hal. Harga diri, kehormatan, bahkan keluarga.

ᴥ ᴥ ᴥ

"Yunho, aku suka tas dan gelang giok yang kemarin kau bawa. Terima kasih." Ibu Karam tersenyum.

"Ya, senang mendengar Bibi menyukainya." Ucap Yunho. "Ah, ini adalah hadiah pernikahan dariku untuk kalian. Aku meminta mereka mengirimkannya kemari sore nanti. Semoga kalian menyukainya." Yunho memberikan sebuah kunci mobil pada Yihan.

Sacrafice... (YunJae) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang