BAB 2

5 1 0
                                    

BAB 2


Seorang wanita cantik dengan balutan hijab berwarna putih yang menutupi dadanya serta baju sekolah berwarna putih abu kini tengah berjalan terburu-buru. Wajah cantik dengan hidung mancung dan kulit putih itu berlari menuruni tangga seraya menenteng tas
dan buku di tangannya.

"Ummi, Abi,  aku berangkat dulu, yaa. Ini udah kesiangan!"

Anisa mencium tangan kedua orang tua yang telah membesarkannya selama ini. Disana juga terdapat kedua Kakak laki-lakinya yang sedang sarapan di meja makan.

"Mas Abbas, Abang Saeef, Adek berangkat dulu, yaa!" Serunya.

"Hey, Nak. Kenapa buru-buru, sarapan dulu. Nanti kamu sakit!" ucap Ummi Tavi seraya bergerak menghampiri Anisa.

"Aku kesiangan, Ummi, sekarang ujian!"

"Ya ampun, Dek. Makanya kalau bangun jangan siang-siang. Mas tadi udah bangunin berkali-kali, lho!" Sahut Abbas.

"Adek lagi halangan, Mas Abbas. Semalem begadang, jadinya bangunnya siang."

"Emang kebo aja kamu, Dek, Hahaha!" sahut Saeef kembali yang merupakan kakak kedua Anisa. Pria berumur 27 tahun itu tampak menertawakan adik bontotnya.

"Iihhh, Abi liat tuh Abang saeef ledekin aku!" ucap Anisa manja pada Ayahnya. Maklum dia adalah anak gadis satu-satunya. Jadi begitu di manja oleh orang tuanya, terutama Abinya yang begitu memperlakukannya bagaikan seorang putri.

"Shuutt ah, udah Abang Saeef. Jangan jahilin adek kamu," sahut Abi Hisyam. Saeef terdiam,  namun tetap meledek Anisa dengan raut wajahnya.

"Adek sarapan dulu, masih ada waktu 15 menit. Nanti kamu sakit lagi, Ayo!" Seru Abi Hisyam.

"Tapi Adek kesiangan, Abi. Adek janji ngga bakalan sakit kok!"

"Ya sudah bekal saja rotinya yaa. Jangan lupa di makan!" Ucap Ummi Tavi.

"Iya, Ummi."

Anisa menyalami kedua orang tuanya. Lalu melambaikan tangan pada kedua Kakaknya.

"Adek ini rotinya!" Ummi Tavi berlari kecil memberikan roti yang taruh di dalam kotak makanan itu.

"Makasih, Ummi." Anisa mencium pipi Umminya, lalu ia berlari menuju mobil yang biasa di pakainya.

"Ummi, Pak Sarip mana yaa? Kok belum ada!"

Anisa mencari-cari supir yang selalu mengantarkannya sekolah setiap pagi. Seumur hidupnya ia tak pernah pergi sendirian, selalu di temani oleh orang yang di percaya bisa menjaganya. Abi Hisyam dan Ummi Tavi begitu menjaganya bagai berlian yang berharga, karena Anisa adalah wanita satu-satunya. Apalagi kedua Kakak laki-lakinya yang selalu menjadi garda terdepan dalam menjaganya.

"Oh iya ya,  tumben Pak Sarip kok belum datang jam segini."

"Abiiii!" Ummi Tavi memanggil, "Pak Sarip kok belum datang yaa?"

"Ngga tau, Mi. Mungkin sebentar lagi datang." ucap Abi Hisyam.

"Astagfirullah, Abang lupa!" Saeef berlari menghentikan sarapannya lalu menghampiri Anisa dan juga Ummi Tavi.

"Kenapa, Bang?" tanya Ummi Tavi heran.

"Abang lupa, Mi. Pak Sarip semalam nelfon katanya ngga bisa kerja karena kakinya keseleo, jadi ngga bisa nyetir."

"Iihhhh, Abang, kenapa ngga bilang dari tadi sih!" Kesal Anisa, jam semakin menunjukan pukul setengah delapan pagi. Sedangkan sebelum jam itu dia harus sudah ada di sekolah.

My Brother is My Husband Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang