[7]

11.2K 1K 50
                                    

"Apa sih yang bikin Mas jadi berat pergi gini? Keputusan buat kuliah ke Singapur tuh udah direncanain setahun yang lalu loh, Mas. Ibu sama Ayah juga udah setuju. Kenapa sekarang tiba-tiba kepikiran nggak mau berangkat?"

Ardi menatap Ibunya tak enak. "Cuman ada yang dipikirin aja, Bu."

"Ya, apa? Coba obrolin sama Ibu dan Ayah, biar ada solusinya." Timpal Surya. "Ini Mas berangkat tiga minggu lagi, loh. Udah siap-siap juga."

"Iya, cuman.." Ardi menunduk, apa yang harus ia katakan? Ia ingin tetap pergi, tapi mengapa hatinya terasa berat? Mengapa ia takut terjadi sesuatu pada Binar dan tak ada yang bisa membantunya? Ardi hanya merasa kasihan. Binar, si anak angkat yatim piatu itu sendirian.

"Aku bakal berangkat kok, Bu, Yah. Cuman sekarang lagi ada yang dipikirin aja.."

"Ya, apa?"

"Aku.."

Tidak. Ardi tidak bisa mengatakannya.

"Nanti aku kasih tahu lagi keputusanku."

***

"Lagi sibuk banget, ya?" Sindir Ardi ketika Binar baru saja menampakkan wajah di hadapannya.

Sejak beberapa hari yang lalu, Ardi sudah banyak mengirim pesan pada gadis itu untuk menagih hadiah kelulusan yang sempat dijanjikannya. Sebenarnya Ardi tidak terlalu ingin juga, ia menagih pada Binar agar gadis itu tidak lupa lalu berakhir ingkar janji saja.

"Kenapa baru ke sini? Bukannya kuliah lagi libur?" Tanya Ardi sedikit curiga. Binar ini setahunya tipe anak yang jarang main, tapi mengapa ia sulit sekali diminta mendatangi rumahnya yang hanya berjarak beberapa rumah saja?

"Iya, lagi libur, kok."

"Terus? Kenapa baru ke sini? Kamu main terus sama temen-temenmu?"

"Nggak, kok. Aku dari kemarin-kemarin di rumah, lagi males aja kalau ke luar rumah." Jelas Binar santai.

"Tapi jarak dari rumahmu ke rumahku dua menit juga nyampe." Balas Ardi kesal.

"Ya, tapi tetap aja aku harus keluar rumah. Lagian Mas Ardi nagih hadiah mulu. Hadiah dariku bisa dikirim online, kok, nggak perlu aku ke sini."

"Memang apa hadiah kamu?" Tanya Ardi heran.

Binar langsung tiba-tiba sumringah. Ia mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan satu buah foto pada Ardi.

"Tada! Bagus, kan?"

Ardi menatap foto itu sejenak lalu beralih pada Binar. "Ini hadiahnya?"

"Iya. Ini aku effort banget, loh, Mas."

Ardi memperhatikan lagi layar ponsel Binar yang menampilkan foto dirinya yang diedit sedemikian rupa oleh Binar. Di foto itu, kepala Ardi sengaja dibuat besar sedangkan badannya kecil. Lalu di sekitarnya dihias sedemikian rupa, entah itu bentuk love, bintang, bunga dan lain-lain. Di samping itu juga ada beberapa tulisan berwarna-warni, seperti: "Ardi Radiansyah Putra, S.Ikom", "Aku udah sarjana", "Siap nyari kerja", "Kerja terus nikah, aamiin"

"Ini aku yang gambar, loh, aku minjem ipad milik temenku, pake canva pro juga. Bagus, kan?"

"Kenapa kepalaku gede banget di sini?"

"Ya, biar lucu."

Ardi mengernyit. "Ini aneh, Binar. Ini nggak lucu sama sekali."

"Oh ya?" Binar melunturkan senyumnya dan menatap kembali layar ponselnya. "Tapi menurutku lucu, Mas."

"Terus kalau mau effort lebih harusnya kamu print gambar kamu, kasih figura. Masa cuman ngirim file aja." Sahut Ardi sebal. Maksudnya, jika hanya file tidak bisa ia pajang, kan?

Sepertinya Cinta | Seri Marital✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang