Sebenarnya Ardi tak berniat mendiami Binar. Ia bukan tipe orang yang bisa memberikan silent treatment pada orang lain. Jika ada konflik dengan teman kerjanya pun ia tak segan-segan untuk menegurnya, bahkan dengan ucapan yang tak mengenakkan. Tapi, saat ia menegur Binar dan gadis itu hanya mengucapkan kata "maaf", ia mulai tak bisa mengontrol dirinya sendiri. Ia ingin mengungkapkan semua keluhannya pada Binar, tapi ia tak kuasa. Ia tak ingin menyakiti gadis itu dengan perkataan sengitnya. Maka, ia pun memilih untuk diam. Bukan karena ia marah pada gadis itu, tapi ia menghindari dari kemungkinan ia menyakiti Binar.
Sejak mereka pulang dari tempat makan, ia terus diam dan menghindar. Dari sore sampai malam pun ia berbohong dengan mengatakan harus mendadak ke kantor. Ia lalu pulang ke rumah pukul sepuluh malam dan mendapati Binar sudah berbaring di ranjang.
Tanpa sadar Ardi menghembuskan napasnya. Menghindari Binar tak mudah, di saat dirinya ingin terus dekat dengan gadis itu. Tapi ia juga butuh waktu untuk meredakan emosinya. Ia tak tahu mengapa ia harus seemosional ini, ia hanya tak suka jika orang terdekatnya terus bersikap seperti itu. Ardi tak suka Binar yang tak bebas mengungkapkan keinginannya dan terus pasrah akan keadaan. Binar tak boleh seperti itu terus.
"Kok baru pulang, sih?" Tegur Ira ketika Ardi baru saja masuk ke ruang makan. "Ibu tuh pinginnya kita sarapan bareng, tapi kamu malah olahraga dan Ayah belum pulang-pulang dari pas shubuhan di masjid tadi."
"Tadi larinya agak jauhan. Aku juga udah sarapan bubur." Balas Ardi. Ia melirik Binar yang sedang sarapan roti bakar dengan segelas susu putih. Ia pun lantas berdecak pelan dan tanpa ragu ia mengambil gelas itu dan meminumnya sampai habis.
"Eh, itu punya Binar." Seru Ira.
"Binar itu nggak bisa minum atau makan yang mengandung susu, Bu. Kalau nggak dia bakal sakit perut." Ucap Ardi sambil sekilas melirik pada Binar yang terdiam.
"Dia juga alergi udang." Ia lalu mengeluarkan salep kecil yang ia beli tadi dari saku jaketnya dan menyimpannya di dekat Binar. "Tuh, tangannya masih merah-merah karena makan udang kemarin."
Ira yang mendengar itu langsung mengambil tangan Binar dan memperhatikannya. "Kenapa nggak bilang kalau alergi udang?"
"N-nggak apa-apa, kok. Cuman gatal dikit."
"Tapi tetap aja, kan, harusnya kamu bilang. Susunya juga nggak usah diminum kalau bikin kamu sakit perut." Seru Ira tak terima.
"Lain kali, kalau Ibu mau ngasih sesuatu ke Binar, mending tanya dulu dia mau atau nggak, karena Binar nggak akan bilang kalau kita nggak nanya." Ujar Ardi membuat Ira dan Ardi saling tatap. Melalui tatapan anaknya, ia pun mulai mengerti.
"Eung.. aku mandi dulu ya, gerah." Ardi lalu pamit untuk masuk ke kamar, meninggalkan Binar dan Ira.
"Jangan gitu lagi, Binar." Tegur Ira. "Ibu nggak suka kamu begitu. Kalau ada apa-apa tuh bilang."
"Tapi aku nggak apa-apa kok, Bu. Beneran." Keukeuh Binar.
"Tapi tetep aja kamu nggak boleh gitu. Ibu nggak akan marah kok kalau kamu nggak bisa minum susu atau makan udang. Ibu lebih kecewa kalau kamu diem-diem gitu aja. Ibu kan sekarang ibu kamu juga."
"Maaf." Binar menunduk.
"Selesai makan langsung ke kamar, ya. Bujuk suami kamu biar nggak bete lagi." Titah Ira yang langsung diangguki oleh Binar.Setelah sarapan dan membereskan dapur, Binar pun masuk kamar. Ia mendapati Ardi yang sedang duduk di atas kasur sambil mengeringkan rambutnya yang basah. Dengan ragu, ia pun duduk di sebelahnya.
"Makasih salepnya." Ujar Binar memulai pembicaraan. Ia menunduk sambil menatap salep di tangannya.
"Udah dipake belum?" Tanya Ardi yang dijawab dengan gelengan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sepertinya Cinta | Seri Marital✅️
RomanceArdi itu terlalu cuek dan malas untuk berurusan dengan orang lain, tapi mengapa Binar, si gadis menyebalkan itu selalu berhasil menarik simpatinya? Mengapa ia selalu kalah oleh Binar?