episode 4 : Hyun

137 30 0
                                    

"All I really care is you wake up in my arms."
 


Di tengah malam yang pekat, angin sepoi-sepoi membelai lembut dedaunan di hutan misterius itu, sementara kuil tua dengan taman yang terlupakan berdiri dalam bayang-bayang angkernya. Di dalam kuil tersebut, sebuah ritual aneh berlangsung, dilakukan oleh kaum sesat yang wajah mereka tersembunyi di balik tudung hitam. Mereka menggumamkan kata-kata yang tak dapat dimengerti, bibir mereka bergerak cepat saat mereka melingkari sebuah simbol bintang yang terukir di tanah. Lilin-lilin kecil berkelap-kelip, menciptakan pendar cahaya yang menambah kesan mencekam.

Dalam kegelapan, sepasang mata tajam berwarna merah darah mengintai dari balik pintu kuil. Sosok tersebut nyaris tak terlihat, terselubung dalam tudung hitam yang menyatu dengan kegelapan malam. Mata merah itu menyapu setiap sudut ruangan, memerhatikan dengan cermat setiap mantra yang dilantunkan, setiap gerakan tangan yang asing dan menggelisahkan. Diam-diam sebuah seringai tipis terukir di wajah tersembunyi di balik tudung itu, sementara aura sihir yang kuat mulai merembes keluar, menambah intensitas cahaya merah di matanya.

"Ritual bodoh... tapi ini yang aku butuhkan," gumamnya, suaranya dalam dan penuh kekuatan. Jika ada yang mendengar, mungkin mereka akan gemetar ketakutan, terutama wanita yang menjadi bagian dari hidupnya, seolah melihat sisi lain dari sosok Adam yang menakutkan.

Tanpa ragu, tangannya mendorong pintu kuil dengan kasar, menghasilkan derit nyaring yang menggema di seluruh ruangan. Ia melangkah masuk dengan perlahan, setiap langkahnya seakan diselimuti bayangan kegelapan yang mengikutinya. Wajahnya tetap tersembunyi di balik tudung hitam, hanya seringai tipis yang terlihat jelas di bibirnya, menyiratkan ketenangan yang mencekam. Para kaum sesat di dalam kuil seketika berhenti merapalkan mantra, perhatian mereka serentak tertuju pada pria asing yang kini memasuki tempat suci mereka.

Beberapa di antara mereka merasakan sesuatu yang aneh dari pria itu, aura yang begitu kuat dan mengintimidasi. Sang pria sengaja membiarkan sihirnya merembes keluar, menciptakan aura yang menguasai ruangan, seakan-akan mengundang mereka untuk tunduk dan memujanya. Setiap langkahnya terdengar berat, hingga akhirnya ia berhenti tepat di hadapan mereka. Dengan perlahan, ia melepaskan tudungnya, menampilkan sepasang mata merah yang bersinar dalam kegelapan, bagaikan bara api yang siap melahap apa saja.

"Ah, maaf telah mengganggu." suaranya terdengar, rendah dan berwibawa, menggema di kuil kosong yang terlantar. Mereka semua tertegun, tak mampu berkata apa-apa, mata mereka terpaku pada sosok pria asing dengan iris merah menyala itu, yang lebih mirip iblis daripada manusia. Senyumannya, tipis namun penuh makna, terlihat begitu menyeramkan, sementara aura mencekam yang mengelilinginya seolah menegaskan kekuatan yang tak bisa ditolak.

Dalam sekejap, pria asing itu telah berhasil mendapatkan pengikutnya di dimensi ini dengan mudah, tanpa perlu banyak usaha. Mereka tunduk, bukan karena keyakinan, tetapi karena ketakutan yang mendalam terhadap sosok yang berdiri di hadapan mereka.

....

  Keheningan melingkupi perpustakaan, di antara deretan rak buku yang menjulang tinggi dan aroma kertas baru yang memenuhi udara. Di sudut ruangan, tersembunyi dari pandangan banyak orang yang tengah asyik belajar, seorang gadis duduk dengan tenang. Di sekelilingnya, berbaris buku-buku ilmu pengetahuan, namun di tangannya, ia memegang sebuah novel tebal bertema kerajaan. Iris ambernya bergerak lincah, fokus pada setiap kata yang tertera di halaman, seakan dunia nyata menghilang dan digantikan oleh kerajaan fantasi di dalam pikirannya. Ia benar-benar tenggelam dalam dunia yang diciptakan oleh penulis novel itu.

Detik demi detik berlalu, berubah menjadi menit, dan menit pun tak terasa berubah menjadi jam. Gadis itu terlalu asyik dalam dunianya hingga ketukan ringan di kepalanya akhirnya menariknya kembali ke realita. Ia terkesiap, mengaduh pelan sambil mengusap kepalanya yang sedikit nyeri. Dahi mungilnya berkerut, menandakan ketidaksenangannya. "Apa?" tanyanya dengan nada kesal yang tak bisa disembunyikan.

Di hadapannya, seorang laki-laki berdiri, dengan rambut hitam yang bergerak lembut saat ia sedikit menundukkan kepala, mendekatkan wajahnya pada sang gadis. "Ibu asramamu bisa mencarimu, betah sekali ya di perpustakaan umum?" ucapnya dengan nada setengah bercanda. Tatapannya menelusuri wajah gadis itu sejenak, sebelum ia menarik napas panjang dan mundur perlahan, menjaga jarak di antara mereka. Meski ucapannya terdengar santai, ada perhatian terselubung dalam matanya, seolah ia khawatir dengan kebiasaan gadis itu yang terlalu larut dalam dunia fantasi.

Sang gadis menarik napas panjang, mengingat kembali aturan ketat di asramanya yang selalu membatasi waktu keluar bagi para mahasiswi. Dengan berat hati, ia menutup novelnya, menandai halaman terakhir yang baru saja ia baca. "Aku lupa, Hyun. Ini salahmu karena mengajakku ke perpustakaan umum," ucapnya dengan nada setengah bersalah, meski enggan mengakui kesalahannya sendiri.

Hyun terkekeh pelan, berusaha menahan tawa agar tidak mengganggu keheningan perpustakaan. "Oh, jadi sekarang aku yang disalahkan?" katanya sambil tersenyum. "Baiklah, aku menyerah. Sebaiknya kamu segera kembali sebelum Ibu Asrama mengirim tim pencari. (name)," Mata Hyun mengerling nakal, namun ada perhatian tulus di balik candaannya, seolah ia khawatir sesuatu akan terjadi jika gadis itu terlalu lama berada di luar.

(Name) bangkit dari duduknya, membawa novel yang begitu berarti baginya dalam dimensi ini. Dengan langkah mantap, ia mendekati Hyun, iris embernya bertemu dengan tatapan iris hitam milik Hyun. "Ayo," ucapnya singkat, namun penuh makna.

Hyun, laki-laki yang kehadirannya selalu membuatnya bingung, adalah sosok yang terasa akrab meski asing. Kehadiran Hyun dalam hidupnya di tubuh ini, di dimensi ini, selalu mengusik pikirannya. Ada sesuatu tentang Hyun yang begitu mirip dengan Lucas—sosok laki-laki yang ia kenal dalam hidupnya yang lain. Kadang-kadang, bibirnya hampir mengucapkan nama Lucas saat berhadapan dengan Hyun, seakan jiwa mereka terhubung di luar batas dimensi. Namun, meski kebingungan itu menghantui, ia tetap merasa terikat pada Hyun, seakan nasib telah menenun takdir mereka bersama, di sini dan di sana.

Karena kemiripan antara Hyun dan Lucas, rasa penasaran (name) semakin membara. Setiap langkah yang mereka ambil bersama, ia tak bisa menahan diri untuk sesekali mencuri pandang ke arahnya, seolah berharap menemukan jejak Lucas di dalam diri Hyun. Namun, setiap kali ia melakukannya, kebingungan semakin bertambah. Meskipun wajah mereka begitu mirip, ada perbedaan mencolok dalam sikap dan cara bicara mereka. Lucas memiliki aura yang lebih misterius dan kadang dingin, sementara Hyun, dengan segala kehangatan dan keceriaannya, terasa begitu berbeda.

"Kenapa terus melirikku dari samping? Apa ada yang aneh di wajahku?" tanya Hyun tiba-tiba, suaranya ringan namun penuh keingintahuan.

Pertanyaan itu membuat (name) tersentak dari lamunannya. Ia sedikit tergagap, tak menduga Hyun akan menyadari perhatiannya yang tersembunyi.

 Ia sedikit tergagap, tak menduga Hyun akan menyadari perhatiannya yang tersembunyi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(?) Hyun









Lucas itu licik, dia bakal ngelakuin apapun untuk mendapatkan
apa yang dia mau.

𝐒𝐏𝐀𝐂𝐄 𝐀𝐍𝐃 𝐓𝐈𝐌𝐄 : LUCAS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang