"I knew you in another life,
You had that same look in your eyes""Maukah kamu... bercerita tentang masa lalumu?"
Pertanyaan itu membuat Lucas terdiam, sejenak tersesat dalam pikirannya sendiri. Selama ini, ia tak pernah berani membagi bagian kelam dari hidupnya kepada siapa pun, bahkan kepada perempuan di hadapannya. Rasa takutnya selalu lebih besar-takut jika kisah itu akan membuatnya dibenci, seperti kebencian yang diterimanya dari orang-orang yang menolak keberadaan penyihir menara.
Namun, ketika tatapan iris ember (name) bertemu dengannya, ada secercah harapan yang tak bisa ia abaikan, ketulusan yang membuatnya ingin percaya. Sebuah senyum tipis terbentuk di sudut bibir Lucas, tipis namun penuh arti.
Mereka akhirnya duduk berdampingan di lantai kayu gudang, di tengah debu dan kotoran yang menumpuk, menatap sinar matahari yang menembus sela-sela tirai. Keheningan melingkupi mereka, seakan seluruh dunia hanya milik mereka berdua. "Keluargaku... aku tidak tahu mereka," ucap Lucas pelan, suaranya nyaris tenggelam oleh angin yang berhembus.
(Name) mendengarkan dengan cermat, mencoba mencocokkan kata-kata Lucas dengan fragmen cerita dari novel yang ia baca. Tapi saat menatap iris merah delima laki-laki itu, tatapan penuh kesepian dan kehampaan menyadarkannya-seolah ada bagian dari Lucas yang selama ini tersembunyi dari dirinya. Rasa dingin yang terpancar dari mata itu membuatnya merasa bahwa mungkin, ia belum sepenuhnya mengenal Lucas.
"Aku terlahir dengan Mana yang terlalu kuat..." Lucas melanjutkan, suaranya pelan namun penuh dengan beban yang seolah sudah lama ia simpan sendiri. Sang hawa tetap memandanginya dengan seksama, tak ingin melewatkan satu kata pun dari cerita yang akhirnya berani diungkapkan oleh sang penyihir.
Di luar, langit perlahan berubah menjadi kelabu, mendung menggantung rendah, dan kilatan petir mulai menyambar dari kejauhan. Namun, baik (name) maupun Lucas tak terganggu, seolah dunia di luar sana hanyalah latar kosong yang tak penting dibandingkan momen ini.
..
"Aku... bahkan tidak tahu bagaimana rasanya memiliki keluarga yang sesungguhnya..." lirih Lucas, suaranya tenggelam dalam kesedihan yang tak biasa. Iris merahnya yang biasa memancarkan kebencian dan keangkuhan kini tampak redup, penuh kesenduan.
(Name) memperhatikan perubahan itu dengan saksama, merasakan gelombang empati yang mendalam memenuhi dirinya. Melihat Lucas dalam sisi yang begitu rentan membuat hatinya terasa nyeri.
"Kamu benar-benar sendirian..." bisik (name) dengan suara yang nyaris bergetar.
Lucas perlahan menoleh, menatap dalam-dalam wajah sang hawa. Senyum tipis muncul di sudut bibirnya, meski matanya tetap memancarkan kesedihan yang tak bisa disembunyikan.
"Ya... mungkin begitu," gumamnya. "Tapi kemudian aku bertemu seorang gadis. Seseorang yang mengisi kekosongan itu. Dan gadis itu... adalah kamu."
Kalimat itu bergema dalam keheningan, menyisakan rasa hangat dan getir di antara mereka berdua, seolah sejenak, dunia menjadi milik mereka seorang.
Dalam suasana yang begitu mencekam, derit pelan kayu terdengar dari arah pintu. Iris ember (name) menatap tajam ke arah sumber suara, rasa khawatir memancar dari matanya. Ia yakin ibu asrama sedang mencarinya! Tak ada tempat lain yang aman selain gudang kecil ini.
"Lucas-cepat pergi-!" bisiknya, hampir panik. Namun, bisikannya terhenti saat telunjuk sang penyihir menyentuh bibirnya, menenangkannya dengan gerakan halus.
"Sst... tenanglah," bisik Lucas pelan, senyumnya tetap tenang. Dengan sebuah mantra lembut, dia menciptakan selubung sihir di sekeliling mereka, menyamarkan kehadiran mereka dari pandangan siapa pun yang datang.
Pintu perlahan terbuka, dan terlihat seorang wanita berusia sekitar empat puluh tahun, berpakaian rapi dengan gaya kuno, masuk bersama seorang asisten muda yang tampak gelisah.
"Nyonya, saya benar-benar mendengar suara seseorang di sini!" ujar si asisten dengan nada penuh keyakinan, meskipun wajahnya menunjukkan ketakutan.
Sang ibu asrama tidak menjawab, hanya menatap tajam ke seluruh ruangan, kecurigaan tampak jelas dari matanya. Ia melangkah perlahan, semakin mendekati sudut tempat Lucas dan (name) bersembunyi di balik sihir penyamaran.
ketegangan hampir memuncak, seorang pria tua tiba-tiba muncul di ambang pintu, memanggil dengan suara tenang, "Nyonya, ada yang mencarimu di depan."
Ibu asrama menoleh sejenak, tatapannya masih penuh keraguan, tetapi akhirnya ia memutuskan untuk pergi, meninggalkan ruangan bersama asistennya.
Begitu pintu tertutup, (name) menghela napas lega, sementara Lucas hanya menatapnya dengan seringai kecil, menahan tawa atas kepanikan singkat tadi. "Kamu lupa kalau kamu bersama penyihir terkuat, ya?" sindir Lucas dengan tawa tertahan di ujung ucapannya.
Sang hawa, dengan rambut cokelat bergelombang yang tertata lepas, melirik Lucas dari sudut matanya. Ia mendekati sang penyihir dan mencubit ringan perutnya, cukup untuk membuat Lucas berhenti menertawakannya. "Dasar menyebalkan... aku kan lupa!" gumamnya, pura-pura kesal, meski senyuman tak bisa sepenuhnya ia sembunyikan.
Keduanya berbagi tawa kecil yang mengusir ketegangan di antara mereka, seolah-olah dalam sekejap dunia luar tak lagi ada. Di antara candaan lembut dan bisikan mereka, sesuatu terjadi di sudut ruangan. Buku novel yang disembunyikan (name) di balik lemari kayu tua itu, perlahan memancarkan sinar lembut dari celah-celah lembarannya, seolah-olah ada kehidupan yang tersembunyi di dalamnya.
Namun, mereka berdua tak menyadari apa yang tengah terjadi. Keasyikan tawa mereka menyelimuti perhatian, sementara di balik punggung mereka, tulisan di halaman deskripsi buku itu mulai bergerak, huruf-hurufnya teracak sendiri seperti sebuah pesan yang coba terungkap namun tetap tak tersampaikan.
Perlahan, canda tawa mereka mulai mereda. Lucas memandang (name) dengan tatapan lembut, sebuah senyuman tipis mengukir di bibirnya. "Jangan berpikir lagi kalau kita tidak setakdir, ya?" bisiknya, seolah ingin meyakinkan lebih dari sekadar dirinya sendiri.
(name) terdiam, menatap wajah sang penyihir di hadapannya. Sorot mata Lucas begitu tulus, seakan ingin meyakinkan bahwa mereka memang seharusnya bersama. Namun jauh di dalam hati (name), ada keraguan yang tak terungkap. Apakah mungkin mereka benar ditakdirkan untuk satu sama lain? Atau... apakah kebersamaan ini hanyalah persinggahan sementara?
Tanpa bisa menahan pikirannya melayang, ingatannya kembali pada halaman buku itu... halaman yang menyebut nama lain. Athanasia. Di dalam cerita yang tertulis di sana, Athanasia-lah yang ditakdirkan bersama laki-laki ini, bukan dirinya.
Seketika, sebuah perasaan ganjil menyelinap. Tawa dan senyum Lucas di depannya tampak begitu nyata, tapi bayangan kisah yang terbaca membuatnya bertanya: seberapa nyata takdir ini sebenarnya?
walah makin jauh ni alur😩
padahal niatnya bikin butterfly s2 ini hehe.aku sedikit nambahin tentang masa lalu Lucas, jujurly aku lupa dan males banget buat baca versi novelnya.🙏🏻🙏🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐏𝐀𝐂𝐄 𝐀𝐍𝐃 𝐓𝐈𝐌𝐄 : LUCAS
FanfictionLucas menemukan wanita yang memberinya pengaruh, wanita yang selalu dia nantikan setiap tahunnya. Namun kesalahan kecil yang dia abaikan kini menjadi masalah besar! Dia kehilangan wanitanya lagi, berkali-kali semesta menjauhkannya, mengujinya. Dia s...