9. Hidup Dan Mati

840 126 131
                                    

Taeyoung berdiri terpaku di depan pintu ruang operasi, perasaan tak berdaya dan ketakutan menghantamnya seperti ombak besar. Dia merasa seolah-olah sedang terjebak dalam mimpi buruk yang tak berujung. Setiap detik yang berlalu terasa seperti siksaan. Lampu merah di atas pintu masih menyala, menandakan bahwa operasi darurat sedang berlangsung. Taeyoung tidak bisa duduk tenang; dia terus mondar-mandir di lorong rumah sakit, kepalanya penuh dengan pikiran yang berlarian liar.

Dalam benaknya, bayangan Haein yang terbaring tak berdaya dengan darah mengalir dari kakinya menghantui. Taeyoung menggigit bibirnya hingga hampir berdarah, mencoba menahan perasaan bersalah dan penyesalan yang menghancurkan hatinya. Jika saja dia bisa melindungi Haein lebih baik. Jika saja dia bisa bertindak lebih cepat. Pikiran-pikiran itu terus menggerogoti pikirannya, mencabik-cabik setiap sisa ketenangan yang ia miliki.

Waktu terasa berjalan sangat lambat, setiap detik berubah menjadi menit. Taeyoung menundukkan kepalanya, menggenggam erat cincin pernikahan yang masih melekat di jari manisnya. Sebuah janji yang ia buat di hadapan Tuhan, sebuah janji untuk melindungi dan mencintai Haein dengan segala yang ia miliki. Namun sekarang, Haein berada di ambang kehidupan dan kematian, sementara dia hanya bisa berdiri di luar, tidak berdaya.

"Kenapa harus terjadi seperti ini..." gumam Taeyoung, suaranya serak dan dipenuhi kesedihan. Air mata yang dia coba tahan sejak tadi akhirnya mengalir tanpa bisa dia hentikan. Dia tidak pernah merasakan ketakutan seperti ini sebelumnya. Dia pernah menghadapi banyak musuh, banyak bahaya, tapi tidak ada yang bisa dibandingkan dengan rasa takut kehilangan Haein dan anak mereka.

"Bos, kami sudah meringkus mereka semua termasuk bukti-bukti yang mereka miliki." kata salah seorang anak buahnya.

"Bakar semuanya sampai jadi abu, lalu buang ke laut." titahnya dengan rahang yang mengeras.

"Baik, Bos." katanya lalu pergi dari sana.

"Siapapun yang menyentuhmu akan mati." kata Taeyoung geram. Baginya, nyawa harus dibayar dengan nyawa.

Pintu ruang operasi tiba-tiba terbuka, membuat Taeyoung tersentak. Seorang dokter keluar dengan wajah serius, tangannya penuh darah yang sudah kering. Taeyoung segera mendekat, jantungnya berdebar kencang.

"Bagaimana keadaannya, Dok?" tanya Taeyoung dengan nada penuh harap meski hatinya merasa hancur.

Dokter tersebut menghela napas panjang sebelum menjawab, "Istri Anda mengalami pendarahan hebat. Kami berhasil menghentikan pendarahannya dan menstabilkan kondisinya untuk sementara, tapi dia sangat lemah. Kami akan melakukan operasi caesar untuk menyelamatkan bayi Anda. Namun, ini adalah situasi yang sangat kritis, kami tidak bisa menjamin apapun."

Dunia Taeyoung seakan runtuh mendengar kata-kata itu. "Apa... apa yang bisa saya lakukan?" tanyanya dengan suara bergetar. "Tolong, lakukan apapun untuk menyelamatkan mereka. Saya mohon... Berapapun biayanya, lakukan semua yang terbaik, Dok."

Dokter mengangguk pelan. "Kami akan melakukan yang terbaik, tapi sekarang yang bisa Anda lakukan hanyalah berdoa."

Dokter itu kemudian kembali masuk ke ruang operasi, meninggalkan Taeyoung dalam keadaan yang lebih hancur dari sebelumnya. Dia tidak bisa berhenti memikirkan Haein yang terbaring di meja operasi, bertarung untuk hidupnya dan hidup anak mereka. Taeyoung merosot ke lantai, tubuhnya bergetar hebat.

"Aku akan melakukan apa saja, Haein... apa saja asalkan kau selamat," bisiknya dengan air mata yang terus mengalir.

Waktu terus berjalan, namun bagi Taeyoung, setiap menit terasa seperti selamanya. Sampai akhirnya, setelah apa yang terasa seperti berjam-jam, pintu ruang operasi kembali terbuka. Taeyoung segera berdiri, jantungnya berdetak begitu kencang hingga terasa sakit.

✅Love In Disguise | Kim soohyun Kim jiwonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang