01: Liburan Musim Panas

80 19 0
                                    

oOo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

oOo

Libur Musim Panas tiba, momen yang paling dinantikan oleh semua orang, termasuk kamu sebagai seorang mahasiswi. Libur kuliah berarti tidak perlu menghadiri kelas, meski tentu saja tugas-tugas kuliah tetap menghantui. Kampus tidak akan begitu saja membiarkan mahasiswanya menikmati liburan selama tiga bulan penuh tanpa beban.

“Akhirnya, kita bisa istirahat selama tiga bulan,” ucapmu sambil memasukkan laptop ke dalam ransel.

“Apa? Istirahat? Ha! Tidak mungkin profesor akan membiarkan mahasiswanya leyeh-leyeh,” celetuk Lefan, lelaki bermata hijau dengan rambut coklat.

“Liburan musim panas nanti kalian ada rencana kemana?” tanya Belinda, sambil menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Perempuan berambut pirang itu mengambil cermin kecil dari tasnya dan mengaplikasikan kembali cushion di pipinya yang mulai luntur.

Kamu mengangkat kedua bahumu. “Entahlah, aku belum punya rencana apa-apa,” jawabmu.

“Aku juga belum ada kegiatan,” timpal Zeline, perempuan tomboy dengan rambut coklat pendek bergaya bob, yang mengenakan aksesori punk.

“Aku sih akan pergi ke pantai bareng pacarku,” ujar Belinda yang sudah selesai merapikan make-up-nya. “Aku pergi dulu teman-teman, pacarku sudah menungguku di depan gerbang. Sampai jumpa,” pamit Belinda sambil melayangkan fly kiss, yang disambut dengan ekspresi jijik dari ketiganya.

“Amit-amit,” ucap Zeline, kemudian tersenyum geli.

“Kalau kamu, Lefan?” tanyamu.

“Aku juga masih bingung mau ke mana,” jawabnya sambil memasang ekspresi berpikir. Lefan mengusap-usap dagunya, tiba-tiba sebuah ide terlintas di pikirannya. “Oh! Aku punya gagasan. Teman-teman, kalian mau ikut aku mendaki gunung?” tanyanya.

“Mendaki Ke gunung?” tanyamu.

“Iya! Mendaki gunung,” jawab Lefan. “Bagaimana, girls? Kalian mau ikut?”

“Aku sih tertarik. Kalau kamu bagaimana, [Nama]?”

“Kayaknya seru deh! Aku ikut!” jawabmu dengan antusias.

Lefan menepuk tangannya. “Sempurna!” Dia mendekatkan wajahnya, “Aku akan mengajak Albern untuk jadi sweeper. Aku akan menjadi navigator. Zeline, kamu bisa jadi leader, kan? Karena kamu juga sering mendaki dulu.”

“Tentu saja,” balas Zeline percaya diri.

“Karena [Nama] belum pernah mendaki sebelumnya, kamu jadi follower,” ucap Lefan. “Jangan lupa untuk memandu persiapannya juga ya, Zeline. Terutama karena kalian sama-sama perempuan, jadi... kalian tahu barang-barang ‘perempuan’ apa saja yang harus dibawa.”

Zeline mengangguk sambil tersenyum. “Tenang saja, aku akan pastikan semuanya siap,” ujarnya.

“Terima kasih, Zeline. Aku butuh semua tips yang bisa aku dapatkan, soalnya ini pengalaman pertama untukku.”

Zeline menepuk bahumu, “Jangan khawatir, [Nama], aku akan bantu kamu dari awal sampai akhir. Mendaki itu seru, tapi juga harus dipersiapkan dengan matang.”

Lefan mengeluarkan ponselnya dan mulai mengetik sesuatu. “Oke, aku akan buat grup chat khusus buat koordinasi nanti. Kita bisa diskusi soal jadwal, rute, dan perlengkapan di sana. Oh, dan aku akan kirimkan daftar barang yang harus dibawa. Untuk kalian, dua gadis, ada tambahan barang pribadi jadi pastikan kalian membawanya.”

Setelah membuat grup dan memasukkan keempatnya, Lefan memasukkan kembali ponselnya ke saku. “Kita bisa mulai mendaki akhir minggu ini, bagaimana? Jadi kita punya banyak waktu buat persiapan, kan?”

Kamu dan Zeline saling bertukar pandang sebelum mengangguk setuju.

“Aku akan pastikan semua barang siap sebelum hari H.” katamu.

Lefan tersenyum puas. “Great! Mendaki gunung selalu punya cerita tersendiri.”

Setelah semua setuju, kalian bertiga mulai berdiskusi lebih lanjut tentang rencana mendaki gunung tersebut. Zeline memberikan beberapa tips awal tentang pakaian yang cocok untuk mendaki, makanan yang harus dibawa, serta cara mengatasi tantangan di medan pendakian. Lefan juga menambahkan beberapa informasi tentang jalur pendakian yang akan diambil dan bagaimana kalian harus saling menjaga satu sama lain di perjalanan.

“Aku tidak sabar!” serumu.

“Lihat saja sendiri betapa menantangnya mendaki gunung, tapi juga betapa memuaskannya saat kita sampai di puncak,” kata Zeline.

Setelah percakapan berakhir, kalian bertiga berjalan keluar dari kampus. Musim panas ini akan menjadi lebih dari sekadar liburan, tetapi juga menjadi waktu untuk membangun kenangan bersama.

***

Sour Life 「Original Fiction 」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang