Ramalan kuno menyebutkan bahwa suatu saat akan datang seorang manusia yang akan menjadi pengantin Eledor. Selama ratusan tahun, Eledor menunggu kehadiran wanita tersebut dengan penuh kesabaran. Akhirnya, penantian panjangnya terbayar ketika sang pen...
Dua hari kemudian. Pagi-pagi sekali kau berangkat ke titik kumpul, udara masih sejuk dan matahari baru saja mulai menyinari cakrawala saat kamu tiba di titik kumpul yang telah disepakati. Suasana pagi itu tenang, hanya ada suara burung berkicau dan angin yang meniup dedaunan. Kamu melihat Zeline sudah tiba lebih dulu, dengan ransel besar di punggungnya dan sebotol air di tangan.
"Hai, [Nama]!" sapa Zeline dengan semangat saat melihatmu datang. "Sudah siap?"
Kamu mengangguk sambil tersenyum. "Siap, meskipun masih sedikit gugup."
Zeline tertawa pelan. "Itu wajar. Nanti juga bakal terbiasa. Oh, lihat, Lefan datang!”
Kamu berbalik dan melihat Lefan berjalan mendekat. Lelaki bermata hijau itu mengenakan jaket tebal dan topi, dengan ransel yang terlihat berat di punggungnya. Dia melambaikan tangan ke arah kalian.
"Pagi, semuanya!" Lefan menyapa lengkap dengan senyuman ceria yang selalu tersungging di wajahnya. "Wah, kalian sudah siap semua? Bagus! Albern akan segera menyusul."
Kamu dan Zeline membalas sapaan Lefan dengan senyum. Tak lama kemudian, Albern muncul dengan ransel di bahunya, tampak sedikit tergesa-gesa.
"Maaf, agak terlambat," ucap Albern sambil tersenyum canggung. "Jadi, sudah siap semua?"
"Kita sudah siap sejak tadi," jawab Zeline. "Sekarang, tinggal briefing terakhir sebelum kita mulai pendakian."
Lefan membuka peta jalur pendakian dan menggelarnya di atas sebuah batu besar yang ada di sekitar tempat kalian berkumpul. Semua orang mendekat untuk melihat lebih jelas.
Lefan membuka peta jalur pendakian dan menggelarnya di atas sebuah batu besar yang ada di sekitar tempat kalian berkumpul. Semua orang mendekat untuk melihat lebih jelas.
"Oke, kita akan mulai dari basecamp di sini," Lefan menunjuk titik awal di peta. "Jalurnya lumayan menantang, tapi tidak terlalu sulit. Ada beberapa pos peristirahatan di sepanjang jalan, jadi kita bisa istirahat di sana kalau perlu."
"Kalian semua harus tetap dalam kelompok," lanjut Lefan dengan nada serius. "Jangan ada yang mencoba jalan sendiri, terutama kalau merasa capek. Kalau ada yang merasa lelah atau butuh istirahat, bilang saja. Ini bukan lomba, kita jalan bareng-bareng.”
Kamu, Zeline, dan Albern mengangguk tanda setuju.
"Oh, dan satu lagi," tambah Lefan dengan senyum di wajahnya, "jangan lupa menikmati pemandangan. Gunung ini punya spot-spot yang indah, jadi jangan terlalu fokus pada jalan sampai lupa melihat sekitar.”
Setelah briefing singkat itu selesai, kalian semua menyesuaikan ransel di punggung masing-masing. Albern memeriksa peralatan P3K yang dia bawa, sementara Zeline memastikan semua persediaan air kalian cukup. Lefan, sebagai pemimpin pendakian, mengatur langkah awal dan memastikan semua orang siap.
"Semua siap?" tanya Lefan.
"Siap!" jawab kalian serentak.
"Baiklah, ayo kita mulai pendakian ini!" seru Lefan dengan semangat.
Saat kalian mulai mendaki, suasana hening di sepanjang jalur terasa menenangkan. Pepohonan rimbun di sekitar memberikan perlindungan dari sinar matahari pagi yang semakin terik. Suara gemerisik dedaunan dan gemericik air sungai yang berada di dekat jalur menambah kesan alami pada perjalanan kalian.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Zeline yang berada di depanmu sesekali menengok ke belakang memastikan kamu baik-baik saja. "Masih kuat, kan, [Nama]?" tanyanya.
Kamu mengangguk sambil mengatur napas. "Aku … aku masih kuat, kok.”
Lefan yang berada di depan sebagai pemimpin kelompok terus memberikan arahan. “Kita akan sampai di pos pertama sekitar setengah jam lagi. Setelah itu, kita bisa istirahat sebentar dan minum air.”
Jalan setapak yang kalian lalui mulai menanjak, membuat langkah semakin berat. Albern yang berada di belakang memastikan tidak ada yang tertinggal. Sesekali dia bercanda untuk meringankan suasana. "Hei, setelah ini kita harus makan besar. Energi kita pasti terkuras banyak."
Zeline tertawa. "Kamu benar, Albern. Kita bawa bekal yang cukup, kan?"
Albern mengangkat jempolnya. "Tenang saja. Bekal kita lebih dari cukup.”
Lefan sesekali berhenti untuk memastikan rute yang kalian tempuh, sesekali menatap peta dan kompas di tangannya. “Medannya lumayan, ya. Tapi tenang, ini masih permulaan. Nanti di tengah perjalanan akan ada pemandangan yang luar biasa.”