"awan gelap menyembunyikan matahari, di balik penampilan yang tampak berat sering kali tersembunyi cahaya lembut yang menyinari. Kadang, yang tampak menantang menyimpan kehangatan yang belum terlihat, menunggu untuk ditemukan."
•••
"Woy!!" teriak rumi, mengejutkan Arunika dari konsentrasinya.
Gadis itu mendongak, menemukan empat pasang mata yang melotot ke arahnya. tentu saja itu Arumi dan temannya, Lily."Sholat!" perintahnya tegas. Arunika masih merasa tidak nyaman dengan kehadiran mereka.
Arumi dan Lily berdiri di sana dengan rapi mengenakan mukena, sambil memegang sajadah. Mereka terlihat sangat dekat dan tampak benar-benar seperti pengganggu. Mereka punya hobi yang sama, yaitu menertawakan Arunika. Gadis itu merasa mereka adalah tipe pembully yang suka menindas kaum lemah.
"Sholat aja, aku entar," jawab Arunika mencoba bersikap santai.
"Nggak, sekarang! Buruan, sudah azan nih!" Arumi semakin mendesak.
Arunika memutar bola mata, merasa tidak bisa menahan kekesalan. Namun, ia terlalu takut untuk melawan, jadi ia berusaha bersikap lembut. "Duluan aja, aku harus mengambil wudu di sumur."
"Aku punya air, pakai punyaku saja. Lily, pegang ini sebentar. Aku ke asrama dulu," kata Arumi, menitipkan sajadahnya kepada Lily. Beberapa saat kemudian, Arumi kembali dengan jerigen berisi air dan menyerahkannya kepada Arunika.
"Nih pake, jangan banyak alasan lagi" ujar rumi memberikan jerigen air dengan nada penuh penekanan
Arunika menelan ludah, ia benar benar tak lagi berkutik. Rumi...Bertapa gigihnya ia, bahkan mereka benar benar menunggu sampai arunika selesai berwudu dan mengenakan mukenanya. Tidak berselang lama kemudian arunika pun selesai dan siap untuk pergi ke mushola.
"Heh! Mana jerigen punyaku tadi?"tanya arumi dengan nada yg sengaja di keraskan. lily yang berada di sampingnya hanya tertawa melihat ekspresi konyol arunika. Melihat lily tertawa arumi pun ikut menertawakannya
"Dasar kampret!"batin arunika
"Aku tuh ngasih air nya doang, bukan sekalian jerigennya, kalo jerigennya aku kasih,nanti aku pake apa untuk nampung air" jelas Arumi
"Ah ya" arunika terlihat kikuk membuat keduanya semakin tertawa
Ayo lah... sebenarnya gadis itu pun tidak berniat mengambil jerigennya, ia tau arumi begitu cuma buat suasananya jadi lucu dan tidak bermaksud serius. Tapi bagi arunika lelucon itu tetap terasa sangat menyebalkan.
Dengan terpaksa, Arunika pun mengambil dan menyerahkan jerigen itu kepada rumi. Namun..
"Simpan aja dulu, nanti pulang habis sholat aku ambil"
"Nah tuh kan... beliau iniii"batin arunika dalam hati. Ia pun kembali meletakan jerigen keramat itu kedalam asramanya, tetapi tiba tiba arumi nyeletuk lagi
"Woy jangan ditaruh sembarangan, nanti hilang"
Arunika hanya menurut sambil menghela nafas. Kedua nya pun semakin tertawa kencang
"Ni! Orang berdua, apa ngga kesurupan. Receh amat, dari tadi perasaan ketawa mulu, bahkan waktu aku nonton BOBOHO, aja ga sampe segini" batin arunika.
Mengingat waktu ia masih kecil suka nonton film bocah botak yang jago karate, apakah ia lebih lucu dari pada bonoho?
Setelah memastikan jerigen itu aman damai sentosa barulah suasana menjadi tenang dan mereka pun pergi ke mushola menunaikan sholat magrib berjamaah.
Setelah melaksanakan sholat, suasana malam di pesantren terasa tenang dan damai. Angin lembut berhembus dari sela-sela jendela yang terbuka, membawa aroma segar dari kebun yang ada di luar. Langit malam dipenuhi bintang yang berkelip lembut, menambah ketenangan suasana.
Kegiatan dilanjutkan dengan murottal juz 30, seperti biasa. Semua santri duduk melingkar di ruang utama yang diterangi cahaya lampu remang-remang. Suara alunan murottal mengisi ruangan dengan ketenangan, seolah menyejukkan jiwa.
Setiap santri bergantian membaca satu ayat pendek dari Al-Qur'an. Ketika giliran Arunika tiba, suasana seakan melambat. Ia menerima mic dari Arumi yang duduk di sampingnya. Arunika sedikit ragu, wajahnya memerah karena malu, dan tangannya bergetar lembut. Dengan napas yang dalam, ia mulai membaca, "Bismillah..."
Namun, baru saja memulai, Arumi berbisik dengan nada yang mengusik ketenangan, "Kencangin dikit suaranya, ga kedengaran." Suara Arumi terdengar jelas di tengah keheningan.
Arunika merasa tertekan, seolah Arumi lebih cerewet daripada ibu-ibu. Dengan berat hati, ia menaikkan volume suaranya, berusaha membacakan ayat dengan lantang. Suara Arunika, meskipun sedikit bergetar, akhirnya memenuhi ruangan.
Setelah selesai, Arunika merasakan suasana mendadak hening. Sebagian besar santri terdiam, menatapnya dengan ekspresi yang sulit dibaca. Rasa canggung merayapi ruangan, seolah suasana tiba-tiba menjadi beku. Dengan perasaan malu, Arunika menyerahkan mic kembali ke sebelahnya
Orang di sebelah kirinya sempat bengong beberapa saat, lalu tersadar dan menerima mic dari tangan Arunika. Begitu orang itu mulai membaca bagiannya, suasana kembali normal, Arumi menepuk bahu Arunika dengan penuh semangat. Arunika berbalik untuk melihat, dan tiba-tiba Rumi mengacungkan jempolnya dengan semangat. Lily, yang berada di samping kanan Rumi, ikut memberi dukungan dengan senyuman lebar.
Seusai kegiatan murottal, dilanjutkan dengan sholat Isya berjamaah, dan para santri pulang ke asrama masing-masing. Arunika tidak lupa mengembalikan jerigen milik Rumi. Jam menunjukkan pukul 21.40, dan semua santri tertib tidur di posisi masing-masing.
...
Azan subuh mulai berkumandang. Arunika memang jarang menunaikan sholat subuh, seringkali karena malas bangun dan masih mengantuk. Ia menganggap alasan ini sah, terutama karena santri yang satu asrama dengannya pun seringkali seperti itu. Hanya beberapa yang pergi ke mushola. Meski kakaknya sudah membangunkannya, Arunika hanya duduk di kasur sebentar, dan setelah kakaknya pergi ke mushola, ia kembali melanjutkan tidurnya.
Namun subuh ini terasa berbeda. Selimutnya tiba-tiba ditarik oleh seseorang, dan Arunika terbangun dengan kesal. Ia mencoba menyesuaikan cahaya dan melihat pelaku yang mengganggunya itu. Arunika tidak percaya bahwa Arumi sampai sejauh ini.
"SHO.. LAT!!" teriak Arumi dengan semangat. Ia sudah rapi mengenakan mukena dan menenteng sajadah.
Arunika menyerngit dahi. "Duluan aja," jawabnya sambil merebahkan tubuhnya kembali di kasur dan menarik selimut.
Namun Arumi tidak membiarkan itu terjadi. Gadis itu menarik selimutnya lagi, kali ini juga menarik paksa tangan Arunika agar segera bangkit dari tempat tidur. Arunika menghentak dan melepas tangannya dari Arumi, lalu duduk dengan malas.
"Aku nggak punya air!" keluh Arunika.
"Ngga punya air terus, alasan banget," balas Arumi.
"Ya kan hilang, mau gimana lagi," jawab Arunika.
"Itu disitu apa?" tanya Arumi sambil menunjuk dengan ekspresi wajahnya. Benar, di sudut yang tidak jauh dari tempat tidur Arunika, ada tempat air yang bertulis namanya menggunakan tip-ex—itu memang miliknya, ia membuat tanda agar tidak hilang atau tertukar.
"Lah.. tadi nggak ada," jawab Arunika terkejut dan bingung.
"Sekarang udah ada kan? AMBIL WUDHU SANA!" perintah Arumi.
"Kayaknya cuma tempatnya aja sih, nggak ada air," kata Arunika mencoba mencari alasan lagi.
"Lagi?, sana lihat dulu," suruh Arumi.
Arunika berjalan untuk melihat, ternyata memang ada airnya.
"Tapi ini punya siapa airnya?" tanya Arunika.
"Ya ampun, banyak mikir ni orang. Pake aja! Pake aja, ambil wudhu cepat!" kata Arumi dengan nada tak sabar.
Arunika mau tidak mau menurut perintah Arumi dan segera beranjak untuk mengambil wudhu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sinar Dibalik Awan Gelap
Teen FictionArunika menghadapi banyak hal baru, ia mengalami kebingungan dan masalah emosional, serta kesulitan untuk terbuka karena sifatnya yang introvert dan cenderung tidak enakan. Saat bertemu Rumi, ia mulai mendapatkan dukungan untuk menghadapi tantangan...