"Di setiap langkah, jangan ragu bahwa ada dukungan yang tak terlihat dari orang-orang di sekitarmu. Mereka adalah pilar yang memberimu kekuatan untuk terus maju."•••
Hari pertama di ruang kelas A dimulai dengan suasana yang menegangkan. Sejak pagi, Arunika itu sudah merasa gelisah, dan semua yang terjadi hari itu hanya memperburuk kecemasannya. Setelah memasuki gerbang sekolah, dia langsung menuju ke ruang kelas yang baru. Suasana pagi di koridor sekolah terlihat ramai dan penuh warna; namun, baginya, keramaian itu hanya menambah rasa cemas yang mengganggu.
Langkahnya terasa berat saat melintasi koridor yang panjang menuju ruang kelas. Dia merasa seperti setiap langkah diukur dan diperhatikan oleh sekelilingnya. Ruang kelas A terletak di ujung koridor yang lebih tenang, jauh dari hiruk-pikuk siswa lain yang memenuhi ruang-ruang kelas di sekitar. Dengan hati-hati, dia membuka pintu kelas dan melangkah masuk.
Ruangan itu tampak sangat berbeda dibandingkan dengan ruang kelas sebelumnya. Dinding-dindingnya dipenuhi dengan poster-poster cerah dan dekorasi yang dirancang untuk membuat suasana belajar menjadi lebih menyenangkan. Meja-meja diatur dalam bentuk setengah lingkaran, seolah menunggu siswa-siswa baru untuk mengisi kursi-kursi yang tersedia.
Dia melirik sekeliling ruangan dengan cepat. Mengamati setiap sudut, dari papan tulis yang terletak di depan hingga jendela yang membiarkan cahaya matahari pagi masuk dengan lembut. Tempat duduk sudah ditentukan, posisinya di dekat jendela. yang membuatnya merasa terjepit antara keramaian di luar dan kewajiban di dalam kelas.
Gadis itu memilih duduk di salah satu kursi yang terletak agak jauh dari siswa-siswa lain. Dia merasa sedikit lebih tenang di sudut ruangan itu, meskipun secara tidak langsung merasa terasing. Ketika teman-teman sekelasnya mulai masuk dan mengisi kursi-kursi di sekitarnya, Arunika hanya menatap lurus ke depan, berusaha untuk tidak menghiraukan obrolan ringan dan tawa mereka. Suara-suara ceria dari mereka membuat suasana hati semakin berat.
Bel berbunyi menandakan mulainya orientasi hari pertama. Seorang guru dengan penampilan santai dan ramah memasuki ruangan. "Selamat pagi, bagaimana kabarnya?"
"Sehat!!"
"Siap belajar?"
"Jangan dulu belajar bu, perkenalan diri dulu, trus kita main... kan sekarang hari pertama" cetuk seorang siswa
"Oo perkenalan diri dulu ya.. hmm benar juga hahaha" guru itu kemudian mengambil spidol di tasnya dan menulis di papan tulis INDAH HANSARALIA, 2-1-1997 Jakarta
"Nah anak anak, ini nama ibu, indah hansaralia, saya akan menjadi wali kelas kalian untuk tahun ini." ujarnya memperkenalkan diri dengan ramah.
"Silahkan anak anak memperkenalkan diri masing-masing, mulai dari bangku sebelah situ"
Para siswa pun mengikuti instruksi yang di berikan mulai
Untuk Hari ini, kita akan melakukan beberapa kegiatan pengenalan, termasuk membagikan jadwal pelajaran dan membahas aturan-aturan kelas."
Arunika melihat dengan seksama saat Bu Indah membagikan jadwal pelajaran kepada setiap siswa. "Kalian akan mendapatkan jadwal pelajaran seperti ini," kata Bu Indah sambil menunjukkan jadwal di papan tulis. "Perhatikan waktu dan lokasi setiap mata pelajaran. Juga, hari ini akan ada sesi perkenalan dengan para guru mata pelajaran di ruang masing-masing."
Seorang siswa di barisan depan berbisik kepada temannya, "Jadi, ada sesi perkenalan dengan guru-guru juga ya, perasaan waktu smp ga gini si"
Siswa yang duduk di sebelahnya melirik ke. "Hmm iya juga. Oh ya, Aku belum tahu banyak tentang jadwalnya."
Arunika berusaha untuk tidak membuat interaksi terasa terlalu mengganggu.Ia mengambil catatan dan mulai mencatat jadwal pelajaran yg tertulis di papan tulis.
Saat Bu Indah berbicara, Arunika mencoba untuk fokus pada informasi yang diberikan, meskipun kepalanya terasa berat dengan semua informasi baru ini. Di sela-sela penjelasan jadwal dan aturan kelas, pikirannya melayang kembali ke masa-masa di pesantren. Ia teringat pada sahabatnya, Arumi, yang selalu ada untuknya di saat-saat sulit. Kenangan itu datang dengan jelas—tertawa bersama, berbagi cerita di malam hari, dan merasa aman dalam komunitas yang telah dia tinggalkan.
Waktu terus berjalan, Ketika memasuki waktu dzuhur, Bu Indah memberikan kesempatan bagi siswa-siswa Muslim untuk melaksanakan sholat. Arunika berdiri dengan tenang dan menuju ke masjid sekolah bersama beberapa teman sekelasnya. Di dalam masjid, dia merasa sedikit tenang dengan suasana yang khusyuk dan hening. Sholat zuhur dilakukan dengan penuh konsentrasi, memberikan momen sejenak untuk meredakan kecemasan dan mengumpulkan kembali ketenangan sebelum melanjutkan aktivitas sekolah.
Setelah sholat, ia kembali ke ruang kelas bersama murid lainnya yang juga selesai melaksanakan sholat perasaan sedikit lebih ringan.
Pelajaran dilanjutkan dengan berbagai kegiatan lain yang memerlukan interaksi kelompok. Arunika merasa semakin lelah secara emosional dengan setiap aktivitas yang melibatkan banyak interaksi sosial. Kegiatan seperti diskusi kelompok dan permainan kelas membuatnya merasa semakin kelelahan dan tertekan.
Saat jam istirahat, dia memutuskan untuk pergi ke kantin, berharap bisa menemukan sudut yang tenang untuk makan dan merenung. Namun, kantin penuh dengan siswa yang berbicara dan tertawa. Suasana yang meriah itu justru membuatnya semakin terasing. Dia memilih tempat duduk di sudut yang paling jauh dari kerumunan, berusaha menyembunyikan dirinya di balik punggung kursi dan meja.
Makanan di kantin tampak biasa saja, tetapi baginya, itu adalah pelarian sejenak dari situasi sosial yang menegangkan. Dia menyantap makanannya dengan cepat, berusaha agar tidak terlalu lama berada di sana. Meskipun ada beberapa siswa lain yang duduk di dekatnya, mereka tampaknya sibuk dengan obrolan mereka sendiri.
Di sela-sela makan, pikirannya melayang lagi ke pesantren. Rindu mendalam mulai mengisi hatinya. selama ini. Kenangan-kenangan itu membantunya merasa sedikit lebih kuat.
Setelah istirahat, pelajaran dilanjutkan dengan kegiatan kelompok lagi untuk memperakrab interaksi antar siswa. Ini adalah saat-saat yang paling menegangkan bagi Arunika, karena dia harus berinteraksi langsung dengan teman sekelompoknya. Ketika diminta untuk berdiskusi tentang proyek kelompok, dia merasa sulit untuk menyuarakan pendapatnya. Suara-suara teman sekelompoknya terasa terlalu keras dan mengganggu konsentrasi, dan dia merasa sulit untuk mengikuti percakapan. Arunika hanya bisa mengangguk atau memberikan jawaban singkat, berusaha sebaik mungkin untuk tidak menarik perhatian.
Saat menjelang sore, semua siswa mengikuti sesi olahraga. Di lapangan, berbagai permainan dan kegiatan dilakukan. Meskipun Arunika lebih suka mengamati dari pinggir lapangan, dia merasa bahwa suasana olahraga sedikit membantu mengurangi kecemasannya. Ketika bel sekolah berbunyi, menandakan akhir dari kegiatan hari itu, dia merasa sedikit lega.
Dia bergegas keluar dari ruang kelas dan menuju ke gerbang sekolah dengan cepat. Meskipun ada kerumunan siswa yang juga pulang, dia berusaha untuk tidak terlalu terlibat dalam interaksi sosial. Langkahnya terasa ringan saat dia akhirnya keluar dari area sekolah.
Sesampainya di rumah, gadis itu merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk ia merasa lelah setelah menghabiskan seharian berinteraksi dengan orang orang yang tidak ia kenal sama sekali. Setelah melepaskan lelahnya ia kembali menjalankan rutinitas Setelah selesai berganti pakaian, ia membantu sang ibu menyiapkan makan malam. Kemudian mandi. Dan melanjutkan kegiatan lainnya.
Ia menyusun jadwal untuk hari berikutnya dan memeriksa pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Kemudian, menyisihkan waktu untuk membantu ibunya merapikan dapur setelah makan malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sinar Dibalik Awan Gelap
Ficção AdolescenteArunika menghadapi banyak hal baru, ia mengalami kebingungan dan masalah emosional, serta kesulitan untuk terbuka karena sifatnya yang introvert dan cenderung tidak enakan. Saat bertemu Rumi, ia mulai mendapatkan dukungan untuk menghadapi tantangan...