Katanya, terlahir sebagai anak perempuan pertama itu, bebannya berat. Sebenarnya semua orang pasti punya beban masing-masing, tapi anak perempuan pertama yang biasanya Devano lihat itu benar-benar terlihat penuh beban.
Sejak kecil, Devina Adelia Syah Putri adalah seorang anak perempuan pertama yang tumbuh dengan harapan besar dari kedua orang tua nya. Menjadi peringkat pertama di sekolah, menjadi anak yang ramah dan rajin di rumah, lalu memiliki cita-cita tinggi yang harus direalisasikan dengan sungguh-sungguh.
Devina sungguh berhasil menjadi apa yang diharapkan oleh kedua orang tua nya. Padahal Devano Adelio Syah Putra, adiknya, tumbuh dengan santai tanpa beban harapan yang terlalu tinggi. Bermain, jajan sana-sini, dan tidur kapan saja kalau mengantuk. Tidak perlu memikirkan masa depan, cukup katakan apa yang dia mau dan kedua orangtuanya akan mengabulkannya.
Memang nampak sangat pilih kasih, tapi disisi lain, Devano juga iri dengan kakaknya yang sempurna itu. Dia hanya anak dengan kecerdasan rata-rata, pemalas, dan manja (waktu SD). Sampai saat kelas lima SD, ayah Devano meninggal dunia karena kecelakaan. Walaupun harta warisan yang ditinggalkan ayah mereka cukup banyak, tapi ibu mereka tetap memutuskan untuk terus bekerja keras mencari nafkah.
Lalu beberapa bulan setelah nya Devano yang sedang bermain bersama Devina di kamarnya menemukan selembar kertas bertuliskan, "kalo gak bakal jadi kriminal, udah gue bakar sekolah dari kemaren!"
Tulisannya sangat jelas walau sudah dicoret-coret. Dan Devano mulai merasa penasaran dengan Devina yang saat itu hobinya hanya mengajak Devano nonton film di TV. Saat itu Devina kelas 2 SMP, memang apa yang terjadi sampai Devina mau membakar sekolah?
Setelah itu, Devano mulai menyadari kalau Devina tidak sesempurna saat dia masih SD. Anak itu jadi suka malas-malasan sambil nonton film, lalu nilai raport nya menurun walau tidak sampai dibawah 5 besar, dan lagi, ibu mereka jadi semakin sering memarahi Devina. Lalu Devano pun kembali menemukan selembar kertas yang sepertinya jatuh dari tumpukan sampah kertas Devina saat Devina mulai menduduki bangku SMA. Kertas itu berisi, "Kalo ngebunuh halal, udah gue bunuh semua orang yang bikin gue kesel!"
Ada satu fakta yang bahkan baru Devano ketahui saat Devina sudah di tahun terakhir SMA. Saat itu, ada seorang teman Devina yang sering datang berkunjung ke rumah mereka setiap akhir pekan sejak Devina SMP. Namanya Melanie, dia anak berkulit sawo matang dengan tinggi badan yang hampir sama dengan Devina. Namun setelah hari itu, Melanie tidak pernah datang lagi.
Setelah itu Devano jadi paham, kalau di sekolah, teman yang selalu ada untuk Devina cuma Melanie. Dan hari itu adalah hari terakhir Melanie ada di dekatnya, dengan santainya Devina bilang kalau Melanie mau pindah ke luar kota esoknya.
Anehnya di hari-hari berikutnya Devina tidak pernah menunjukkan kalau dia sedih. Dia justru mulai berani mengutarakan pendapatnya, apa yang dia suka, apa yang dia mau, semuanya. Kesukaannya adalah tidur, dia bilang itu hobinya sejak lama, dan yang dia mau adalah diam tanpa gangguan di kamarnya. Ibu mereka sering marah karena sikap Devina yang semakin dewasa malah semakin kekanak-kanakan. Tapi jujur saja, semua yang ibunya minta pasti dilaksanakan oleh Devina, walau ibunya harus bilang apa yang harus Devina lakukan karena sejak dulu Devina bukanlah orang yang peka.
Lalu setelah lulus SMA, Devina dengan terus terang mengatakan kalau cita-citanya bukan lagi menjadi dokter, cita-cita itu sudah pupus sejak awal masuk SMA katanya. Lalu dia bilang dia tidak mau kuliah kalau bukan di UT (Universitas Terbuka). Sebenarnya alasannya sederhana, karena Melanie yang ternyata masih berhubungan secara online dengannya bilang kalau dia akan kuliah di UT.
UT yang merupakan kuliah berbasis online, membuat Devina jadi selalu ada di rumah. Semua pekerjaan rumah pun diserahkan kepadanya. Sedangkan ibunya sibuk menjalankan bisnis katering.
...
"Lo tau, kan? Katanya kalo semakin sering ketemu, jadi semakin tau busuknya.." tanya Devano santai.
"Hah? Maksud Lo si Dephin jadi makin keliatan busuk?" Tanya Fikri sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Bukan, Fik.. maksud gue, Karena Dephin yang lebih sering di rumah, ketemu ibu gue tiap hari, jadi ibu gue tuh liatnya jadi kayak pengangguran.."
"Oh.. kesian ya.."
"Makannya.. apalagi hobi nya ngedekem di kamar, kagak punya temen offline lagi.. soalnya si Melanie masih di luar kota.. cuma Randa doang yang bisa akrab sama dia.."
"Randa? Kok?"
"Iya.. gue juga heran, kalo ada Randa tuh anak jadi kegirangan sendiri.. untung Randa sabar nanggepin dia.."
"Lo Deket sama Randa udah lama banget ya?"
"Kagak.. baru pas MOS SMA.."
"Hah? Baru setahun??"
"Iya.. jalan dua tahu lah.."
...
Devano memasuki kamarnya dengan perasaan yang cukup lega karena telah meluapkan kegelisahannya dengan Fikri tadi. Suasana rumah sudah tenang karena ibunya sudah tidur begitu pula Devina.
Sambil merebahkan tubuhnya di atas kasur, Devano mulai membuka selembar kertas yang lagi-lagi dia temukan di depan pintu kamar Devina. Isinya coretan tidak jelas, ada nama-nama orang asing, lalu judul-judul film dan drama Korea terbaru. "Emang agak nih anak.." gumam Devano yang masih terus membaca setiap detail tulisan-tulisan absurt kakak nya.
"Kalo bunuh diri gak bikin gue masuk neraka, gue udah bunuh diri dari kemaren!!!"
Lagi-lagi tulisan horor macam ini. Devano pun menghela nafas berat, dan melempar kertas itu ke sudut kamar setelah meremasnya sekuat tenaga.
...
Sekian cerita dari Devano dan Devina..
Malem ini Fikri cuma jadi cameo yang kerjanya mikir sama ngitung doang..
Haha..
Kata Fikri, "met malem.. mimpi indah kawan!"...
![](https://img.wattpad.com/cover/349879095-288-k78653.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
KAKAK ♡
Teen FictionKakak P*k*n Adek b*c*t Temen l*kn*t ♡ Everybody.. Cerita ini asli karangan, bukan bermaksud memprovokasi ataupun menyinggung pihak manapun. Semoga yang baca suka ya.. ~Fikri