HAPPY READING
03
Tidak mengherankan setiap Felix terbangun dari tidurnya di pagi hari dia selalu merasa dalam keadaan kosong dan hampa.
Tak seorangpun diizinkan untuk tinggal atau bahkan bermalam dengannya. Felix telah berbaring dan melihat sekeliling ruangan itu untuk kesekian kalinya, matahari terbit dan tenggelampun ia tak tahu. Dia tidak punya banyak pekerjaan, karena dia terkunci di sebuah kamar tanpa jendela.
Felix hanya bisa pergi ketika akan ke kamar mandi. Rantai di kakinya di potong semakin pendek sehingga dia tak bisa mencapai pintu sendiri. Pergelangan kakinya sakit karena rantai yang terus-menerus bergesekan dengan kulitnya dan itu menyakitkan, dan sebagian besar dari kakinya sudah mati rasa.
Kulitnya merah dan mengelupas, itu mengingatkannya pada saat dia usia delapan tahun dulu, Felix senang melihat teman-temannya bermain dengan skateboard, dia lalu memohon kepada orang tuanya agar mereka membelikannya satu. Ketika Felix baru saja belajar cara menggunakan skateboard, dia kehilangan keseimbangan dan jatuh tersungkur di atas aspal.
Lengan, tangan, dan kakinya terluka, berdarah dan dia pulang dengan tergesa-gesa, air mata membasahi wajahnya karena rasa sakit yang dia peroleh.
Ibunya membantunya membersihkan luka itu, Ibu Felix tidak pernah mempertanyakan apa yang terjadi, dia bersenandung dengan nada gembira saat dia membersihkannya.
Felix merindukannya, dia adalah malaikat di Bumi, pelindungnya.
Felix kehilangan ibunya karena bunuh diri, dia mengalami depresi selama bertahun-tahun dan Felix tidak tahu yang sebenarnya terjadi dengan ibunya. Ibunya tampak baik-baik saja, dia tidak pernah terlihat sedih atau tertekan.
Ayahnya mencoba untuk menyembuhkan sang Ibu, dia melakukannya dengan sangat baik, Ayahnya menjaga sang Ibu, tapi Felix juga bisa melihat kalau perasaan Ayahnya hancur berantakan.
Jadi Felix mulai mengobrol dengan Ayahnya, setiap hari, memastikan Ayahnya baik-baik saja.
Saat itulah Felix memutuskan menjadi seorang dokter untuk orang-orang mengalami gangguan psikologi, dia ingin menyelamatkan siapapun, jadi tidak ada orang yang harus mengalami apa yang pernah dia dan keluarganya alami.
Felix mendengar pintu terbuka dan mendongak untuk melihat Minho, dia perlahan masuk, "Aku tidak seharusnya berada di sini. Bang Chan bilang begitu, tapi aku ingin melihatmu. Apa kau baik-baik saja. Suara-suara itu tidak mau diam, mereka selalu menyebut tentangmu."
Felix memperhatikan laki-laki itu duduk di ujung tempat tidurnya, "Jangan khawatir Lino tidak ada di sini."
Felix mengangguk, "Aku ingin pulang."
"Kamu di rumah." Kata Minho, memiringkan kepalanya ke samping.
Felix menggelengkan kepalanya, "Ini bukan rumahku. Aku tidak tinggal di sini."
Minho mendecakkan lidahnya, "Kami adalah keluargamu sekarang."
"Keluarga? Itu lucu, karena kalian tidak akan mengerti apa yang disebut dengan keluarga, padahal kalian tidak punya." Felix mendengus.
Minho tertawa ringan, "Aku pernah punya yang kamu sebut dengan keluarga itu, mereka tidak mengakuiku dan membawaku ke rumah sakit. Kenapa? Karena mereka tidak bisa menangani seseorang yang sangat mirip dengan Ibunya sendiri. Kamu pernah bertanya bukan, kenapa aku mendengar suara-suara? Kenapa suara-suara itu mengatakan apa yang ingin mereka katakan, semua itu karena keluargaku. Kepingan-kepingan kenangan yang mengerikan tentang perlakuan keluargaku membuatku marah dan semua terpendam dalam alam bawah sadarku. Lino melindungiku dari mereka, dia akan muncul ketika keadaan menjadi sangat buruk. Keluargaku akan memberitahuku banyak hal sepanjang waktu, kamu harus begini, begitu, ini salah, itu benar, memerintah, membentak, mengasari dan saat itulah suara-suara itu mulai berbunyi."
YOU ARE READING
Strangers from Hell
FanfictionFELIX-HYUNJIN-JEONGIN-BANGCHAN-MINHO-SEUNGMIN ⚠⚠WARNING⚠⚠ Rated: X-Adults Only [21+] Genre: Fanfiction, Psychological, Mature, Medical, Thriller Tags: #smut, #mentalillness, #hardcore, #bdsm, #gore, #polyamory, #dark, #reversible, #violence, #abusiv...