Empat Belas

232 55 11
                                    

NO EDIT

"Jadi lo gak ada cerita sama sekali ke Nino pas si legendaris Bu Irene ini muncul lagi?"

Wendy memberikan pertanyaan ke Seulgi begitu Seulgi selesai menceritakan rentetan kejadian beberapa bulan yang lalu. Wanita itu tidak langsung menjawab pertanyaan sahabatnya. Dia memilih mengalihkan fokus ke pemandangan di luar cafe sembari mengaduk-aduk matcha lattenya. Sempat memikirkan juga kejadian beberapa hari yang lalu karena Irene tidak memberikan respon lanjutan sama sekali.

"Gi?"

"Nino gak perlu tau gak sih?" Tanya Seulgi balik. "Pertama, Nino gak tau mantan gue sejatinya yang mana orangnya. Maksud, ya dia tau dulu gue pernah ada jalin hubungan sama perempuan, tapi dia gak tau itu siapa. Kedua, ya buat apa? Gue sama dia sampai sekarang bisa baik-baik aja. Pernikahan kita baik-baik aja. Yang kemarin kan udah jadi kemarin."

Biasanya Wendy dengan mudah bisa meyakini ucapan Seulgi, tetapi untuk kali ini dengan bahasa tubuh Seulgi yang cukup abu-abu membuat Wendy bimbang untuk percaya.

"Dan gue fikir, dengan kemarin dia dateng ke nikahan gue, dan udah bilang I'm happy for you ya itu end game buat kita. Dia akhirnya bisa nerima sebagaimana gue mau dia begitu."

Wendy yang mendengar sampai menghela nafas panjang.

"Tapi jujur ya, gue denger cerita lo itu gila banget sih. Maksud gue, kok bisa? Dulu emang kalian ngapain aja sih? Bu Irene itu emang paket lengkap banget ya, jujur aja nih gue. Dengan kalian putus lima tahun tapi dia masih di titik yang sama tuh super wow sih." Kata Wendy yang terheran bukan main.

Seulgi terdiam sejenak sebelum membalas, "Mungkin karena kemarin gue kasih dia harapan tapi gue juga yang hempasin harapannya. Gak ada seharipun gue gak nyesel Wen."

"Maksud?"

"Ya kalau aja gue bisa punya mesin waktu, atau apapun itu yang bisa bikin gue balik ke masa lalu, gue gak mau kenal sama dia. Gue ga mau deket sama dia. Gue gak mau dateng ke kehidupannya. Gue gak mau bikin hidupnya tambah berat."

Pernyataan itu dengan jujur Seulgi utarakan. Penyesalan yang ia bawa selama ini. Rasa bersalah yang menghantui setiap hari tanpa absent sedikit pun. Bahkan dikondisi seperti sekarang pun perasaan itu masih menghantui.

"Lo jangan jadi nyalahin diri sendiri dong," Wendy menjadi khawatir. "Biar gimanapun juga gue, Kai sama Sehun juga ambil andil atas interaksi kalian. Jangan salahin diri sendiri."

"Ya terus pertanggung jawaban atas situasi ini emang mau dilimpahin ke siapa?" Tanya Seulgi yang tidak bisa Wendy jawab cepat.

Wanita berambut pirang itu jadi bingung untuk menanggapi. Alhasil dia hanya kembali mengajukan pertanyaan lain, "Selain gue, Kai atau Sehun tau soal cerita ini?"

Terlihat Seulgi menggelengkan kepala.

Wanita itu menyenderkan bahunya ke sandaran kursi. Menatap cincin kawinnya sebelum berkata, "Semenjak dia balik gak ada satupun orang yang gue ceritain selain lo sekarang."

Kalimat itu terasa menyakitkan untuk Wendy dengar. Bagaimanapun juga perpisahan Seulgi dan Irene tentu juga memberikan dampak bagi Seulgi. Wendy yang menjadi saksi mata bagaimana sahabatnya itu kesulitan bukan main untuk melanjutkan hari-harinya.

"Lo tau lo bisa cerita ke gue kapan pun dan tentang apapun kan?" Ucap Wendy dengan tulus, "Gue minta maaf dulu banyak kalimat gue yang nyakitin lo tentang hubungan lo yang dulu. Gue dari dulu cuman gak mau lo ngerasa bebannya bertambah. Gak mau lo kenapa-kenapa."

"Tau... Gue tauu." Sambar Seulgi cepat saat dia menyadari sahabatnya ini sedang mengkhawatirkannya.

"Gak perlu khawatir sekarang. Semua yang udah kejadian kemarin biar jadi history. Sekarang gue berharap rumah tangga gue kedepannya baik-baik aja, begitupun dia dengan siapapun nanti itu orangnya."

What Do You Want?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang