Tujuh Belas

222 51 10
                                    

NO EDIT








"Kak?"

Panggilan itu seketika menarik kesadaran Irene. Lamunan ketidakwarasannya buyar. Dia melihat Seulgi yang tersenyum usai memakaikannya sabuk pengaman.

"Jadi sekarang kakak tinggal dimana ya? Ini aku harus ke daerah mana?" Tanya Seulgi yang kedua tangannya sudah siap di kemudi.

Irene sendiri masih mengatur nafasnya dan menata kembali kesadarannya. Berusaha membuang jauh lamunan buruknya.

"Kak?"

"Oh iya kenapa?"

Reaksi Irene yang bingung malah membuat Seulgi heran.

"Kakak kok keliatan gak fokus gitu sih?" Tanyanya dengan penasaran. Akan tetapi Irene langsung memberikan gelagat kalau dia baik-baik saja. Dia lalu mengatur maps menuju apartemen miliknya di head unit mobil Seulgi.

"Udah aku setting ya mapsnya. Maaf ngerepotin." Kata Irene yang dibalas senyuman simpul oleh Seulgi.

Di sepanjang jalan Seulgi sesekali mengajak Irene berbicara, untuk hal serius seperti meminta saran untuk bisnis, sampai ke hal-hal remeh temeh yang mereka temui di jalanan. Sampai Irene tiba-tiba bertanya perihal,

"Kamu sama Nino dulu gimana ketemunya?"

Pertanyaan tersebut tidak Seulgi sangka akan Irene tanyakan. Seulgi sejatinya sebisa mungkin tidak menyinggung soal Nino di depan Irene karena dia masih menghargai perasaan mantannya yang satu ini. Tetapi jika Irene yang berani bertanya, maka Seulgi akan menjawab.

"Dulu ketemunya pas aku magang. Aku magang di kantornya, trus dia jadi mentor aku." Jawab Seulgi yang masih hati-hati.

Irene memasang mimik wajah yang biasa saja. Dia justru kembali bertanya, "Trus dia jadi orang satu-satunya setelah aku kemarin?"

"I...iya," Seulgi melirik sebentar ke arah Irene, merasa aman, dia lalu melanjutkan ucapannya. "Cuman dulu ya gak langsung deket. Cukup lama prosesnya buat aku. Sampai akhirnya bisa pacaran terus mutusin buat ke jenjang lebih serius..."

Irene mendengarkan tetapi matanya menatap ke pandangan kota di luar. Sampai akhirnya ada kalimat yang memancingnya untuk menatap balik ke arah Seulgi.

"... Kakak sendiri sekarang gimana progressnya?"

Pertanyaan itu sangat menarik perhatian Irene. Tetapi dia dengan gestur acuh menjawab, "Enjoy aja kayak gini sekarang."

"Gak mau coba buka hati?" Tanya Seulgi yang membuat Irene berfikir dalam diamnya.

"Gak ada salahnya untuk coba kak. Aku mau kakak raih kebahagiaan yang seutuhnya."

"Bahagiakan gak musti harus sama seseorang juga." Sambar Irene yang justru terdengar ketus.

Seulgi hanya bisa menoleh sebentar ke samping sebelum menghela nafas dan kembali fokus menatap jalanan. Kondisi di dalam mobil menjadi hening setelahnya. Seulgi menjadi enggan untuk bersuara, sama halnya dengan Irene.

Sampai mereka akhirnya tiba di dekat tower apartemen Irene berada. Irene lantas bersiap-siap untuk turun, "Kamu berhenti di depan aja, gak perlu sampai muter depan lobby."

Seulgi tidak menjawab, tetapi dia kemudian menepikan mobilnya di tepi jalan dekat pintu masuk utama. Akan tetapi diamnya Seulgi seperti tidak terlalu dihiraukan. Baru ketika Irene hendak keluar dan pintu mobil masih terkunci, Irene baru menyadari mimik wajah Seulgi berubah.

"Pintunya masih ke kunci." Kata Irene yang justru dibalas oleh Seulgi dengan hal lain.

"Kakak marah ya sama obrolan aku tadi?" Tanya yang lebih muda.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

What Do You Want?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang