CH-22

394 25 0
                                    

Mata yang awalnya terpejam kini perlahan terbuka. Hal pertama yang ia lihat adalah ruangan dengan nuansa serba putih. Ia mencoba mengingat-ingat kenapa ia bisa ada di ruangan yang sangat familiar baginya. Ah, ia ingat sekarang. Ternyata ia tadi mengalami kejang bahkan hingga harus dilarikan ke rumah sakit.

Ia mengalihkan pandangan ke arah samping kiri saat merasakan tangan kanannya di genggam oleh seseorang. Itu adalah Liana, ibu dari kakak kelasnya yang bernama Nalan, sedang tidur dengan menelungkupkan kepalanya di tangan kiri kaza.  Kenapa Tante Liana ada disini? Begitu pikirnya. Namun itu semua tak bertahan lama saat ia merasakan pergerakan dari Liana. Ia memasang senyum manis saat Liana juga kini memandangnya.

"Kaza udah enggak papa nak? Atau ada yang sakit? Biar mama panggilkan dokter ya." Liana sudah akan memencet tombol nurse call jika saja suara Kaza tak terdengar.

"Mama?" Beo Kaza yang masih dapat didengar oleh Liana.

Liana segera tersadar akan ucapannya barusan. Entah mengapa ia secara spontan memanggil dirinya dengan sebutan mama di hadapan Kaza. Namun, tidak ada salahnya kan? Kaza adalah anak kandungnya dan wajar jika Kaza harus mengetahuinya. Namun, saat ini ia tidak ingin memaksa. Ia tidak ingin anaknya semakin merasa tertekan karena fakta yang baru diketahui ini.

"Eh, maaf ya nak. T-tante enggak sengaja manggil diri Tante begitu." Liana rasanya sakit saat menyebut dirinya dengan sebutan Tante. Namun ia berusaha untuk tidak memperlihatkannya pada Kaza.

"Orang tua Kaza dimana Tante? Kok Tante yang ada disini, bukan ibu sama ayah?" Pernyataan yang sebenarnya dari tadi bersarang di kepalanya. Kemana ayah dan ibunya? Apakah mereka tidak tahu dirinya berada di rumah sakit? Namun itu tidak mungkin terjadi. Pasti Omanya akan memberitahu orang tuanya.

Liana yang mendapat pertanyaan seperti itu mendadak menjadi mengingat kejadian 3 jam lalu saat mereka tiba di rumah sakit.

Perdebatan jelas saja terjadi antara kedua belah pihak yang ingin menemani Kaza di ruang rawatnya.

Nindya yang tidak memperbolehkan sang anak ditemani oleh orang lain dan Liana yang juga menginginkan hal yang sama. Namun, setelah Vedrick memohon kepada Jackson, barulah Nindya mau mengalah. Ia ingin egois, namun ia sadar bahwa Kaza adalah milik mereka sesungguhnya. Dirinya hanyalah orang yang sudah membesarkan sang anak.

Melihat Liana yang termenung dengan pandangan kosong, membuat Kaza dengan lembut menyentuh pipi Liana. Liana yang mendapat sentuhan tak terduga itu langsung tersadar. Rasanya ia ingin menangis saat pertama kali tangan itu menyentuh pipinya. Rasanya nyaman dan hangat. Liana menggenggam tangan Kaza yang masih berada di pipinya. Tanpa sadar bahkan air matanya sudah mengalir di pipi. Ia bahagia, sungguh. Meskipun hanya sentuhan biasa bagi orang lain, namun sangat istimewa untuk Liana.

"Orang tua Kaza ada kok. Mereka lagi di luar nungguin Kaza." Liana mengusap air matanya saat Kaza melepas genggamannya dengan lembut.

"Kok mereka enggak masuk? Kenapa malah Tante yang temenin Kaza?" Tentu saja Kaza bingung. Tidak biasanya orang tuanya tidak langsung menemuinya saat tahu bahwa ia di rumah sakit. Bahkan dulu, Jackson pernah meninggalkan rapat hanya karena mendapat telepon dari Nindya bahwa Kaza jatuh di halaman belakang dan lututnya berdarah. Sesayang itu memang orang tuanya padanya. Namun mengapa saat begini orang tuanya tidak datang dan malah orang lain yang menungguinya hingga sadar.

"Kaza mau dengar cerita enggak? Bukannya menjawab pertanyaan Kaza, Liana justru menawarkan untuk menceritakan sebuah cerita.

Awalnya Kaza terlihat bingung, namun dengan ragu kepalnya mengangguk. Dengan anggukan tersebut, Liana merubah posisi Kaza yang awalnya berbaring menjadi setengah duduk. Ia menarik nafas dalam-dalam sebelum memulai ceritanya.

"Lima belas tahun yang lalu, ada sebuah keluarga yang begitu menantikan kelahiran sang anak kedua. Anak pertama mereka yang saat itu berusia dua tahun bahkan begitu bersemangat untuk menyambut kehadiran sang adik. Hingga saat memasuki usia tujuh bulan, sang ibu tiba-tiba mengalami pendarahan. Katanya, bayi yang berada di dalam kandungan bahkan nyaris meninggal. Namun, dengan berkat tuhan bayi itu akhirnya lahir dengan selamat. Meskipun harus berada di ruang inkubator karena masalah kesehatannya. Sang ibu yang saat itu mengalami koma karena operasi Caesar yang tidak direncanakan. Begitu sadar, ia justru mendapat kabar yang dapat menghancurkan dunianya saat itu. Anaknya menghilang bahkan saat ia belum pernah menemui anaknya. Sang ibu bahkan hampir depresi jika saja tidak ingat dengan anaknya yang lain. Maka,saat keluar dari rumah sakit ia langsung mengurung diri di dalam kamar bayi yang sudah disediakan. Lima belas tahun berlalu, namun pencarian terhadap bayi tersebut tak juga berujung. Namun, tiba-tiba saja tuhan memberikan petunjuk melalui anak pertama. Anak itu bernama Nalan. Ia bertemu dengan sang adik saat temannya membully adiknya yang belum diketahui. Setelah di selidiki ternyata anak tersebut hidup dengan keluarga yang sangat sayang padanya. Setidaknya sang ibu merasa sedikit lega karena sang anak hidup dengan layak tanpa ada kekurangan. Maka, dengan modal nekat ibu tersebut mengambil anak tersebut secara diam-diam dan melakukan tes DNA tanpa sepengetahuan siapapun.Dan kini terbukti bahwa anak itu memang adalah anak dari seorang ibu yang kehilangan anaknya."

"Dan anak itu ada disini sekarang..."
Liana menggenggam tangan Kaza yang masih terasa panas. Ia cium tangan yang ia genggam dengan sayang. Sedangkan Kaza yang masih mencerna ucapan Liana memasang wajah bingung.

Anak yang ditemui Nalan saat temannya membully anak tersebut? Itukan pernah terjadi pada dirinya. Apakah itu dirinya? Tapikan ia punya ayah dan ibu.

"Disini? Kan disini cuma Kaza sama Tante." Kaza meliarkan pandangannya dan memang benar hanya mereka berdua yang berada di ruangan ini.

Ia semakin bingung saat Liana menunjuk dadanya yang terdapat baju rumah sakit. Jelas ia bingung dengan maksud Liana.

"Ini adalah anak yang dulu pernah hilang. Anak yang sangat dirindukan oleh orang tuanya. Anak yang begitu di nanti-nantikan oleh orang tuanya."

"Kok Tante nunjuk Kaza. Aku kan punya orang tua."

"Kaza itu anaknya mama dan papa nak. Kaza adalah anak yang dinanti-nanti oleh mama dan papa. Yang selalu dinantikan oleh Abang Nalan."

Kaza terlihat semakin bingung. Ini sebenarnya hanya bercanda atau apa? Ia jelas-jelas punya orang tua dan Abang. Kenapa Tante Liana malah mengatakan hal tersebut.

"Tante lagi bercanda ya? Kan Kaza punya ayah dan ibu sama Abang. Mungkin Tante salah orang."

"Tante gak boh-

"Kaza!" Suara Nindya memotong pembicaraan Liana. Kaza segera mengalihkan tatapannya kepada Nindya yang kini sudah merentangkan tangan di sebelah kanannya.

"Ibu kok lama datangnya!" Kaza berseru saat telah masuk ke dalam dekapan hangat sang ibu. Sedangkan Liana yang melihat hal tersebut merasa tertampar akan kenyataan.

Ia mundur perlahan untuk menghampiri Vedrick yang berdiri di ambang pintu meninggalkan ibu dan anak yang seharusnya menjadi miliknya. Ia menangis di pelukan sang suami setelah keluar dari ruangan rawat Kaza.

"Aku ingin egois mas hiks.."

KAIVAN HARZA LEONARD (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang