BAB 2

39 18 7
                                    

"Ikuti alurnya saja?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ikuti alurnya saja?"

***

Siang itu, udara kota masih terasa begitu segar, seolah embun pagi enggan pergi sepenuhnya. Deretan pohon mahoni di sepanjang jalan memayungi pejalan kaki dengan rindang, menciptakan lorong hijau yang teduh.

Celine berjalan tanpa tujuan yang pasti, langkahnya pelan, pikirannya melayang di antara kenyataan saat ini dan bayangan masa lalu yang samar namun gigih menghantuinya. Kenangan tentang kalung misterius yang entah dari mana datangnya, serta sosok pria bermata biru yang muncul sekilas di benaknya, terus menari-menari dalam pikirannya.

Kakinya mulai terasa pegal setelah berjalan cukup lama. Ia mencari tempat teduh dan menemukan sebuah taman kecil yang tampak damai di tengah keramaian kota. Di bawah teduhnya pohon beringin tua yang rindang, ia mendudukkan diri di sebuah bangku taman kayu yang terlihat kokoh.

Di sekelilingnya, anak-anak bermain dengan riang. Ada yang belajar mengayuh sepeda roda dua untuk pertama kalinya, sesekali terhuyung. Ada sekelompok anak laki-laki asyik dengan bola plastik mereka, tawa dan teriakan memenuhi udara. Tak jauh dari sana, seorang anak kecil menangis meraung-raung, merengek meminta es krim pada ibunya.

Senyum tipis terukir di wajah Celine menyaksikan pemandangan itu. "Indah," gumamnya pelan, merasakan sedikit kedamaian merayap masuk ke dalam hatinya, terpesona oleh kesederhanaan kebahagiaan di depannya.

Tiba-tiba, suara seseorang yang familier membuatnya sedikit terkejut, memecah lamunannya. "Indah banget ya, Mbak?"
Celine menoleh. Matanya membulat sedikit saat mengenali wajah di depannya. Tukang paket yang tadi pagi mengantarkan kalung misterius itu! Ia berdiri tidak jauh dari bangkunya, tersenyum ramah.

"Maksud saya, pemandangan kayak gini memang bikin hati adem," lanjut pemuda itu, senyumnya semakin lebar. "Tadi pagi Mbaknya kelihatan murung, sekarang udah bisa senyum. Pasti ada kenangan indah di taman ini ya, Mbak?"

Celine hanya tersenyum tipis lagi, berusaha mengendalikan ekspresinya agar tidak terlihat terlalu ramah atau terlalu dingin. "Enggak juga," jawabnya singkat. Ia kembali mengalihkan pandangan ke arah anak-anak yang bermain.

"Nama Mbak Celine kan?" sapa pemuda itu lagi, suaranya terdengar lebih yakin sekarang.

Celine menoleh sebentar, tatapannya sedikit curiga. "Dari mana kamu tahu?" tanyanya tanpa menunjukkan minat yang berlebihan.
"Dari paket yang saya antar tadi pagi, Mbak," jawab pemuda itu jujur sambil menggaruk kepalanya yang jelas-jelas tidak gatal, gerak-gerik yang canggung namun entah kenapa terlihat lucu.

"Oh," gumam Celine, singkat. Ia terdiam sejenak, menimbang-nimbang sesuatu di benaknya, sebelum akhirnya memutuskan untuk langsung bertanya. "Siapa kamu?"
Pemuda itu tersenyum, senyum yang agak canggung kali ini. "Saya Faja. Faja Elano," ujarnya memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan kanannya, menunggu dibalas.

UDUMBARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang