Seraphine terbangun dengan kepala berdenyut. Ia mengerjapkan mata, membiasakan diri dengan cahaya matahari yang menerobos celah-celah dedaunan. Semalam, setelah berjam-jam berkeliaran di kota, ia akhirnya menemukan sebuah taman kecil dan memutuskan untuk tidur di sana.
Ia bangkit perlahan, meringis saat merasakan tubuhnya yang kaku. Tidur di bangku taman ternyata jauh berbeda dengan ranjang lembutnya di Avalon. Seraphine menepuk-nepuk gaunnya yang semakin kusut, berusaha merapikannya sebisa mungkin.
Perutnya keroncongan, mengingatkannya akan roti pemberian penjual baik hati kemarin. Kali ini, ia tak punya apa-apa untuk dimakan.
"Baiklah, Seraphine," gumamnya pada diri sendiri. "Kau harus mencari makanan dan... tempat tinggal."
Dengan langkah gontai, ia keluar dari taman. Jalanan sudah ramai, dipenuhi orang-orang yang bergegas ke tempat kerja mereka. Seraphine berjalan perlahan, matanya awas mencari kesempatan.
Aroma manis menggelitik hidungnya. Ia menoleh, melihat sebuah kafe kecil di ujung jalan. Seraphine mengintip dari jendela, melihat orang-orang menikmati sarapan mereka. Air liurnya hampir menetes melihat makanan lezat di atas meja.
Memberanikan diri, ia masuk ke dalam kafe. Seorang pelayan menghampirinya dengan senyum ramah.
"Selamat pagi, mau pesan apa?"
Seraphine menelan ludah. "A-aku... tidak punya uang. Tapi aku bisa bekerja. Apa ada yang bisa kubantu di sini?"
Senyum pelayan itu memudar, digantikan tatapan iba. "Maaf, kami tidak butuh pekerja tambahan saat ini."
"Kumohon," Seraphine memohon, suaranya bergetar. "Aku hanya butuh makanan. Aku akan melakukan apa saja."
Pelayan itu tampak ragu, tapi kemudian menghela napas. "Tunggu sebentar."
Ia menghilang ke dapur, lalu kembali dengan sepiring roti dan segelas susu. "Ini, makanlah. Tapi setelah ini, kau harus pergi, oke?"
Mata Seraphine berkaca-kaca. "Terima kasih banyak. Kau sangat baik."
Ia melahap sarapannya dengan cepat, takut pelayan itu berubah pikiran. Setelah selesai, ia berterima kasih sekali lagi sebelum keluar dari kafe.
Dengan perut terisi, Seraphine merasa lebih kuat untuk menghadapi hari. Ia berjalan menyusuri trotoar, matanya mencari-cari kesempatan lain.
Tiba-tiba, sebuah poster menarik perhatiannya. 'Dibutuhkan: Penyanyi untuk pertunjukan jalanan.' Seraphine tersenyum. Ini dia! Di Avalon, ia terkenal dengan suaranya yang merdu.
Dengan semangat baru, ia menuju ke alamat yang tertera di poster. Sebuah taman kota yang ramai, dipenuhi berbagai pertunjukan jalanan.
"Permisi," Seraphine mendekati seorang pria yang tampak sibuk mengatur para penghibur. "Aku ingin mendaftar sebagai penyanyi."
Pria itu menoleh, alisnya terangkat melihat penampilan Seraphine yang kusut. "Kau yakin, Nona? Ini bukan pekerjaan mudah."
Seraphine mengangguk mantap. "Aku bisa bernyanyi. Beri aku kesempatan."
Pria itu mengangkat bahu. "Baiklah, tunjukkan padaku apa yang bisa kau lakukan."
Seraphine menarik napas dalam-dalam, lalu mulai bernyanyi. Suaranya yang merdu mengalun lembut, membuat orang-orang di sekitarnya berhenti dan menoleh.
Pria itu terperangah. "Wow, suaramu... luar biasa! Baiklah, kau diterima. Tapi kau harus ganti baju dulu. Aku punya beberapa kostum di van."
Seraphine tersenyum lega. Setidaknya ia punya pekerjaan sekarang.
Selama beberapa jam berikutnya, Seraphine bernyanyi di taman. Suaranya yang ajaib menarik banyak penonton. Koin-koin berjatuhan ke dalam topinya.
Namun, bernyanyi di dunia manusia ternyata jauh berbeda dengan di Avalon. Tanpa kekuatan sihirnya, Seraphine harus berusaha lebih keras untuk menjaga suaranya tetap merdu. Tenggorokannya mulai terasa sakit.
Saat matahari mulai terbenam, Seraphine akhirnya selesai. Pria yang mempekerjakannya tersenyum puas.
"Kerja bagus! Ini bagianmu," ia menyerahkan sekantong koin pada Seraphine.
Seraphine menerimanya dengan tangan gemetar. Uang pertamanya di dunia manusia.
"Terima kasih," ucapnya tulus. "Apa... apa aku bisa kembali besok?"
Pria itu mengangguk. "Tentu! Datanglah pukul 10 pagi."
Dengan hati yang lebih ringan, Seraphine meninggalkan taman. Kini ia punya uang, tapi masih butuh tempat tinggal.
Ia berjalan tanpa tujuan, hingga akhirnya tiba di sebuah gedung tua. Sebuah papan di depannya bertuliskan 'Penginapan Murah'.
Dengan ragu, Seraphine masuk. Seorang wanita tua menyambutnya di meja resepsionis.
"Ada yang bisa kubantu, Nak?"
"A-aku butuh kamar," Seraphine berkata pelan. "Yang paling murah."
Wanita itu menatapnya sejenak, lalu tersenyum lembut. "Baiklah. Kami punya kamar di loteng. Tidak besar, tapi cukup nyaman."
Seraphine mengangguk. "Aku ambil itu."
Setelah membayar, Seraphine dibawa ke kamarnya. Ruangan kecil dengan satu ranjang sempit, sebuah meja, dan jendela kecil yang menghadap ke jalan.
"Terima kasih," ucap Seraphine pada wanita tua itu.
Setelah sendirian, Seraphine duduk di tepi ranjang. Air mata yang sedari tadi ditahannya akhirnya tumpah.
Ia menatap ke luar jendela, melihat kerlip lampu kota yang mulai menyala. Begitu berbeda dengan cahaya kunang-kunang di Avalon.
"Aku bisa melakukan ini," bisiknya pada diri sendiri. "Aku harus bertahan."
Seraphine berbaring, tubuhnya yang lelah segera terlelap. Dalam tidurnya, ia bermimpi tentang hutan-hutan Avalon, tentang teman-teman perinya, dan tentang kehidupannya yang dulu.
Keesokan paginya, Seraphine terbangun dengan tekad baru. Ia harus belajar lebih banyak tentang dunia manusia ini.
Setelah bersiap-siap, ia turun ke lobi penginapan. Wanita tua pemilik penginapan menyapanya ramah.
"Selamat pagi, Nak. Tidur nyenyak?"
Seraphine mengangguk. "Ya, terima kasih. Um, maaf... boleh aku bertanya sesuatu?"
"Tentu, ada apa?"
"Aku... aku baru di kota ini. Apa ada tempat di mana aku bisa belajar lebih banyak tentang... kehidupan di sini?"
Wanita tua itu tersenyum lembut. "Ah, kau bisa pergi ke perpustakaan kota. Di sana banyak buku yang bisa membantumu. Atau kau bisa mengikuti kursus di pusat komunitas."
Seraphine mencatat informasi itu dalam hati. "Terima kasih banyak. Anda sangat membantu."
"Sama-sama, Nak. Oh, dan jika kau butuh pekerjaan tambahan, aku selalu butuh bantuan untuk bersih-bersih di sini."
Mata Seraphine berbinar. "Sungguh? Aku akan dengan senang hati membantu!"
Dengan hati yang lebih ringan, Seraphine melangkah keluar penginapan. Hari baru telah dimulai, dan ia siap menghadapi tantangan berikutnya dalam usahanya beradaptasi dengan dunia manusia.
Meski masih banyak hal yang harus dipelajari dan diatasi, Seraphine tahu ia telah membuat langkah besar. Dari peri yang kebingungan di hari pertama, kini ia mulai menemukan pijakannya di dunia baru ini.
"Satu langkah sekaligus," gumamnya pada diri sendiri, melangkah mantap menuju hari barunya di dunia manusia.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐞𝐫𝐚𝐩𝐡𝐢𝐧𝐞: 𝐓𝐚𝐥𝐞 𝐨𝐟 𝐓𝐰𝐨 𝐖𝐨𝐫𝐥𝐝𝐬
Fantasy(Recommended) Di dunia peri yang penuh dengan keajaiban dan pesona, seorang peri muda bernama Seraphine secara tidak sengaja terperangkap dalam portal misterius yang membawanya ke dunia manusia modern. Tanpa kekuatan magisnya dan terjauh dari tanah...