Chapter - 2

8 3 0
                                    

Happy Reading...

~

~

~

"Varo, jangan bertindak terlalu cepat atau lo yang nyesel nantinya." sergah Arkan cepat.

Alvaro terdiam, ada benarnya juga kalimat yang keluar dari mulut Arkan. Dirinya tidak boleh terlalu cepat bertindak. Ia mengambil satu batang rokok, lalu menghidupkannya. Saat ingin menghisapnya, sejenak ia menatap sebatang rokok itu.

"Anjing!" ia membuang rokok itu ke bawah, lalu menginjak nya. Alvaro membuang nafasnya dengan kasar.

Arkan yang mengerti terhadap perilaku Alvaro seperti itu, memilih untuk diam saja.

"Gue tau lo masih nggak percaya sama bukti CCTV kemarin yang di kasih sama Felicia." Arkan membuka suara. "Lo tau sendiri kan, Felicia gimana orangnya?" lanjut Arkan.

"Nggak usah bawa-bawa Felicia." Tutur Alvaro sambil menatap tajam ke arah Arkan. "Dia nggak ada hubungannya sama masalah ini." lanjut Alvaro berucap.

"Orang yang baik di depan, belum tentu baik di belakang." Celetuk Arkan. "Gue ke toilet sebentar." Arkan pun melenggang pergi.

Alvaro sedikit penasaran, untuk siapa ucapan Arkan tadi? Sesaat kemudian, ia menggelengkan kepalanya. "Nggak penting." monolog nya pelan.

Alvaro memutar arah ke dinding pembatas rooftop. Ia melihat ke bawah, ternyata semuanya masih melakukan baris-berbaris di lapangan.

Pandangannya tertuju pada seorang gadis yang minggu-minggu ini mengganggu pikirannya. "Benci. Itu satu kata dari gue buat lo, Alina." kata Alvaro serius.

"Gue yakin, bukti di CCTV itu adalah kesalahpahaman."

Alvaro langsung menoleh ke belakang saat mendengar suara seseorang. Ah, ternyata itu adalah Alvino, abangnya.

"Tau darimana lo, kalau itu cuma kesalahpahaman doang?" Tanya Alvaro.

"Feeling gue yang bilang." sahut Alvino.

Alvaro hanya memutar bola matanya malas. Sebenarnya dia juga merasakan hal yang sama seperti Alvino.

"Oh iya, Alina sekolah karna—

"Udah tau." Sambung Alvaro cepat memotong ucapan Alvino yang belum terselesaikan.

"Bagus lah, kalau lo udah tau."

~~~~~

Saat ini, semua siswa tengah memasuki kelasnya Masing-masing. Akibat kegiatan baris-berbaris yang  lama, membuat mereka mengeluh karna lelah setelah berdiri selama 30 menit.

Alina sudah duduk di kursinya. Seperti biasa, ia duduk sendiri, tidak ada teman sebangku. Seisi kelas, menatapnya dengan tatapan yang sama. Tatapan benci.

Iya, bukti CCTV itu sudah tersebar setelah tiga hari kejadian itu. Dan itulah sebabnya kenapa orang-orang tidak mau berteman dengannya.

Terlihat guru sudah masuk ke dalam kelas. Pertanda jam pelajaran pertama akan di mulai.

Selama mengikuti kegiatan belajar, aman aman saja. Hingga saatnya, Alina merasakan pusing di kepalanya. Awalnya ia mengira ini hanyalah pusing biasa. Tetapi, lama kelamaan, pusingnya semakin terasa hingga membuat pandangan Alina sedikit memburam.

ALVARO JUANDA FRANKLYNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang