.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.
Jungkook manatap lurus ke luar jendela kamarnya. Seolah tak mau melewatkan setiap rintik dari hujan salju yang mulai turun perdana pada penghujung bulan November. Musim dingin sudah datang diawali dengan hujan badai beberapa minggu lalu, dan sekarang giliran salju yang datang untuk menggeser posisi hujan. Perubahan alam yang paling dibenci Jungkook adalah turun hujan dan turun salju. Tiga tahun lalu silam karena ulah mereka berdua, mala petaka menghampiri Jungkook yang malang.
"Apa kau sedang menghitung salju yang jatuh?"
Jungkook tetap bergeming, meski jelas ia tahu jika kakak perempuannya yang bernama Maesha datang membawakannya secangkir cokelat hangat untuk bekal dirinya mengarungi mimpi buruknya nanti malam. Bahkan sampai pada Maesha mengerang marah yang entah apa sebabnya, pun Jungkook masih diam mematung menatap hujan salju yang semakin deras. Sepertinya besok pagi Jungkook akan punya kegiatan baru, yaitu menggaruki tumpukan salju di halaman rumahnya. Itu juga kalau salju menunjukkan tanda-tanda untuk berhenti turun.
"Auwwww." Akhirnya Jungkook bersuara juga setelah terdiam dalam hening di tengah ributnya hujan salju. Hujan salju adalah satu-satunya hal yang Jungkook benci dan sukai secara bersamaan. Di tengah hujan salju tiga tahun lalu, Jungkook mengalami kecelakaan sehingga mengakibatkan dirinya mengalami kerusakan pada gendang telinganya. Jungkook menjadi cacat pendengaran setelah kecelakaan tunggal yang ia alami tepat di malam natal. Tapi hujan salju juga lah yang menjadi hal paling disukai Jungkook saat ini. Salju yang turun, mau sederas apapun tidak akan pernah menimbulkan suara berisik. Setidaknya Jungkook tidak sendirian dalam satu hal ini. Ia bukan satu-satunya orang yang tidak dapat mendengarnya.
Maesha mengambil cokelat hangat yang sempat ia letakkan di atas nakas. Akan tetapi karena adik sambungnya itu tak lekas mengambilnya, akhirnya Maesha pun mengambilnya kembali dan langsung menyodorkannya tepat di depan mulut Jungkook yang masih terus menggerutu sakit sebab lengannya yang dicubit oleh Maesha.
"Mau sampai matahari terbit dari barat pun, kamu juga tidak akan pernah bisa mendengarkan suara dari salju yang jatuh ke tanah."
Jungkook mendapatkan tegukan cokelat hangatnya yang pertama. Begitu sangat hangat hingga lambungnya pun juga terasa hangat. Dan senyuman itu. Maesha hanyalah saudara sambung, seorang saudara yang selalu dikabarkan akan menjadi batu sandungan Jungkook kelak di kemudian hari. Perebutan hak warisan. Jungkook nyaris gila memikirkannya. Tapi sekeras apapun Jungkook berkeinginan membenci Maesha, Jungkook selalu gagal. Jungkook tak mendapatkan alasan yang tepat untuk bisa membenci Maesha seperti yang disarankan oleh beberapa keluarga terdekat Jungkook.
"Aku hanya ingin menikmati ke sialan dan ke beruntunganku saja Nunna..." Ucap Jungkook seraya maraih cangkir cokelat yang masih berada di dalam genggamannya Maesha. Meminumnya sendiri hingga tandas dan lalu memberikan kembali cangkir kosong itu pada Maesha setelah isinya habis.
"Aku kecelakaan karena badai salju tiga tahun lalu, dan mengakibatkan aku yang kehilangan pendengaran. Duniaku mendadak sepi dan sunyi. Harusnya aku senang karena tak ada suara-suara yang berisik suka menghasutku untuk pergi meneruskan kuliah ke Ausie. Tapi aku menjadi seperti orang yang sendirian di tengah keramaian Nunna... Dan itu lah yang aku benci. Namun ketika hujan salju itu turun lagi sekarang setelah pendengaranku hilang. Aku merasa beruntung. Karena ternyata bukan hanya aku saja yang tidak dapat mendengar suara jatuhnya, tapi semua orang."
Maesha hanya tersenyum, sembari mangut-mangut. Matanya yang bulat memendar dan mendapati alat bantu Jungkook untuk mendengar tergeletak di lantai dekat dengan ranjang baju kotor. Jungkook memang benci ketika dirinya tak bisa mendengarkan suara-suara lagi. Tapi Jungkook lebih benci ketika ia harus menggunakan alat bantu dengar. Pendengarannya jauh lebih menjadi sensitive. Dari jarak jauh pun Jungkook sudah bisa mendengarkan kebisingan. Dan itu sangat mengganggu. Tiga tahun menjadi tuna rungu. Tak lantas membuat dunia Jungkook jadi kiamat. Hanya saja, itu semakin membuat geram saudara-saudara dekat Jungkook yang khawatir jika Maesha akan menguasai seluruh harta warisan peninggalan Ayah Jungkook karena Jungkook yang tidak kompeten.
"Tidurlah. Besok siang akan ada guru tutor yang akan datang menemanimu belajar."
Kali ini Jungkook merengut. Ia jelas bisa mendengar apa yang diucapkan oleh Maesha. Jungkook masih bisa mendengar dengan jarak 1cm, yang berarti orang itu harus berbicara tepat didekat telinga Jungkook. Tentu itu bukanlah hal yang membuat nyaman untuk dilakukan pada semua orang. Dan sejauh ini hanya Maesha yang dapat diterima Jungkook.
Maesha mendorong Jungkook dengan menggunakan kakinya. Menyuruhnya segera naik ke atas kasur dan segera berangkat tidur. Jungkook harus segera menyelesaikan gelar pertamanya dan setelah itu Maesha akan mengirim Jungkook secara diam-diam ke perancis untuk melanjutkan gelar selanjutnya di sana. Di perancis ada suami Maesha yang bernama Aziq Aldrich. Maesha akan merasa lebih aman jika Jungkook berada di perancis, bukannya di Ausie. Setidaknya Maesha bisa menengok Jungkook tiga bulan sekali di sana tanpa ada ganggugan dari kerabat Jungkook.
"Kau tahu Jungkook?! Terkadang aku berpikir. Kenapa bukan aku saja yang kecelakaan dan menjadi cacat rungu. Agar aku tidak lagi bisa mendengarkan omongan dari para saudara-saudaramu yang haus akan harta dan kekuasaan. Tidak mendengar lagi mereka berbicara buruk tentang aku dan juga Mama. Dan juga tidak mendengar lagi mereka yang terus berbicara jahat tentangmu."
Jungkook terus mengomel. Ia hendak bangkit dan mengambil alat bantu dengarnya, tapi Maesha sudah lebih dulu mematikan lampu utama kamar Jungkook. Ini bukan tentang Jungkook yang tak bisa mendengar Maesha berbicara apa. Nunnanya itu sering berbicara racau dan random, sehingga terkadang Jungkook merasa percuma mendengarkannya bicara. Tapi kali ini berbeda. Jungkook melihat Maesha menangis. Dan Maesha bukan typical orang yang mudah menangis.
"YAK MAESHA NUNNA..... Jangan membuatku terlihat bodoh!" Tak tahu apa sebabnya, Jungkook tiba-tiba juga ikut menangis. Melihat Maesha yang menitikkan airmatanya, hati Jungkook menjadi sesak. Ketika semua saudaranya mengatakan jika Maesha dan mamanya menikah hanya demi harta ayah Jungkook. Pada kenyataannya hanya ada Maesha dan mamanya sekarang yang berada di sisi Jungkook tanpa menuntut dan tanpa memojokkan.
Jungkook mengantarkan tidurnya dengan mata yang sembab dan pipi yang basah. Sepertinya mimpi buruknya malam ini akan semakin buruk. Orang yang ia sayangi tiba-tiba menangis malam ini di depannya. Dan Jungkook yakin itu karena dirinya. Itulah sebabnya, Jungkook mencoba membuat dirinya seolah menghilang. Ia tak mau jika Taehyung juga seperti Maesha. Yang akan sedih dan menyalahkan dirinya, karena Jungkook kecelakaan saat hendak menuju ke rumah Taehyung untuk merayakan malam natal waktu itu.
Terkadang menghilang tanpa kabar terlihat lebih realistis. Selama bisa menerima situasi salah paham. Karena kesalah pahaman akan menjadi pondasi utama. Selama kuat menghadapinya, maka selamat atas ketenangan yang akan kalian miliki.
Seperti yang dilakukan oleh Jungkook saat ini. Rela mengubur mimpinya dan mengorbankan cinta pertamanya. Hanya demi agar dirinya tak semakin terluka dan juga tidak membuat orang lain juga ikut terluka karenanya.
.
.
.To be continued