04: Keheningan Setelah Badai

39 10 1
                                    

Waktu seolah berhenti saat itu juga. Suara dentuman keras bergema di sepanjang jembatan, menggema dalam kepala Yeonjun seperti lonceng kematian. la berdiri terpaku, melihat tubuh Soobin yang terhempas ke jalanan dengan keras, sementara mobil yang menabraknya terus melaju sebelum akhirnya berhenti di kejauhan.

Segala hal terasa tidak nyata, seperti adegan dari mimpi buruk yang tidak pernah ia bayangkan. Tubuh Soobin terbaring tak bergerak di atas aspal dingin yang mulai ditutupi oleh salju. Darah yang mengalir dari tubuhnya membentuk genangan merah yang mencolok di antara putihnya salju. Yeonjun berusaha menggerakkan tubuhnya untuk mendekat kesana, namun kakinya terasa sangat berat, seolah tertancap ke tanah.

Matanya tidak bisa lepas dari sosok yang kini tak lagi memberikan rasa aman itu.
"Soobin.." bisik Yeonjun, suaranya nyaris tak terdengar di antara gemuruh darah di telinganya. "Soobin... bangun.." Namun, tak ada jawaban. Soobin tetap terdiam, tanpa tanda-tanda kehidupan. Sesuatu dalam diri Yeonjun hancur pada saat itu, seolah-olah tali terakhir yang mengikatnya pada kenyataan terputus.

Dengan langkah gemetar, Yeonjun akhirnya bergerak, mendekati Soobin. Ketika ia berlutut di sampingnya, tangannya dengan hati-hati menyentuh pipi Soobin yang mulai dingin. Air mata mengalir tanpa henti dari mata Yeonjun, jatuh ke wajah Soobin yang damai dalam diamnya.

"Kamu bilang kamu akan bersamaku," bisik Yeonjun, suaranya pecah di antara isak tangis.

"Kamu tidak boleh meninggalkanku, Bin... tolong jangan tinggalkan aku.."

Namun, Yeonjun tahu jauh di dalam hatinya bahwa Soobin telah pergi. Soobin yang selalu ada untuknya, yang selalu mendengarkannya, yang mencintainya dengan cara yang tak pernah diungkapkan, kini sudah tiada. Rasa bersalah menyerangnya seperti ombak, membawanya tenggelam dalam kesedihan yang tak terhingga.

Dalam keadaan panik dan tak tahu harus berbuat apa, Yeonjun mengeluarkan ponselnya dan dengan tangan gemetar, ia menelepon ambulans. Saat ia menunggu, waktu seolah melambat meninggalkannya dalam keheningan yang mengerikan.

Yeonjun duduk di sana, memeluk tubuh Soobin, berusaha untuk menghangatkannya meskipun tahu itu tidak akan mengubah apa pun. Di dalam pikirannya, suara Beomgyu masih terus berbicara, tetapi kali ini, suara itu tidak memberikan kenyamanan. Sebaliknya, suara itu mengingatkannya pada kenyataan yang paling menyakitkan, bahwa ia kini benar-benar sendirian.

.

To Be Continued.

At The Border Of Sanity and InsanityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang