DISHONESTY

193 59 16
                                    

Sudah tahu bagaimana caranya menghargai karya ini? Jika kalian suka lalu membacanya, tinggalkan jejak di sini karena ada banyak hal yang saya relakan sehingga naskah ini dapat kalian baca dengan percuma.

Silent readers adalah sosok paling egois di dunia literasi. Karena mereka hanya mau menerima tanpa memberi. Ini bukan perihal keikhlasan, melainkan caramu menghargai karya orang lain.

Naskah ini bukan hanya sekadar suara berisik dari kepalaku, tapi juga ide yang kukembangkan dengan bersusah payah.

Rate mature dan beberapa harsh words. Jika bacaan seperti ini bukan selera bacaanmu, maka jangan mampir kemari. Bijaklah dalam memilih bacaan!

TWELVE
🔸🔸🔸
.
.
.
.
.


"Bagaimana mereka bisa hilang, Harry?!!" sentak Rose penuh emosi.

Kepala pelayan di rumah Pevensie itu sedang berjalan dengan langkah cepat menuju kamarnya lalu mengunci pintu dari dalam.

"Saya tidak tahu, Rose. Seharusnya mereka masih ada di dalam rumah. Saat saya hendak mengunjungi mereka, saya tak melihat siapapun di rumah itu," jawab Harry tak kalah panik di sana.

"Temukan mereka secepatnya, atau Tuan Jungkook akan memotong lehermu!" ujar Rose. Dia mematikan sambungan panggilan dengan Harry segera sebab dia harus menghubungi majikannya untuk memberi laporan.

Namun, panggilan yang ia lakukan selalu gagal sebab Jungkook sedang berada di sebuah pulau yang tak terjangkau oleh sinyal internet.

Rose yang memang mengetahui jika Jungkook sedang berbulan madu dengan istri mudanya itu pun semakin kalut sebab itu berarti, majikannya itu tidak sedang berada di London.

"Apa yang harus kulakukan sekarang?" gumam Rose masih dengan kepanikan yang menyelimuti dirinya.

Sementara Jungkook di negara yang berbeda, dia tak tahu jika Harry telah kecolongan sehingga Oliver dan Dylan berhasil kabur. Dia masih menikmati waktu berharganya bersama Ara.

Keduanya masih bergulung di dalam selimut padahal sinar matahari sudah mulai menampakkan diri di ufuk timur.

"Ini sudah pagi?" ucap Ara dengan suara khas bangun tidur.

"Ya. Kapal akan datang jam delapan nanti," jawab Jungkook.

Ara menggeliat beberapa detik sebelum ia memutuskan untuk bangun. Ditahannya selimut tebal itu untuk menutupi bagian dadanya. Bukan karena dia merasa malu pada Jungkook, melainkan karena hawa dingin.

Wanita itu menunduk untuk melihat lengan Jungkook yang tengah memeluk pinggangnya. Tubuhnya juga bergeser karena pria itu merangkul semakin erat.

"Ayo, kemas tendanya. Supaya saat kapal datang, kita bisa langsung pulang. Aku juga tak mau orang lain melihat kekacauan yang telah kita buat semalam," ucap Ara sambil memegangi lengan Jungkook.

Pria itu bergumam ketika menyetujui ajakan Ara. Namun, tangannya sedang bergerak nakal masuk ke dalam selimut lalu meremas tumpukan lemak yang terbungkus kulit putih susu milik Ara.

Terdapat beberapa bercak merah di sana akibat ulah Jungkook semalam. Mengingat malam panjang yang telah mereka lalui bersama, Ara tersenyum simpul.

Sejujurnya, Ara tak mengerti dengan perasaannya sendiri. Dia tak pernah jatuh cinta pada lawan jenis seumur hidup. Di masa muda, dia sudah bekerja dan fokus berkarir sehingga dia melewatkan fase yang mungkin dirasakan oleh para remaja.

TWILIGHT RHYMESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang