Rasa

23 1 1
                                    

"Huh!!" Suaraku kelelahan,
Karena baru saja berlari di sepanjang koridor sekolah, suasana diluar sudah cukup sepi karena para siswa sudah memasuki kelasnya masing-masing, hanya derap langkah kaki ku saja yang terdengar bergema mengisi ruangan. Pagi tadi pembagian kelas sudah diumumkan di mading, aku belum sempat melihatnya Karena terlalu banyak orang yang berdesakan disana. Ira memberitahu ku bahwa aku sekelas dengannya, mendengar hal itu aku sangat senang. Ku putuskan untuk pergi ke kantin terlebih dahulu, saat bel berbunyi aku tidak melihat Ira dimana-mana. Aku langsung mencarinya, mungkin ia sudah pergi ke kelas duluan. Teledornya aku tidak bertanya kepadanya dimana kelas kami, aku langsung bergegas menuju gedung sekolah mencari kelas ku. Tak terpikirkan oleh ku untuk bertanya kepada guru piket saking paniknya. Akhirnya aku menemukan kelas yang ku yakini adalah kelas ku, aku masuk ke dalam dan tidak menemukan Ira dimana pun. Aku bingung dan bertanya kepada salah satu siswi yang duduk di dekat pintu,
"Permisi mau tanya, apakah ini kelas nya Ira?"tanyaku,
"Ira?" ucapnya bingung,
Ia menggelengkan kepala lalu mengatakan sesuatu dengan ragu,
"Hmm..kalau tidak salah Ira kelasnya yang sebelah"
"Oh..kalau gitu terimakasih"ucapku sambil berusaha tersenyum,
Tak heran jika siswi ini mengenalnya, ketika masa pengenalan ia begitu aktif berkenalan dengan banyak orang. Selagi belum ada guru, aku bergegas pergi keluar menahan rasa malu, 'Ih..malu banget!! Gak lagi deh ngelakuin hal itu..huaaa..'

Kulihat di jendela bahwa sudah ada seorang guru yang masuk, mau tidak mau aku harus masuk, Ku buka pintu dan melangkah masuk,
"Assalamualaikum, permisi Bu... mohon maaf saya terlambat masuk" ucapku,
Seketika semua orang didalam kelas menatap ku,
"Waalaikumsalam, oh..iyaa gapapa, tapi sebagai hukumannya kamu harus memperkenalkan diri dulu, soalnya temen-temen kamu gak ada yang mau maju nih.."ucap Bu guru,
Mau bagaimana lagi memang aku yang salah, 'aku harus berani bismillah' memang hal wajar jika murid baru harus memperkenalkan diri di hari pertama masuk sekolah.
Aku langsung mencium tangan Bu guru dan berdiri di depan kelas menghadap teman-teman yang lain, 'Akhirnya ada penyelamat juga' pikir ku ketika semua pasang mata menatap kearah ku, aku melihat Ira yang sedang menatap ku sambil menahan tawa, 'awas yaa...Ira!!' aku memelototinya memberi peringatan, tapi ia tidak menghiraukan ku, ia malah mengejekku dengan mengulurkan lidahnya. Aku semakin kesal dibuatnya.
"Tolong diperhatikan ya anak-anak" ucap Bu guru,
Mereka semua mengangguk,
"Ayo dimulai!" ucap Bu guru lagi kepadaku,
"Assalamu'alaikum wr.wb. Perkenalkan nama saya Naladhipa Arunika, kalian bisa memanggilku Nala. Saat ini saya mondok di Pondok Pesantren Al-Munawar Salafiyah, salam kenal semuanya.. senang bertemu dengan kalian" ucapku sambil tersenyum,
"Salam kenal juga, Nala" ucap mereka semua,
"Beri tepuk tangan buat Nala, Nala sekarang kamu boleh duduk" ucap Bu guru,
Mataku berkeliling mencari tempat duduk yang kosong, Ira melambaikan tangan dan mengajak ku duduk bersama. Aku menghampirinya dan langsung memukul-mukul lengannya pelan, ia masih terus menertawakan ku, 'dasar saudara tidak berperi kemanusiaan'
"Iraa..udah dong!, kamu mah gitu ah" ucapku pura-pura ngambek,
"Iya-iya, maaf. Lagian kamu aneh, darimana aja coba? Malu gak tuh huhu" ucapnya,
"Dih gitu, aku yang harusnya tanya kamu darimana? Aku nyariin tau"ucapku,
"Lah kok gitu? Bukannya kamu yang pergi ninggalin duluan"jawab Ira heran,
"Hah? Kayaknya terjadi ke salah pahaman nih" ucapku,
"Iya deh gapapa, kita kan sodara haha" ucapnya sambil cengengesan,
Aku terdiam sambil menatapnya aneh.

Kami pun fokus kembali mendengarkan Bu guru didepan. Guru itu adalah wali kelas ku, namanya Bu Linda. Ia memberi tahu kami tentang jadwal pelajaran dan jadwal piket. Bu Linda juga menyuruh kami untuk membuat organisasi kelas. Saat itulah mataku bertemu dengan matanya, dia yang tiba-tiba maju ke depan mencalonkan diri sebagai ketua kelas. Mataku tak mau berkedip melihatnya. Dengan tegasnya dia memaparkan visi dan misinya, meyakinkan kami bahwa dia pantas untuk posisi itu, aku seolah tersihir oleh kata-katanya. Dia memiliki suara yang unik, kulitnya putih bersih, hidupnya mancung, dan sepertinya Tuhan memang menciptakannya untuk terus tersenyum manis seperti itu. Wajahnya tidak asing lagi bagiku. Ya, dia adalah santri baru yang saat itu aku temui di rumah Pangersa Ummi. Dia yang mengucapkan bai'at bersamaku dan Ira di hadapan keluarga kami. Waktu itu aku tidak terlalu memperhatikannya, tapi hari ini aku menyadari bahwa aku sudah menyukainya di hari pertama kami bertemu. Namanya Devanka Aksara, ia dipanggil Devan. Tapi aku lebih suka dengan nama belakangnya 'Aksara', lebih menggambarkan sosok dirinya yang begitu unik. Aksara adalah tulisan yang mana memiliki arti tersendiri bagi ku, sesuatu yang menyatukan dan mengenalkan manusia satu sama lain. Sebuah huruf, bunyi, vokal, angka dan juga nama yang memiliki sejuta makna. Aku tak menyangka akan bertemu dengannya lagi, kami menjadi teman sekelas. Pasalnya santri dan santriwati tidak boleh ada interaksi satu sama lain. Sekolah menjadi satu-satunya sarana yang bisa ditoleransi. Dan hanya disini, di kelas inilah aku bisa selalu bertemu dengannya. Seolah takdir mempertemukan kami dengan begitu indahnya. Ketidaksengajaan yang menumbuhkan perasaan yang tak tahu harus ku sebut apa? Dan suatu kebahagiaan untukku bisa mengenalnya. Hari ini banyak sekali berbagai macam rasa yang aku alami dalam hidup.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 31 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Beautiful Light Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang