Kututup buku harian yang baru saja selesai ku baca, kemudian ku simpan ke dalam sebuah lemari kitab. Sudah menjadi rutinitasku sebelum tidur untuk menulis dan membaca buku harian. Buku yang selalu menemaniku di penjara suci ini. Tempat mencurahkan segala isi pikiranku. Aku adalah salah satu santriwati pondok pesantren Al-Munawar Salafiyah. Usiaku 17 tahun, di sekolah aku merupakan siswi kelas XII Ibnu Nafis. Sudah beberapa tahun aku tinggal di asrama, sekarang adalah tahun terakhirku menjadi murid Aliyah. Banyak pelajaran dan pengalaman yang aku dapatkan disini.
Suara pintu Kobong terbuka membuyarkan lamunanku,
"Belum tidur, Nal?"tanya seseorang yang baru saja masuk
"Masih belum ngantuk nih"jawabku
"Jangan terlalu malam tidurnya nanti susah bangunnya"ucapnya menasehati sambil menyiapkan kasur untuk tidur,
"Hmm..."gumamku
"Yeh, dibilangin teh gitu kamu mah. Aku duluan yaa... nggak tanggung jawab loh kalau kamu sampai dita'zir" ucapnya lagi dengan bahasa Sunda campur Indonesianya itu,
sudah menjadi ciri khas di pondok kami untuk belajar bahasa Sunda lemes tapi mungkin agak susah buat ia yang baru belajar sedikit-sedikit,
"Iyaa ustadzah, bawel banget..." jawabku kesal,
tidak ada yang menyahutnya, mungkin ia sudah tertidur pulas. Biasanya kalau aku jawab seperti itu ia suka mengomel dan sekarang tinggal aku sendirian yang masih terjaga.Namaku Naladhipa Arunika. Orang-orang sering memanggilku Nala, aku suka menulis dan membaca. Dan aku juga suka dia. Yang tadi adalah sahabatku namanya Aruna Narasya, ia teman seangkatan yang sekobong denganku. Dia cantik, pintar juga dewasa. Disekolah kami tidak sekelas dan dia merupakan siswi yang selalu mendapatkan ranking 1, tapi entah kenapa aku yang dipilih menjadi ketua Kobong disini. Aku yang belum bisa apa-apa dan masih kekanak-kanakan, satu hal yang patut aku syukuri bisa sekobong dengan orang sepertinya. Dia selalu ada disaat aku butuh bantuan, selalu menasihati dikala aku salah, selalu menghiburku disaat sedih dan selalu tahu bagaimana cara aku bersikap. Aku merasa punya sosok kakak dan sahabat terbaik disini.
Malam semakin larut dan aku masih belum bisa tidur. Biasanya santriwati kalau insomnia suka tadarus Al-Qur'an di majelis atau menghafal talaran buat besok sampai mereka ketiduran dan bangun-bangun sudah tahajud. Alih-alih melakukan hal itu, aku malah melamun sendirian sambil tiduran di kasur. Tiba-tiba aku teringat kembali awal dari satu keputusan yang bisa membuatku berada di tempat ini sekarang...
°°°°°
Dirumah, beberapa tahun yang lalu
"Nal, mau lanjut sekolah kemana?"tanya Bapak
"Gak tau, pak"jawabku singkat
Disiang hari yang begitu terik, mentari seakan tahu perasaanku ini. Selepas kelulusan di Sekolah Dasar tiba-tiba Bapak menanyakan hal itu padaku, saat itu kami sedang duduk bersantai di teras rumah sambil merayakan kelulusanku. Selama melamun tadi aku belum memikirkan apapun, hatiku bimbang dan tidak tenang. Seakan masa remaja itu sangat menakutkan, pikiran-pikiran negatif mulai menguasaiku, aku takut untuk mencoba hal baru, aku takut untuk melangkah maju dan aku takut untuk mengambil sebuah keputusan.Melihat semakin merajalelanya pergaulan bebas di Indonesia ini, ajaran agama yang mulai terlupakan, banyak remaja yang berpakaian tidak sesuai ajaran Islam, bahkan tidak sedikit remaja yang menikah muda dikarenakan tidak adanya batasan antara perempuan dan laki-laki. Hati kecil ku mulai bertanya-tanya apa yang harus kulakukan untuk menghadapi dunia di akhir zaman ini? Terlintas di pikiranku ingin menuntut ilmu di pondok pesantren, tetapi aku takut. Hati dan pikiranku pun mulai berdebat, aku bingung harus bagaimana? Akhirnyaku katakan hal itu kepada Bapak,
"Pak, gimana kalau Nala pesantren aja?"ucapku ragu-ragu
"Yang bener kamu Nal? Kamu itukan cengeng, emangnya mau pesantren dimana?"jawab Bapak terkejut
"Gak tau, pak"ucapku pelan sambil menunduk,
Aku takut apa yang baru saja aku katakan tadi membuat Bapak marah, aku tahu bagaimana resikonya pesantren itu. Kita harus siap mandiri dan siap tinggal jauh dari orang tua.
"Kamu ini dari tadi jawabnya nggak tau mulu, Nal"ucap Ibu,
Ibu baru saja kembali dari dapur sambil membawa makanan, lalu ikut bergabung bersama aku dan Bapak.
"Sekali lagi Bapak dan Ibu tanya sama kamu...Naladhipa Arunika, kamu mau lanjut sekolah kemana? Selalu ingat ini ya, nak? Kemana pun kamu memilih, sejauh apapun kamu pergi menuntut ilmu Bapak dan Ibu akan selalu mendukung selagi itu jalan terbaik buat kamu"ucap Bapak dengan tegas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Light
Fiksi RemajaIni adalah kisahku. Kisah seorang gadis yang menceritakan bagaimana kehidupan mengajarkannya untuk menjadi manusia yang meyakini sebuah takdir terbaik yang telah Tuhan berikan kepadanya. Ujian, cobaan hidup, kebahagiaan, kesedihan, dan perjuangan ya...