Jova mendelik kearah Jay. Dengan pergerakan badan yang terbatas, Jova mendekat ke arah Juna yang sedang menunduk sambil meniup-niupi punggung tangannya yang terasa panas.
Dengan cepat Jova memegang lengan itu dan langsung memahami apa yang sudah terjadi. Jova menoleh kearah Jay yang merasa apa yang di lakukannya bukanlah masalah besar.
Hanya luka kecil bukan?
"Jay lo apain Juna?" tanya Jova.
"Kagak gua apa-apain, kesenggol doang," balas Jay dengan acuh.
Jova meniup-niupi tangan Juna dengan penuh kasih sayang dan kekhawatiran, apalagi melihat raut wajah Juna yang terlihat kesakitan.
"Abang obatin dulu, ya," ucap Jova sekalian mengajak Juna untuk duduk di kursi meja makan, dengan itu Juna menurut.
Sambil menunggu Jova yang sedang mencari p3k, tidak lepas ia dari pandangan Jay yang menatapnya dengan tatapan yang sangat menyakitkan.
Seolah dari tatapan itu ada rasa benci terhadapnya.
"Enak ya jadi lo, apa-apa di bela Jova, De," kekeh Jay yang langsung menegak air putih itu dan melenggang pergi dari dapur bahkan pada saat berpapasan dengan Jova pun Jay tidak lagi menoleh pada Jova.
'Enak lo, Kak. Lo mengenal Bunda dengan baik, sedangkan gua enggak,' batin Juna bersua.
Nyatanya apa di katakan 'hidup lo enak' oleh orang lain, kenyatannya tidaklah seperti itu. Juna sering sekali mendapatkan pernyataan-pernyataan seperti itu. Tetapi kenyataannya apa?
Pernyataan 'hidup lo enak' itu hanyalah sindiran tak kasat mata bagi Juna. Seakan perkataan itu adalah cibiran untuk dirinya sendiri, menertawakan dirinya sendiri pada kenyataannya yang tidaklah seperti itu.
"Ade panas gak?" tanya Jova duduk disampingnya sambil membuka p3k itu.
"Enggak, Bang." Bohong.
Karena nyatanya, ini panas.
Tangan Juna panas, hatinya sakit, dan kepalanya pusing. Harus dengan cara apa Juna menyakinkan dirinya sendiri bahwa Jay juga menyayanginya?
"Bang.. Kak Jay sayang aku gak sih," lirih Juna.
Jova berdecak kesal mendengar hal itu karena nyatanya Jova tidak pernah suka mendengar Juna meragukan kasih sayang.
"Sayanglah kenapa harus gak sayang coba?"
Juna terdiam. Pikirannya terhanyut oleh orang yang bernama Jay. Kakak keduanya yang benar-benar menjaga jarak dengannya, yang dari awal kedatangannya tidak menunjukan rasa senang atau bahagia. Yang ditunjukan Jay kepadanya hanyalah raut wajah yang datar dan suara yang terkesan dingin.
Karena itu lah Juna tidak pernah memaksakan dirinya untuk mendekat.
Juna meringgis saat Jova membalurkan salep ke area punggung tangannya yang panas.
"Sambil Abang tiupin kok, De," ucap Jova.
Hingga tidak lama kemudian, Jova sudah selesai mengobati Juna. Tidak lupa Jova pun kembali membereskan p3k nya itu.
"Tadi yang tumpah milo nya, ya? Untung langsung di obatin," kata Jova yang masih saja meniupi punggung tangan Juna.
Melihat Jova yang segininya tentu saja membuat hati Juna menghangat. Juna sangat tahu kondisi Jova yang sekarang seperti apa. Jova baru saja kecelakaan, lukanya masih basah, badannya pasti sakit-sakit tetapi Jova masih bisa memperhatikannya dengan baik.
"Maafin Kakak ya, De." Juna mengangguk.
"Kakak bukan berarti gak sayang sama Ade, perlu kamu ketahui bahwa kita semua itu sayang hanya saja cara seseorang memperlihatkan kasih sayangnya itu berbeda-beda," tutur Jova sangat takut anak ini terluka dan berprasangka bahwa tidak ada yang menyayanginya di rumah ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/364217282-288-k682435.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Stronger | Jun Svt
Fanfiction'Lukanya sempurna, dari segala sisi yang membuatnya ingin selalu menyerah.' Min, 26 Mei 2024