Guardian of Nusantara

7 0 2
                                    


Saat kecil Putra selalu bertanya akan jadi laki-laki macam apa saat dia dewasa nanti? Sekarang pertanyaan itu sangat membebani pundak rapuhnya. Ia harus menerima kenyataan pahit kehilangan semua keluarganya di usia muda.

Jauh di lubuk hati terdalam ia menyalahkan diri sendiri karena tidak bisa melindungi siapapun, hanya membiarkan rombongan penjajah bajingan itu membakar desanya, membunuh lelaki dan wanita tanpa ampun serta membawa paksa gadis desa. Membiarkan anak-anak menangisi kepergian orang tua mereka sebelum dengan kejam membungkamnya dengan suara senjata api.

"Pergi!" Suara ibunya selalu terngiang, menjadi semacam teror dan trauma yang akan dibawa sampai mati. Air mata tak pernah berhenti menetes saat mimpi itu terus mengganggu tidurnya. Memberikan fakta bahwa ia belum bisa menjadi kuat untuk melindungi keluarganya, hanya bisa melarikan diri dan membiarkan orang tuanya terbunuh.

Ia membenci dirinya sendiri, namun kebencian itu tidak pernah sebesar pada bala tentara penjajah yang tengah tersenyum sumringah. Merasa jijik melihat mereka dengan seragam kampungan itu berjalan dengan kesombongan luar biasa seolah tanah ini milik mereka. Yang benar saja!

Ribuan tentara penjajah terlihat berbaris dengan menyandang senjata api, puluhan tank baja ikut dalam barisan depan seolah ingin menjatuhkan mental para pejuang.

"Kalian tidak akan pernah menang melawan kami wahai pribumi!" Ejek penjajah.

Bau bubuk mesiu bercampur dengan darah menguap di medan perang yang belum pulih dari pertempuran sebelumnya. Darah kering menempel kuat di seragam yang kini tengah Putra dan pejuang lainnya kenakan, bukti bahwa mereka masih berjuang hingga detik ini. Ribuan tentara kemerdekaan Indonesia kembali berdiri bersama sambil mengangkat senjata untuk melindungi hak milik mereka. Putra berada di antara para pejuang itu sambil menggenggam senjata api yang didapatkan dari musuh, menatap pasukan penjajah.

Sekarang Putra mengerti kenapa masih diberikan kesempatan untuk hidup. Ia akan menghentikan semua kekejian ini, menyingkirkan semua orang yang berusaha mengklaim tanah nenek moyangnya. Dia akan melawan bersama dengan pemuda lainnya- tidak, dengan semua warga bangsa ini. Penjajah harus diusir keluar sekarang juga atau tidak sama sekali, pilihannya hanya dua : membunuh penjajah atau mati dan terkubur bersama tanah Nusantara.

Bertahun-tahun melihat penyiksaan membuat Putra muak. Ini bukan lagi soal dendam pribadi melainkan hasrat untuk berjuang bersama pejuang yang telah berbagi rasa sakit yang sama, kehilangan orang terkasih, rasa perih melihat rumah mereka terbakar, rasa kesal saat penjajah mengklaim semua warisan berharga nenek moyang Nusantara.

Rasa sakit ini bukannya membuat luka semakin dalam tapi berhasil membangkitkan hasrat untuk melindungi. Cukup sampai disini!

Tidak akan ada lagi anak yang kehilangan orang tuanya, tidak akan ada lagi desa terbakar, tidak akan ada lagi anak kecil belajar menggunakan senjata untuk bertahan hidup. Akan datang hari indah tanpa pertumpahan darah dan air mata, hidup damai tanpa rasa ketakutan di tanah air sendiri. Ini akan menjadi akhir penderitaan bangsa ini.

Ini adalah janji.

Tanpa disadari semua perasaan dan emosi yang terkumpul dari ribuan pejuang menguap ke langit biru. Perasaan, harapan, cinta, rasa sakit, perjuangan semua menjadi satu hingga menjadi sebuah mantra yang kemudian di terbangkan angin.

Di ujung bumi sana, ditengah rimbunnya hutan indah terlihat sepasang mata bersinar. Seolah merasakan panggilan alam yang dibawa angin. Dedaunan bergerak tidak menentu saat sepasang sayap mulai bergerak sebelum kemudian beberapa pohon besar tumbang ketika makhluk itu benar-benar terbang menuju langit.

 Dedaunan bergerak tidak menentu saat sepasang sayap mulai bergerak sebelum kemudian beberapa pohon besar tumbang ketika makhluk itu benar-benar terbang menuju langit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Guardian of NusantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang