Gray masih membiarkan air memeluk tubuhnya; menghanyutkan pikiran di bawah hangatnya guyuran shower. Untuk sejenak rasa penat yang begitu mengikat terasa senyap. Seolah semua beban pikirannya ikut menguap.
“Mau manggil Papa Gray aja. Papa Gray, Papa Gray, Papa Gray!!!”
Pikirannya belum reda dari kekalutan perihal Eirenne yang positif mengandung, kini panggilan Papa Gray yang Eirenne berikan semakin menambah beban pikiran.
Gray sedikit keberatan. Ia merasa aneh dan risih menerima sematan panggilan tersebut. Sudah meminta untuk tak memanggilnya Papa Gray tetapi Eirenne tak mau menghiraukannya.
“Where the fvck is my towel?” Gray celingak-celinguk mencari handuk setelah mematikan shower.
Kini ia mengusap wajah lalu menyugar rambut ke belakang. Masih mencari keberadaan handuknya yang ia kira pasti ada di tempat lain. Ke arah gantungan dekat cermin wastafel kemudian ke arah gantungan di belakang pintu.
“Eirenne handuk gue mana?!” teriak Gray sangat menggema. Menajamkan indra pendengaran untuk mendapatkan jawaban. Namun, samar-samar pun ia tak mendengar Eirenne menjawab.
Terpaksa dirinya berjalan ke arah pintu. Membukanya sedikit hanya untuk seukuran kepalanya menyembul.
“Eirenne!!” panggilnya lagi. “Eirenne Valencia!!”
Gray membuang napas panjang dengan bidikan netranya mengarah pada pintu kamar yang terbuka. Kini sayup-sayup langkah kaki mendekat dan tampaklah Eirenne membawa segelas susu vanila.
“EIRENNE!!!”
“Apa?!” semburnya tiba-tiba. Wajahnya sangat tak bersahabat. “Kenapa teriak-teriak sih?! Sakit banget kuping gue dengernya!!”
“Handuk gue mana?” Gray bertanya pada intinya. Jujur saja cukup dingin meskipun baru saja selesai mandi air hangat.
Mendapat pertanyaan seperti itu lantas membuat kening Eirenne mengernyit. Tak habis pikir dengan Gray yang bisa-bisanya selesai mandi bertanya handuknya di mana.
“Handuk gue mana, Eirenne? Jangan diem aja. Gue kedinginan,” kata Gray yang menarik Eirenne ke dalam kesadaran.
“Mana gue tau. Lo yang mandi lo juga yang nanya handuk di mana,” jawabnya setelah beberapa kali meneguk susu.
“Mmm ….” Eirenne menjilat sisa noda susu di atas bibir menggunakan lidah. Gray yang memang masih memusatkan atensi pada sosoknya pun entah kenapa terasa aneh.
Hanya gerakan biasa, tetapi begitu menggoda bagi pandangan Gray. Catat, selain Eirenne sedang menggulung rambutnya ke atas kini sedang membersihkan bibir menggunakan lidah pun menjadi alasan hasrat Gray mencuat.
“Ei-Eirenne ….”
“Mm?”
“Fvck! Kenapa harus mm jawabannya? Makin kenceng banget gue pengen nge-charge kalo gini! Sialan!” Gray membatin mati-matian.
“Kenapa?” Eirenne kembali bersuara. “Masih mau nanya handuk lo di mana?”
“Ambilin yang baru kalo gitu.”
“Males. Ambil aja sendiri.”
“Eirenne gue telanjang di sini.”
“Terus?”
“Gue mohon ….”
Pandangan Gray dan Eirenne kian lekat. Gray masih berharap Eirenne mau membawakannya handuk dan Eirenne yang sedang mencari kesempatan untuk mengerjai Gray kali-kali.
“Gue bisa ngambilin lo handuk tapi ada syaratnya,” ucap Eirenne seraya berjalan ke arah nakas dekat ranjang untuk menaruh segelas susu yang sedari tadi ia pegang.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐋𝐎𝐕𝐄 𝐓𝐇𝐄 𝐖𝐀𝐘 𝐘𝐎𝐔 𝐋𝐈𝐄
Teen FictionSepakat untuk berpisah dikala serangan emosi menyelimuti telah disesali oleh dua insan di saat usia pernikahan belum genap satu tahun. Hadirnya malaikat kecil yang diseludupkan semesta mengantarkan keduanya untuk tetap bersama. Saling membohongi di...