OMORFIA

11 9 9
                                    

Mereka memutuskan untuk berkemah malam ini. Membakar beberapa kayu dan membuat api unggun. Saling memperkenalkan diri dengan sambutan keramah tamahan.
Lithia bertepuk tangan membuat ketukan irama.
"Ayo, Duan. Nyanyikan sesuatu!"serunya, menciptakan suasana. Duan selalu menyanyikan lagu pengantar tidur sampai semua anak-anak terlelap pulas.

Duan terlihat malu-malu, namun memang kesenangannya bernyanyi. Juga ia tidak pernah menolak ucapan kakanya. Ia memulai dengan canggung, tetapi setelahnya, kemerduan itu menyebar keseluruh hutan. Giliran Rop tiba, ia selalu memeriahkan suasana! Terutama tariannya yang menggembirakan membuat abnak-anak lain ikut menari tanpa sadar.

Litia menjauh sedikit dari mereka, ia duduk dibawah pohon, sesekali rasa damai terpasang dimatanya, bergantian dengan kekhawatiran yang terlihat dari senyumnya. Ia tidak tau apa yang harus dilakukannya mulai sekarang untuk menghidupi anak-anak ini. Setidaknya ada 20 orang termasuk Maria, Duan dan Rop.

"Maafkan aku..."ucap Maria menghampirinya. Ia berdiri dengan canggung.

Lithia diam sejenak memandanginya"Duduk disini"menepuk tempat disampingnya. Mereka membisu sesaat.
"Entah fikiran bodoh apa yang ada di otak mu"cetusnya kemudian.

"Lithia... aku, aku hanya ingin membalas budi padamu! Kau yang sudah membesarkanku, kau seperti kakak ku. Dan... Dan aku ingin membantu Duan, Rop, juga anak-anak yang lain. Aku ingin setidaknya ada yang berguna dariku untuk kalian. Karena itu aku berikir menjadi istri bangsawan, kemudian mengirimkan uang untuk kalian, sungguh! Duan ingin menjadi penyanyi opera, Rop ingin bermain teater. Sedangkan kau ingin mewujudkan impian mereka. Itu sebabnya aku... Ya Tuhan, aku merusak semuanya! Maafkan aku Lithia.."Maria menutupi wajahnya yang menangis.

Lithia memegang kepala Maria"Termasuk impian mu, Maria. Keluarkan fikiran bodoh itu dari isi kepalamu. Aku tidak ingin kau mengambil tanggung jawab ku. Aku akan menjadikan mu perempuan yang bebas bermimpi. Aku juga akan menjadikan Duan dan Rop sebagai manusia yang bisa memiliki mimpi mereka, aku berjanji"suaranya terdengar parau. Ia menjadikan janjinya lebih kuat dan dalam dari pada dendam manapun di dunia.

****

Malam ini musim semi, dalam hal lain berarti musim sosial. Saatnya pesta Debutante para gadis bangsawan!

Gaun-gaun yang mewah nan indah, istana yang dihias dengan megah. Nona-nona bangsawan yang menebarkan senyum dan mengincar gelar para pria bangsawan lain untuk menjadi nyonya dirumah mereka. Namun apa gunanya? Saat dihati para pria ini hanya ada Zurfa.

Mereka mulai saling berbisik dan menghasut untuk meninggalkan pesta begitu tarian selesai.
"Maaf, nona. Saya harus pergi lebih cepat karena ada perkumpulam puisi yang harus dihadiri"bisik beberapa pria dan pergi dengan tergesa-gesa. Alasan itu sungguh nbagus, karena puisi adalah kegemaran kelas atas, sehingga bukan kritik yang muncul namun pujian.

Para nona yang ditinggalkan pasangannya duduk berkumpul bersama. Mereka tersadar sat mengeluhkan hal yang sama.
"Dasar para Zurfa tidak beradab! Bagaimana mereka bisa tetap buka saat ada perayaan di istana"cecar mereka.

"Ya ampun, nona. Memangnya tempat yang suci ini boleh dimasuki oleh mereka"hardik yang lainnya, mereka menutupi tawa dibalik kipas yang lebar itu.

"Jadi, tuan-tuan ini memilih meninggalkan kita karena para Zurfa dirumah bordil!? Sungguh tidak bermartabat"sambung nona lain pula.

"Mereka meninggalkan istana dan pergi ke tempat vulgar. Kita harus mengajukan petisi agar tempat buruk itu ditutup, nona-nona!"hasutan yang didorong oleh rasa terhina ini harus mereka hentikan begitu melirik kearah Kaisar. Ia dengan tidak tau malunya menyingkap gaun selir didepan umum. Karena Kaisar yang seperti ini, tidak ada yang berani mengajukan keluhan tentang para Zurfa, mereka takut menyinggung Kisarnya sendiri.

Ketika kita keluar dari tempat pengap ini, terdapat kolam yang disinari langsung oleh bulan. Riaknya sangat cantik, hingga rakyat di ibu kota selalu berkumpul disana. Namun pusatnya tetap, Omorfia.

"Di Omorfia kau bisa membawa pulang kebahagiaan dihatimu bahkan dengan saku yang bolong, tapi bukan ditubuhmu!"desas-desua selalu menyertakan nama Omorfia, didongengkan saat malam dan dimulai di pagi hari kembali.

'Halah. Itu hanya kebohongan. Mana ada pelacur yang tidak disentuh!"sanggah pemilik kedai minuman.

"Hey! Omorfia tempat yang berbeda, gadis-gadis disana sangat elegan dan berwawasan. Mereka hanya mempersembahkan pertunjukan teater, tarian, nyanyian dan bakat!"bantah pria yang setengah mabuk itu.

"Tentu saja, wawasan yang vulgar dan tidak senonoh. Mereka hanya pelacur kelas atas. Lupakan Omorfia, kau saja berhutang untuk segelas bir, bagaimana bisa menginjakkan kaki disana!? Jangan kemari lagi. Karena orang seperti mu inilah banyak wanita yang kehilanga suaminya!"ketus pemilik kedai, mengambil birnya kembali.

Pemilik tempat yang digadang-gadang oleh rakyat Murtha adalah orang yang kita kenal.

Terletak ditengah kota. Bangunan yang tidak terlalu besar, namun namanya diukir menggunakan emas. Dan cahayanya lebih terang daripada istana.
"Lithia, Lithia? Lithia Syutha!"Maria membentak gadis yang tengah memejamka mata di kursi goyang.

Ia membuka matanya"Nama ini lagi"gumamnya dengan sorot yang lelah, otot wajahnya luruh"Apakah semua orang dengan nama ini selalu hidup seperti ini ataukah aku yang selalu hidup dengan nama ini?"berayun-ayun. Nama yang selalu sama tiap kali ia bereinkarnasi, seharsunya dia mengubah namanya kali ini. Namun apa gunanya? Jalan hidupnya tetap sama.

"Kau mengabaikan ku? Bagaiman kau bisa tetap terlihat elegan saat menghisap cerutu? Sial, aku iri. Ah, cepat turun dan beri sambutan pada para bangsawan. Mereka sudah menunggumu!"desaknya.

Lithia berdiri dan pindah ke meja riasnya"Biarkan bajingan-bajingan mujur itu menunggu. Jika mereka tidak suka, usir saja"celetuknya.

Maria menyisir rambut Lithia"Ohow~ Kau sudah berani angkuh, nyonya"olok Maria.

Lithia hanya menanggapinya dengan senyum.

"Apa kau tau? Para bangsawan bodoh itu meninggalkan Debutante dan pergi kesini. Aku bisa membayangkan wajah para nona-nona sombong itu. AHAHAHAHA, mereka pasti menghina kita bersama-sama dengan penuh etika dan sopan santun"senang hati Maria mencibir.

"Sial, aku jadi ingin melihatnya secara langsung"ikut Lithia tertawa tergelitik.

Lithia membuat tempat bagi para gadis yang tidak bisa dimiliki.

Anak laki-laki sangat berharga ditiap generasi dan negara. Anak perempuan juga dihargai, bukan kata yang itu. Kata satunya, haruskah ku perjelas? Anak perempuan diletakkan harga diatas kepalanya. Terkadang cukup untuk sebuah mansion kecil, terkadang untuk melunasi hutang, terkadang ditukar untuk beberapa karung beras dan menjadi jaminan perdamaian perang. Perempuan memberi makan keluarga dengan dirinya, sejak dulu. Mulai dari mempertaruhkan nyawa, air susu, mengabdi pada keluarga lalu suami dan anak. Hingga akhirnya orang-orang terbiasa dengan perempuan yang seperti sapi perah, semakin lama semakin menggila mata dan otak mereka terhadap perempuan. Untuk itulah aku membuka Omorfia. Untuk melindungi sisa-sisa kehormatan anak perempuan, agar mereka berani mekar menjadi seorang wanita.

Abroum Inthus the Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang