Makhluk Malang

15 10 10
                                    

Kekaisaran Murtha dipimpin oleh seorang tyrant. Kaisar Joseph Alagaar. Ia senang berpesta pora, mencintai kemewahan dan selalu tercium bau amis kebengisan darinya. Bagaimana rakyat hidup? Memprihatinkan. Segala bisnis ilegal menjadi legal di kekaisaran ini. Perbudakan, pelacuran, guild pembunuh, semuanya sah-sah saja.

Jika kau melihat binatang jalan yang kurus kering, mereka tidak ada bedanya dengan rakyat miskin disini. Anak-anak tanpa orang tua atau pun rumah akan menjadi pengemis, tidak sedikit juga yang dijual sebagai budak.

Beruntungnya Lithia sedikit spesial, yang membuatnya berbeda dengan anak kecil pada umumnya. Dia masih hidup? Bagaimana caranya tetap hidup? Perhatikan.

Seorang anak dengan rambut ikal berwarna hitam dan mata emas, Lithia. Ia tengah membaluri wajah mulusnya dengan lumpur, dan tubuh seputih susunya dengan serbuk arang "dengan begini orang-orang sialan itu tidak akan menculik ku. Saatnya mencari makan!"ia bergegas mengumpulkan anak-anak lain di gang buntu yang sempit "1, 2, 3... 6... 10?"hitungnya satu-persatu barisan"Kemana perginya Maria?"tanyanya. Anak-anak itu menggeleng.
"Apa dia bertindak bodoh lagi dengan menawarkan dirinya? Hahh... Bagaimana bisa anak berumur 12 tahun berfikir untuk jual diri? Untung saja dia salah satu hutang budi ku, jika tidak aku sendiri yang akan menjualnya!"rutuknya memijik batang hidung"Nah, dengarkan aku! Kita akan pergi ke toko-toko seperti biasanya dan membagi hasil setelahnya, paham?"arahkannya, sembari memeriksa apakah mereka sudah membaluri tubuh dengan benar.

"Paham, kak Lithia"jawab mereka serempak. Meskioun ada beberapa anak yang lebih tua darinya, anak-anak jalanan ini sudah menganggap Lithia sebagai pemimpin dan orang dewasa.

"Bagus. Ingat, kan?"Lithia menyipitkan matanya.

"Kami adalah manusia. Kami memiliki nyawa dan harga diri!"sorak mereka penuh semangat. Lithia lah yang memberikan mereka identitas serta tujuan untuk terus bertahan hidup setiap harinya.

Lithia tersenyum puas"Ikuti aku dan bersembunyi. Duan dan Rop, kalian laki-laki yang kuat. Jaga dan atur mereka, jangan mudah teralihkan lagi"tunjuknya pada dua anak yang tinggi semampai.

"Iya, iya. Kak, kau sudah mengatakannya selama 8 tahun!"ujar Rop.

"Semua perintah kakak sudah tertanam dalam otak kami. Jangan khawatir kak"timpali Duan pula. Mereka adalah saudara kembar tidak identik yang lebih tua satu tahun dari Lithia.

Rute pertama mereka adalah toko kue yang paling terkenal dikalangan bangsawan, bahkan Putri bungsu Kaisar selalu membeli dessert dari toko ini. Oleh karena itu Lithia menjadikannya sebagai bisnis.

Ia menampung beberapa kacang ditangannya, dan bicara santai"Halo paman. Seperti biasa"mengulurkan tangannya.

Pria tua itu memukul tangan Lithia"Tidak ada! Kau ini pengemis, kenapa bertingkah seperti preman!"ketusnya berang.

Lithia menyengal tawa"Paman serius? Jika bukan aku yang menjaga toko tersohor ini, anak-anak lain akan mengganggu bisnis paman. Coba bayangkan, alih-alih pelanggan yang terlihat manis berdiri mengantri didepan kue-kue yang cantik ini, para pengemis akan mengerubungi sehingga toko paman penuh dengan lalat. Bau yang tidak sedap akan tercium lebih menyengat dari pada bau roti yang baru keluar dari oven. Telur-terur lalat akan lebih terlihat dari pada buah cerry diatas kue cantik itu. Para bangsawan, termasuk putri hanya akan memandang pengemis, bukan toko paman!"bujuknya penuh rayuan. Asalkan menyebut Kaisar dan bangsawan sebagai puncak kekayaan. Dan pengemis sebagai makhluk yang ditakuti oleh para pedagang bodoh ini, semuanya akan beres! Benaknya.

Pria tua mulai terhasut, seperti biasanya"Dasar licik! Ini, ambil! Enyah sana, jangan membuat sial toko ku!"usirnya melemparkan koin pada Lithia.

Duan dan Rop yang bersembunyi merasa geram, mereka berencana untuk membalas.
Lithia mendelik kearah mereka seraya memunguti koin-koin. Ia menggeleng pada mereka"Anak-anak ini selalu mudah teralihkan, dasar"gumamnya.

Sebenarnya ia juga ingin berbuat jahil dengan membiarkan mereka emmberikan pelajaran kecil, namun tidak akan ada pemilik toko yang mempercayainya lagi jika hal itu sampai terjadi.

Saat matahari mulai terbenam, mereka sudah mulai menghitung jumlah uang yang didapatkan. Di tenda yang mereka buat bersama, sebagai rumah.
"Kalian saja yang hitung. Aku mau mencari Maria dulu"lambainya berlarian"Jangan lupa berikan sedikit pada anak-anak lain agar mereka tidak mengganggu bisnis kita!"ingatkannya sambil bersorak.

"Iya kak!"sahut Duan.
"Dasar Maria, dia selalu menyusahkan kakak. Kakak juga terlalu memanjakan dia"Rop mengomel. Seraya mengitung uangnya.

Duan memukul kepalanya"Kakak menyayangi dan memanjakan kita semua, Rop."
Rop berdecak"Aku tau! Kakak sangat luar biasa kan!"menatap punggung Lithia dengan kagum.

Mata Lithia menyusuri satu-persatu jalanan dan per-orangan. Wajah-wajah yang berlalu-lalang terlihat berseri, ada wajah yang terlihat suntuk, marah dan tertawa. Namun, hanya satu ekspresi yang dapat ditunjukan oleh para pengemis dipinggiran, menyedihkan. Anak-anak dengan kaki yang membusuk, wajah yang cacat ataupun perempuan dengan tubuh yang ternodai. Sekali lagi Lithia menyadari ketidak berdayaannya, ia tidak mampu mengurus semua manusia malang ini. Meskipun ia sudah membagikan beberapa koin, ada anak lain yang saling merampas. Lithia bisa dengan mudah menyelesaikan masalah ini dengan seluruh pengalamannya. Tetapi para korban tidak memiliki keberanian untuk meminta pertolongan, hal ini yang membuat Lithia kesusahan.

"Maria? Maria!"panggilnya melihat Maria akan dibawa dengan kereta kuda.
Grep!
Ia menarik tangan Maria.
"Maria. Kau mau kemana!?"meneriakinya.
"Lepaskan aku Lithia! Tuan bangsawan ingin mengangkatku sebagai anak!"ia berusaha melepaskan diri.

Lithia menatap dengan garang kearah bangsawan itu"Pria tua bangka yang seperti babi ini ingin mengangkat mu sebagai anak? Dilihat darimana pun babi gendut ini hanya pria cabul, Maria! Apa kau sebodoh itu?"amuknya.

"Lepaskan aku!"Maria menepis tangannya"Jangan bicara kasar pada bangsawan yang terhormat Lithia! Dia calon ayah ku"bentaknya.

Lithia menarik nafas dalam, ia harus berfikir jernih dalam situasi ini"Aku keluarga mu. Kau akan meninggalkan ku?"

Maria menelan ludah dan menggigit bibirnya"Kau hanya iri karena aku akan hidup enak sebagai bangsawan yang meiliki gelar!"hardiknya, kemudia membelakangi Lithia.
Maria memilik arti yang sangat penting dan berharga bagi Lithia. Ia merupakan anak dari wanita yang diam-diam menyusuinya dan memberikan makanan, hingga ibu Maria meninggal saat usia mereka sama-sama 4 tahun. Setelah ibu Maria meninggal, ayahnya kerap memukulinya, dan suatu hari ketika Lithia datang untuk memberikan sepotong roti, ayahnya menjual Maria pada pedagang budak. Hanya dengan 5 koin saja.
Lithia diam-diam naik ketas kereta kuda mereka dan menyelamatkan Maria. Kali ini pun, ia akan tetap melakukan hal yang sama.

"Penjaga, singkirkan pengemis itu dan bawa anak ku naik!"perinthakan bangsawan itu dengan nanar liar yang menggerayangi tubuh Maria.
Penjaga menendang dada Lithia, hingga ia terjerebab.

Aku akan mecabik-cabik babi tua itu!rutuknya dalam hati.
Kereta kuda melaju dengan cepat. Sepertinya babi gendut itu sudah tidak sabaran ingin menyicipi daun muda.

Lithia mengejar mati-matian dengan bertelanjang kaki. Saat kereta melambat karena kerumunan, ia berkesempatan untuk melompat dan bergantung dibelakang kereta kuda"Setelah sekian lama, haruskah ku gunakan keahlian sebagai pembunuh dikehidupan sebelumnya?"seringainya. Menunggu dengan sabar, dikegelapan hutan belantara.

Abroum Inthus the Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang