22: Pesan Tahun Baru

14 3 0
                                    

                Kegiatan bimbingan bersama dosennya sudah selesai, hari ini Shazia ke kampus sendiri tanpa Nadine. Setelah mendapat informasi dari salah satu kenalannya yang juga anak bimbingan dari dosen pembimbingnya, Shazia buru-buru bersiap ke kampus. Dia menyempatkan untuk mem-print dokumennya lalu berdandan agar waktu lebih efisien.

Shazia dia duduk di taman untuk menunggu ojek online-nya. Sudah hampir pukul lima, matahari sudah tidak begitu terik, dia sedikit mendongak, melihat langit yang perlahan berubah menjadi warna jingga.

Proposalnya sudah selesai sejak kemarin, untungnya hari ini dosen pembimbingnya ada di kampus. Dosennya itu sering keluar kota dan malas sekali membalas pesan, jadi benar-benar harus menunggu kehadirannya di kampus untuk bisa bimbingan. Hasil pertemuan dengan dosennya tadi menghasilkan banyak revisian, tapi untuk Shazia itu tidak masalah, ini baru bimbingan pertama, sangat wajar jika revisiannya banyak.

Shazia memilih untuk pulang saja dan mengerjakan revisiannya di rumah walau tadi dia sempat berpikir untuk mampir di café dekat rumah untuk mengerjakan revisiannya. Lagipula dia lelah menunggu antrian untuk bimbingan tadi, setidaknya di rumah dia bisa istirahat dulu.

Ojol pesanannya sudah sampai, dia berjalan ke depan lalu duduk di jok motor setelah memasang helm. Tadi dia memilih untuk naik ojek daripada mengendarai motor sendiri, cuaca terlalu panas siang tadi. Bisa-bisa dia gosong sebelum sampai di kampus.

Rendra banyak membantunya dalam penyusunan proposalnya ditengah kesibukan pria itu. Tak dapat dipungkiri kehadiran Rendra dihidupnya memang banyak memberi pengaruh baik, pria itu selalu mendorongnya untuk bergerak lebih dan mengurangi kegiatannya yang tidak terlalu bermanfaat untuknya.

Shazia jadi tiba-tiba teringat obrolan mereka satu minggu yang lalu, saat keduanya sedang dalam perjalanan makan malam bersama.

"Kamu masih sering nonton drakor?" Tanya Rendra ditengah obrolan mereka yang sudah hampir selesai.

"Iya,"

"Kurangin lah nonton kamu itu, perbanyak hal yang beneran ada pengaruhnya buat hidup kamu."

"Lah, drakor berpengaruh banget loh Kak dihidup kau,"

Rendra berdecak, dia melirik Shazia dengan tatapan tajam, dia sedang tidak ingin bercanda. "Bukan begitu. Maksud saya lakukan hal lain, cari passion kamu selain ngurusin korea begitu. Kamu masih muda harusnya kamu nyoba-nyoba banyak hal dulu,"

"Males tau Kak, kayak aku nggak bisa yang ngeluarin effort gitu. Kalau nonton drakor tuh yah cuman tiduran doang,"

"Ya makanya kamu explore hal lain supaya bisa tau kamu ada passion dibidang apa. Percaya sama saya, nonton begituan itu hanya akan buat kamu stuck disitu-situ aja. Atau paling nggak kamu mulai kerja proposal deh, alihin waktu nonton kamu ke sana,"

Shazia menghela nafasnya sebelum menjawab. "Beda dong Kak, nonton itu buat seneng, sedangkan kerja skripsi tuh buat stress!"

"Ganti mindset kamu. Gini deh, kamu mikirnya begini. Skripsi itu kan hal yang sudah pasti akan kamu kerjakan, kan? Akan kamu selesaikan, iya nggak?" Shazia mau tidak mau mengangguk. "Kalau kamu sudah tau hal itu dan tetap kamu lakukan, kenapa nggak dilakukan sekarang? Diselesaikan sekarang aja? Sayang banget loh waktu kamu terbuang begitu padahal ujung-ujungnya yah kamu harus kerjain juga."

Shazia memilih untuk mengangguk saja, tidak perlu menjawabnya karena dia tau, berdebat dengan Rendra itu tidak ada gunanya. Kadang Shazia merasa apa yang dikatakan Rendra memang benar, perempuan itu tau kalau Rendra ingin dia lebih baik. Tapi terkadang Shazia merasa tidak bisa diperlakukan seperti itu, dia tidak bisa terlalu di-push. Dia tau kapasitas dirinya sendiri.

KIND OF A TYPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang