4. Day Two

22 2 0
                                    

Nuna berlari dengan begitu tergesa-gesa. Mengapa drama miskomunikasi selalu terjadi dalam hidupnya? kemarin ia mendapat perintah dari Ginandra untuk survei lapang pukul sepuluh. Dan sekarang baru pukul sembilan, tapi Asya sudah menelponnya berkali-kali, lalu memprotes dirinya karena terlambat?!

"Pak Ginan—huh.. maaf, saya terlambat"

"Its oke, Na. Ini salah saya juga karena lupa. Kemarin pak Januari bilang jam sepuluh dan saya gak koreksi. Padahal jadwal seharusnya jam sembilan. Sebelumnya saya bilang gitu juga sama Asya, tapi saya lupa"

Nuna menarik nafas lega. Setidaknya ini bukanlah salah dirinya kalaupun terlambat

"Masuk Na, kita udah telat"  Nuna mengangguk dan masuk ke dalam mobil

"Tolong kedepannya, hindari miskomunikasi seperti ini"

Nuna terperanjak kaget kala mendengar suara bariton yang berasal dari belakang. Bagaimana mungkin ia baru menyadari bahwa Januari ada di mobil yang sama dengannya saat ini? 

Dan sekarang bagaimana ia harus bersikap, menyapa bos-nya itu 'kah?

"S-selamat siang, pak Januari.." sapa Nuna sembari menoleh ke arah belakang

"Siang.."

Singkat, padat, dan menegangkan

Nuna bahkan tak tahu bahwa Januari juga ikut survei lapang hari ini. Huh, jika saja Nuna mengetahui sejak awal, ia pasti akan menolak mentah-mentah perintah Ginandra. Tapi siapa dia, sampai berani membantah?

"Emm.. pak Ginan, mba Asya gak ikut ya?" tanya Nuna memecah keheningan 

"Iya, Asya mendadak gak bisa ikut. Dia sakit"

Tamatlah riwayat Nuna jika tak ada Asya disana. Otomatis ia yang akan mengambil alih tugas Asya, dan artinya ia harus berhubungan secara langsung dengan Januari. Membayangkannya saja membuat Nuna bergidik ngeri

"Ginandra, obat buat Asya gimana?"

"Aman.."

"Pastiin kebutuhan obat dan makan dia cukup"

Selanjutnya, Nuna hanya diam dan menyimak percakapan antara Januari dan Ginandra. Melihat begitu perhatiannya Januari pada Asya, membuat gadis itu menarik kesimpulan bahwa ada hubungan lebih antara Januari dan Asya.

Nuna mengulum senyum kecil. Ternyata kisah antara CEO dan sekretaris itu memang benar adanya, dan ia sendiri yang menyaksikannya.

"Oh iya, Na. Pak Arvin apa kabar? kemarin waktu di parkiran saya belum sempat nanya"

"Bapak sehat kok"

"Pasti kamu masih gak nyangka ya, kalau saya itu mahasiswa bapak kamu yang dulu sering maksa masuk rumah buat bimbingan"

Nuna mengangguk dan tersenyum. Iya, kemarin ia dan Ginandra sempat berbincang sebelum pulang. Dan ternyata Nuna terlalu percaya diri jika berpikir Ginandra menggombal padanya. Karena nyatanya, Ginandra adalah mahasiswa ayahnya yang dulu sering bimbingan dirumah

"Iya, habisnya pak Ginan beda sama yang dulu" kekeh Nuna.

"Iya Na, dulu saya berandal banget. Bukan cuma penampilannya, tapi kelakuannya" ujar Ginandra diakhiri tawa keduanya

"Lain waktu, saya boleh kan ke rumah kamu. Rasanya udah lama banget saya gak ketemu pak Arvin" ujar Ginandra yang diangguki antusias oleh Nuna

"Boleh dong. Semenjak bapak pensiun, kayanya bapak sering bosen juga. Jadi butuh temen"

Januari menatap jengah dua orang di depannya. Apa mereka menganggap tak ada dirinya disini?

"Ekhem.."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LoveTweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang