Maret 2011
Julee tidak pernah mengerti tentang kenapa bunda sering kali tiba-tiba menangis melihatnnya. Mengapa bunda selalu berbisik mengatakan 'Julee kuat, Julee bisa, Julee jagoan Ayah dan Bunda' dengan suara lirih setiap kali matanya memberat seiringin dengan napas yang kerap memendek tiap jantungnya berdetak lebih cepat. Yang Julee tau ia senang ketika di gendong Ayah ketika rasa tubuhnya tidak nyaman, Julee senang ketika Kakaknya mencubiti pipi gembilnya, ia senang ketika Bunda memberikan pelukan hangat sebelum ia beranjak tidur setiap malamnya.
Yang Julee tau, Bunda dengan bahasa bayinya menjelaskan bahwa ia tidak boleh lari-larian dan banyak bertingkah karena jantungnya tidak sama dengan milik anak lain. Tapi Bunda, Julee juga hanya seorang anak berusia enam tahun. Julee senang bermain dan berkeliling hingga lupa waktu dan harus dijemput suster Anna dimana-mana.
Seperti kali ini setelah berkali-kali berkeliling rumah sakit baru kali ini ia mendapati seorang anak yang tubuhnya bahkan jauh lebih kecil darinya duduk seorang diri di loby rumah sakit dengan tiang infus menjulang disampingnya. Anak itu terlihat murung dengan mata berkaca-kaca.
Julee dengan tangan kecilnya merogoh saku piyamanya dan temukan sebuah lolipop untuk ia berikan kepada sosok yang lebih kecil.
"Ini buat kamu," Anak didepannya jelas terkejut mendapati kehadiran anak lain yang tiba-tiba sudah mengambil tempat duduk disebelahnya. Seorang anak dengan piyama biru tua bergambar ironman dengan rambut mangkuk yang menggemaskan namun wajahnya terlihat jauh lebih menyebalkan jika dipandang seksama. Ia terima permen kecil itu kemudian mengucap terima kasih.
"Aku Jule, umur enam tahun. Tahun depan aku masuk sd. Nama kamu siapa?"
Anak yang lebih kecil itu terdiam. Ragu. Apakah ia harus menanggapi pertanyaan orang asing ini atau abaikan saja seperti kata Mama yang meminta untuk tidak menanggapi orang asing.
"Aku udah kasih kamu permen, loh. Kamu gak mau jawab aku? Aku gak akan culik kamu, sebelum aku culik kamu yang ada aku di seret sus Anna duluan nanti."
Anak yang lain terkekeh. Lalu terbitkan senyum tipis malu-malu.
"Nama aku Eric, umur enam tahun juga,"
"OH KAMU UMUR ENAM TAHUN JUGA?!!" Julee memekik senang. "Akhirnya aku ketemu dengan yang sama-sama dewasa," Ia lalu tersenyum dengan angkuh.
"Di bangsalku isinya anak kecil semua, gak ada yang bisa diajak ngobrol tau. Mereka semua juga nyebelin kerjaannya nangis terus bikin pusing."
Eric menanggapi dengan tawa kecil.
"Kamu ngapain disini?"
"Duduk."
Julee berdecak. "Maksudnya di rumah sakit ngapain? Eh aku tau juga kamu sakit, tapi maksudku sakit apa?"
Lagi Eric terdiam. Seperti menimang tentang apa yang harus ia lakukan untuk menanggapi pertanyaan anak kecil yang bawel itu.
"Um... kata Mama... hati aku jelek jadi harus diobati biar sembuh dan gak sakit lagi." cicitnya.
Disampingnya Julee mengangguk sok mengerti. Tangan kecilnya ia lipat di depan dada lalu berbalik menatap Eric dengan yakin.
"Kamu pasti orangnya sombong dan mudah iri, ya. Makanya hati kamu jelek. Tapi gak apa-apa Eric kamu cuma perlu banyak-banyak bertaubat biar hatinya bersih dan gak jelek lagi." Nasihatnya bak orang dewasa.
Eric jelas terkesiap mendengar penuturan yang diungkap Julee merasa ada benarnya juga dengan apa yang anak kecil itu ucapkan. Akhir-akhir ini Eric memang merasa iri setelah kelahiran adiknya, Eric merasa mama sudah tidak sayang lagi dengannya karena lebih peduli dengan adiknya. Julee benar, sepertinya Eric harus meminta maaf kepada Mama dan Adik supaya hatinya tidak jelek lagi.
"Kalau kamu sakit apa?"
"Aku?"
Eric balas mengangguk. Lagian memang kepada siapa lagi dia bertanya selain Julee?
"Kalau aku sih ya... Nama penyakitku keren loh, namanya tuh Radio.. mio.. hm.. Radiomio.. party ? IH IYA NAMANYA RADIOMIOPARTY !"
"Party?"
"Huum.. Soalnya kadang dada aku dugdug kayak pesta." Sahutnya penuh kebanggaan. Senyumnya lebar menampilan deretan gigi susu yang terarut.
"ERIC!"
Keduanya lantas menoleh ketika sebuah suara memanggil salah seorang dari mereka dengan cukup keras. Suaranya terdengar sedikit bergetar. Kemudian seorang wanita muda berlari kecil menghampiri keduanya.Wanita itu nampak cantik dengan rambut panjang bergelombang terurai, wajahnya pun terlihat sedikit dipoles dengan perias wajah begitu natural. Ia berjongkok tepat didepan Eric yang masih duduk diam ditempatnya.
"Eric, Mama cari kamu kemana-mana, loh. Kenapa pergi gak bilang mama, sayang?" Tangan besar wanita itu genggam jemari-jemari mungil milik putra sulungnya dengan sedikit bergetar.
"Maaf, Ma. Tadi Mama lagi bobo pasti capek jagain Alia yang nangis terus, jadi aku keluar sebentar deh." Sesal Eric sembari menundukan kepalanya. Ia jelas merasa bersalah apalagi melihat wajah Ibunya yang tampak sangat khawatir karena tidak mendapati putranya ditempat yang seharusnya.
"Jangan kayak gitu lagi ya, sayang. Mama khawatir, Mama takut sekali kalau Eric pergi tanpa sepengetahuan Mama."
"Iya, Ma. Maafin Eric, ya?"
Mamanya menganguk lalu usap pucuk kepala putranya itu penuh sayang. Kemudian wajahnya ia toleh setelah menyadari bahwa putranya tidak duduk sendiri disini. Mama terbitkan senyum hangat untuk sapa anak lain yang juga berikan senyum lebar khas anak-anak kepadanya.
"Halo temannya Eric ya? Nama kamu siapa?"
"Iya. Nama aku Julee umurku enam tahun. Tahun depan mau masuk sd, loh."
Mama tertawa lalu ulurkan tangannya untuk mencubit kecil pipi gembil milik Julee yang lalu mengundang semburat kemerahan di pipi Julee. Tersipu.
"Kamu sendirian disini? Kamarnya dimana? Tante antar yuk, pasti mama kamu nyariin kamu pergi begini."
"Oh iya Bunda! Boleh tante kamar aku di lantai 4." Sahutnya riang.
Lagi-lagi Mama dibuat gemas dengan tingkah Julee. Tangannya beralih usak gemas kepala anak enam tahun itu. Kemudian menarik dua anak lelaki sepantar itu untuk di gandeng dan pergi bersama.
"Tante, aku boleh main sama Eric lagi?"
"Boleh Julee, nanti main sama-sama, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Milk Drop : A Journey
Teen FictionJulee dan Eric tidak pernah tau bahwa kehadiran Hakya membawa perubahan besar dalam hidup mereka berdua. Hakya si murid misterius itu cukup menyentil rasa penasaran Julee dan Eric setelah sekian lama mereka abai dengan lingkungan sekitar hanya karen...