UPS 🤭

174 24 0
                                    






Keesokan pagi nya, Langit berangkat kerja seperti biasa, dan efek mabuk kemarin juga sudah hilang berkat bantuan Bintang, pria yg lebih tua itu bantu mengurus langit malam itu.

Selesai sarapan, terdengar bell pintu depan berbunyi, Langit meninggalkan satu sepatunya yang belum terpasang menuju pintu depan.

"Pagi-pagi begini siapa yang bertamu, mas Damar kan belum pulang." Monolog nya heran.

Cklek~

"Siapa- eh pak Beno."

Pria jangkung tersebut tersenyum saat melihat pujaan hatinya yang membukakan pintu. "Selamat pagi langit." Sapa nya.

Langit tersenyum kikuk, pasalnya ini masih pagi dan ada apa senior nya itu kemari.

"Pak Beno, ada perlu apa ya pagi-pagi? Saya mau berangkat kerja ini."

Tanya lagit dengan ramah, agar Beno tidak tersinggung kalau sebenarnya Langit merasa kurang nyaman di kunjungi pagi-pagi.

"Tidak, eum waktu saya kemari kurang tepat ya?"

Langit mengangkat kedua alisnya. "Hah?"

"Itu." Tunjuk Beno ke arah kaki Langit.

Langit terkejut, seketika ia ingat kalau tadi sedang memakai sepatu. "Ah maaf pak, saya tadi sedang memakai sepatu, karena mendengar bell berbunyi saya segera kesini takut ada hal penting hehee."

Beno kembali tersenyum, ia merasa gemas melihat tingkah lucu pria kecil dihadapannya itu.

"Gapapa kamu tetap lucu, tapi ini kita mau ngobrol di depan pintu seperti ini ?"

Langit menggeser tubuhnya, kemudian mempersilahkan Beno masuk.








"Tang, tolong jemput Langit ya, saya masih khawatir."

Bintang sedang sibuk bercermin sedangkan handphone nya berada di kasur, dengan mode loud speaker, langit tidak perlu memegang benda tersebut.

"Langit udah baikan Dam, semalem kan urang ngurus anak itu."

"Kamu tidak mau bantu saya? Baik, saya tidak akan mengizinkan kamu dekat-dekat dengan Langit lagi."

Dengan sedikit kesal, Bintang berbalik setelah selesai memasang dasi. Mengambil handphone itu dan menjawab ucapan sahabatnya.

"Fine! Matak ge geura balik, meuni riweuh."
(Fine! Makanya cepat pulang, ribet)

"Iyaa sore nanti kan saya pulang."

"Kalau gitu mau saya telepon dulu si Langit nya."

"Hmn, makasih tang."

Sambungan berakhir, Bintang menghubungi adiknya itu.

"Halo Lang?"

"Ah iyaa a Bin kenapa? Ada yang ketinggalan?"

"Bukan, nanti berangkat bareng aa aja."

"Eh kenapa a? Langit bisa pesan grab kayak biasa kok."

"Nurut aja ya adikku sayang, nanti mas mu ngoceh lagi."

"Hah?"

"Geus ah, huh hah huh hah bae, tungguan didinya, ulah kamana-mana."
(Udah ah, huh hah huh hah aja, tungguin disitu, jangan kemana-mana)

"Tapi a bin-

Sebelum Langit selesai bicara, Bintang sudah menutup telponnya, langsung menuju kedian sahabatnya itu.

—————

"Berangkat sekarang Langit?"

Dengan wajah tak enak, Langit tolak ajakan senior nya itu.

"Aduh maaf ya pak Beno, saudara saya mau jemput sekarang, jadi tidak bisa berangkat bareng."

"Tadi kan kamu sudah setuju langit, tiba-tiba berubah begitu?"

Sambil mengusap hidungnya, langit tersenyum, mencoba meminta pengertian.

"Maaf ya pak."

"Kalau begitu biar saya tunggu saudara kamu disini, nanti saya izin sama dia langsung buat bawa kamu berangkat bareng saya."

"Haduuh, kenapa pak Beno kesini segala si."
Batin Langit.

"Terserah bapak saja."

Keduanya pun menunggu di dalam.

Tak lama terdengar pintu terbuka.

"Langit, ayo buru sing kaberangan."

Kaberangan= kesiangan

Bintang dikagetkan dengan kehadiran pria jangkung yang ia kenal.

"Pak Beno? "

"Loh, pak Bintang? Jadi anda saudaranya Langit?"

"Betul, tapi bukan sedarah."

Beno mengangguk mengerti. "Kalau begitu pasti pria itu kakak kandungnya Langit betul?" Tunjuknya pada pigura besar berisikan foto keluarga Damar dan Langit.

Bintang menatap heran. "Hah? Oh bukan pak, itu calon suaminya Langit." Setelah mengatakan itu Bintang tersenyum miring, melihat reaksi pria jangkung tersebut.

Dengan wajah shock, Beno menatap Langit, meminta penjelasan. "Langit, apa betul seperti itu?"

Langit bingung.

"Ah, a bintang bikin ribet deh." Batin langit sambil melihat Bintang.

"Ah ini udah keburu siang pak Beno, lebih baik kita segera berangkat, –ayo a Bintang."

Bintang terkekeh. "Ayo."

"Sudah pak, keburu siang, masa karyawan teladan telat masuk si." Ucap Bintang.

Dengan terpaksa, Beno mengikuti keduanya keluar, Beno berangkat dengan muka melas nya, tak menyangka kalau pujaan hatinya sudah akan menikah.

"Ih a bintang mah, Langit harus jawab apa nanti, engga enak sama pak Beno, apalagi kalau mas Damar tau hal ini."

Dengan tersenyum, Bintang berkata. "Sudah, tenang saja, kamu tidak suka sama Pak Beno kan? Tadi adalah salah satu cara biar beliau mundur dan tidak dekati kamu lagi."

"Tapi–ah nanti kalau mas Damar gak terima, A bintang tanggung jawab ya?"

"Iyaa iyaa."

Sesampainya di kantor pun, Beno langsung naik menuju ruangannya, tanpa mengucapkan selamat tinggal pada Langit dan Bintang.

Karyawan disana pun bingung, biasanya, Pak Beno menyapa karyawan lainnya kalau datang ke kantor.














To Be Continue »»

I Don't Know How I Feel || Jeongbby ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang