MAS DAMAR MARAH

168 27 3
                                    

Selang beberapa menit, Bintang mendapatkan kabar tentang keberadaan Langit, dengan nada kesal plus khawatir, bintang berbicara pada adiknya itu lewat telepon.

"Naon coba kikituan teh lang? Hnteu alus ieuh hnteu."
(Apa-apaan kayak gitu lang? Gak bagus ini engga)

Langit menjawab dengan suara pelan nya. "Maaf a bin, langit tadi di ajak minum, langit sudah nolak, tapi teman langit memaksa, karena tidak enak jadi langit meminum alkohol itu, jadi langit sempet ketiduran karena gak kuat."

Bintang mendengus, apa jadi nya kalau sahabatnya itu tahu hal tersebut?

"Sok gera ngamuk si Damar mah."
(marah pasti si Damar kalo tau."

"A bantu langit jelasin ke mas Damar, langit juga lupa tidak shareloc."

"Yang penting sekarang kamu diem disitu, aa kesana sekarang."

"Iyaa a, a maaf sekali lagi ya, langit takut kalo mas Damar tahu."

"Engges ah, bongan salah sorangan."
(Udah ah, lagian salah sendiri)

Setelah mengetahui keberadaan Langit, Bintang langsung menunju lokasi tersebut, Damar masih belum ia hubungi.

————

"Lain kali jangan maksa kalo orang itu gak mau, bikin khawatir orang lain aja." Ujar Bintang kepada dua remaja seumuran Langit di depannya, terkecuali Langit, anak itu sudah berada di dalam mobil.

Dengan kepala tertunduk, dua remaja tersebut mengangguk, lelaki dewasa di depan mereka aura nya menakutkan. "Baik eum, kak, kami minta maaf, janji tidak melakukannya lagi."

" Yasudah, pulang, sudah malam juga."

Setelah mengatakan itu Bintang segera berbalik menuju mobil.

"Gila, tadi kakak nya si Langit? Serem banget."

"Ih iya loh dia senior aku di kantor juga, ah lain kali gak gitu lagi deh, takut kakak nya marah lagi."

Dua orang itu pun pulang setelah di beri pencerahan oleh Bintang.

——

"A, mas Damar sudah tau?"

Bintang menggeleng. "Aa belum ngasih tau, coba kamu telpon sekarang, pasti langsung di angkat."

"Langit takut a." Ujar nya sambil memegang lengan Bintang.

"Harus di hadapi dong, ini salah siapa?"

"Langit, tapi nanti aa bantu ya kalo langit gak bisa jawab."

"Sok di telepon heula."
(Coba di telpon dulu)

Dengan perasaan tegang, tarik nafas buang nafas, Langit memencet kontak Damar.

Benar saja tidak membutuhkan waktu lama, Lelaki yang kini sedang dinas itu langsung mengangkat telepon dari nya.

"Ha-

"Langit? Kemana aja hei? Kamu baik-baik aja kan?"

Bintang terkekeh mendengar suara sahabatnya itu, sementara Langit langsung menatap Bintang dengan wajah memelas.

"Sok di jawab atuh." Bintang berbicara pelan.

"Eum mas, langit baik, ini sedang di mobil sama a bintang."

"Lain kali tidak boleh seperti itu ya Langit, saya khawatir, saya kan sudah bilang kirim lokasi kamu biar kalau ada apa-apa saya dan bintang bisa langsung menemukan."

"I-iya l-langit salah." Ucap Langit dengan nada lirih.

"Jelaskan kenapa tadi susah di hubungi?"

"Langit ketiduran mas."

"Ketiduran bagaimana sampai telepon saja kamu tidak dengar?"

"Langit habis minum jadi tidak dengar suara telepon masuk."

"Minum? Mas kan sudah bilang jangan minum-minum kalau sudah masuk jam malam, teman-teman kamu juga tidak coba menghubungi mas kan? Gimana kalau kamu di tinggal sendirian disana? Terus ada yang jahatin kamu."

"Maaf mas, ini salah Langit, langit sudah coba menolak kok, tapi-

"Tapi teman-teman kamu malah memaksa? Teman macam apa seperti itu? Membahayakan temannya sendiri."

"Janji gak ngulangin lagi mas."

"Jangan berteman dengan mereka lagi, membawa efek negatif, mas gak suka."

Langit spontan menoleh ke arah Bintang, lelaki berdarah sunda itu menaikkan alisnya sambil memberi kode untuk melanjutkan.

"Loh, langit tidak enak dong, mereka teman kantor Langit mas."

"Memangnya kenapa kalau teman kantor? Bagus dong, mas bisa langsung negur mereka nanti kalau mas pulang."

"A tolong~" ucapnya pelan pada Bintang.

Akhirnya Bintang mengambil alih telpon itu.

"Dam."

"Loh, kenapa jadi kamu yang bicara? Saya sedang bicara dengan langit tang."

"Kamu marah-marah seperti itu buat dia takut."

"Itu biar dia tidak melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri lagi."

"Saya mengerti, tapi kan ini baru terjadi sekali, mungkin bisa jadi pembelajaran, tidak usah terlalu keras begitu."

Bintang bicara dengan santai agar sahabatnya itu kembali tenang.

"Kedepannya siapa yang tau tang?"

"Kamu coba tegur baik-baik mereka nanti, mungkin semuanya khilaf, nanti kalau Langit tidak mendapat teman gara-gara kamu gimana? Memangnya kamu akan terus bersama Langit dimasa depan?"

Damar terdiam mendengar ucapan Bintang.

"Ya sudah, besok saya pulang, kalian pulang lah sudah malam."

Bintang memberikan kembali handphone itu pada Langit. "Mas hati-hati disana ya."

"Hm."

Telepon dimatikan.

"Mas kayaknya masih marah ya a?"

"Sudah, dia memang begitu kalau marah, jangan di ajak bicara terus nanti malah makin ngamuk, mending kita pulang sekarang, kamu kalau mau tidur lagi gapapa, nanti a bintang bangunkan."

Langit mengangguk, kemudian menurunkan sandaran kursi menjadi posisi rebahan, langit memang masih merasakan pusing akibat alkohol, jadi dengan cepat pula bocah itu tertidur.



"Terdiam kan kamu Dam? Sudah saya bilang berulang kali kamu tetap denial."
Monolog Bintang.







To Be continue »»

I Don't Know How I Feel || Jeongbby ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang