2.0 Tatapan misterius

3 1 0
                                    

Sore itu, matahari mulai meredup saat Damien, Marcus, Ethan, dan Julian keluar dari gudang kosong dan mulai melangkah pulang. Langkah kaki mereka terdengar nyaring di lorong sekolah yang sunyi. Mereka tertawa dan berbicara dengan santai, membahas percakapan yang baru saja mereka lakukan di gudang.

"Jadi, kita beneran mikir kalau Pak Jensen itu agen rahasia?" tanya Ethan sambil berjalan di samping Damien, suaranya penuh keingintahuan.

"Ya, mungkin. Tapi kita harus lebih hati-hati, kan?" jawab Damien, matanya tetap waspada.

Julian, yang berjalan sedikit di belakang, tiba-tiba berhenti dan menatap lurus ke depan dengan ekspresi cemas. "Gua rasa kita nggak sendirian."

Marcus, yang sudah mendengar kekhawatiran Julian, ikut menoleh. Di kejauhan, di depan pintu gerbang sekolah, tampak sekelompok geng yang tampaknya baru saja tiba. Mereka berkumpul dalam kelompok kecil, berdiri di sekitar motor, tampak seperti mereka sedang menunggu sesuatu.

"Kenapa mereka ngeliatin kita kayak gitu?" tanya Damien, nada suaranya berubah tegang saat melihat tatapan geng itu yang menusuk.

Ethan menelan ludah, matanya mengikuti arah tatapan geng. "Gua nggak suka ini. Mereka nggak terlihat ramah."

Julian menambahkan dengan nada serius, "Kita harus hati-hati. Mereka mungkin udah ngelihat kita bolos pelajaran dan ngerasa kita aneh."

Marcus mencoba menganalisis situasi dengan cepat. "Gue rasa kita lebih baik pergi dari sini sebelum mereka mulai ribut."

Sementara itu, salah satu anggota geng, seorang remaja dengan tato di lengan dan rambut berwarna cerah, melangkah maju ke arah mereka. Dia tampak lebih menonjol dibanding yang lain. "Hei, lo semua," teriaknya dengan nada sinis. "Mau kemana?"

Keempat teman itu saling bertukar pandang dengan cemas. Damien memutuskan untuk maju sedikit dan menjawab dengan tenang, "Kita cuma mau pulang. Ada masalah?"

Remaja itu tersenyum sinis. "Masalah? Enggak sih, cuma penasaran kenapa kalian sering banget nongkrong di sini. Apalagi kalian sering banget di gudang kosong."

Sementara remaja itu berbicara, anggota geng lainnya memperhatikan dari jarak dekat, tampak siap untuk bergerak jika diperlukan. Damien merasakan ketegangan meningkat, tetapi berusaha tetap tenang.

"Emang kenapa? Gua rasa itu bukan urusan lo," jawab Damien dengan suara tegas, berusaha mengalihkan perhatian geng dari masalah utama mereka.

"Kalau gitu, jangan sampai kita lihat lagi lo di sini, oke?" ancam remaja itu, sambil melirik ke arah teman-temannya.

"Ya udah, kita pergi aja." kata Marcus, menatap geng dengan hati-hati sebelum berbalik dan mulai berjalan menjauh.

Ethan, Julian, dan Damien mengikuti Marcus dengan cepat. Mereka tidak melirik lagi ke arah geng, memilih untuk menjauhi tempat itu sebelum situasi semakin memburuk. Langkah kaki mereka semakin cepat saat mereka mendekati gerbang sekolah dan keluar dari area yang mencurigakan tersebut.

Begitu mereka berada di luar area sekolah, mereka berhenti sejenak, menarik napas lega.

"Beruntung kita cepat-cepat pergi," kata Julian sambil melirik ke belakang untuk memastikan geng itu tidak mengikuti mereka.

Mereka melanjutkan perjalanan pulang dengan lebih waspada, suasana tenang mereka kini terganggu oleh pertemuan yang tak terduga itu. Dengan tekad baru, mereka berencana untuk lebih berhati-hati dan siap menghadapi apa pun yang akan datang.
-

Ketika Damien, Marcus, Ethan, dan Julian melanjutkan perjalanan pulang, mereka melihat kelompok geng yang sama berkumpul di pinggir jalan. Kali ini, geng itu tampak lebih agresif, dan tatapan mereka mengarah dengan tajam ke arah keempat teman tersebut.

Silent vanguard Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang