Sinar matahari pagi menyelinap lembut melalui celah-celah tirai jendela, menari-nari di dinding apartemen Rafi. Udara pagi yang segar dan sejuk masuk melalui jendela yang sedikit terbuka, membawa aroma embun dan wangi bunga yang mekar di taman kecil di bawah sana.
Rafi perlahan bangkit dari tempat tidurnya, merasakan dinginnya lantai di bawah kakinya yang telanjang. Ia berjalan menuju dapur kecil, mengambil segelas air dan menyesapnya, menikmati kesegaran yang membangkitkan semangat. Dari jendela dapurnya, ia bisa melihat deretan pohon-pohon rindang yang membatasi pandangannya dengan apartemen-apartemen lain. Sinar matahari yang menyinari dedaunan menciptakan bayang-bayang yang indah, seolah-olah alam sedang melukis dengan palet warna pagi.
Setelah mandi dan mengenakan pakaian kerja, Rafi melangkah keluar dari apartemennya, dan di sana, ia melihat seorang wanita sedang merogoh tasnya. Pandangan mereka sempat bertemu sejenak, lalu senyuman mulai muncul di wajah mereka berdua.
"Oh, jadi ini tetangga baruku?" ucap wanita berparas cantik itu sambil kembali mencari sesuatu dalam tasnya.
Rafi masih dengan senyuman kakunya mengangguk dan berdeham, "eh... iya... hai! Aku Rafi. Senang bertemu denganmu!" Rafi mengulurkan tangannya.
Wanita itu menatap mata Rafi, lalu mengeluarkan kunci pintu dari tasnya. "Senang bertemu denganmu juga!" katanya singkat dan langsung masuk ke dalam apartemennya, yang berada persis di sebelah Rafi.
Rafi mematung sejenak, lalu tertawa kecil saat uluran tangannya tidak dibalas. Ia lalu berbalik dan mengunci pintu rumahnya, merasa malu pada dirinya sendiri.
"Mungkin, bukan hal umum di sini buat kenalan sama tetangga? Nyebut nama aja nggak!" bisik Rafi dalam hati.
Ia lalu berjalan keluar dari apartemennya untuk menuju kantor. Ia berjalan sendirian kali ini, dan memilih berangkat lebih pagi untuk menghindari jalan yang lebih ramai jika ia mengikuti jadwal berangkat Tomi. Sejauh matanya melihat, orang-orang banyak yang masih menghabiskan waktunya di kafe-kafe kecil yang ada di sepanjang jalan.
Kayaknya, aku mulai terbiasa...
Rafi menarik nafas dalam-dalam, lalu mencoba mantap untuk menegakkan kepalanya, menatap ke depan tanpa mempedulikan orang-orang yang melintas. Nafasnya kadang masih terasa sesak saat ia tiba-tiba merasa cemas, namun, ia mencoba mengatasinya. Suasana baru dan penampilan orang-orang baru membuatnya merasa lebih mudah untuk lepas dari pelukan anxiety-nya.
*
Orang-orang berkumpul di ruang meeting yang cukup besar untuk menampung 20 orang. Di depan mereka, terdapat sebuah layar yang menampilkan peserta meeting dari beberapa negara yang bergabung secara virtual, dan Alex, sebagai VP dari organisasi mereka memimpin meeting tersebut.
Rafi mengambil kursi paling jauh dari layar, berada di pojok seakan tetap bersembunyi dari sorotan. Ia melihat sekitarnya, mencoba mengenali orang-orang yang hanya biasa ia temui secara virtual yang kini ada di dalam bentuk fisik di matanya. Semua orang memperhatikan apa yang Alex sampaikan mengenai reorganisasi, namun Rafi, matanya seakan terus memindai dan menganalisa setiap orang yang ada di ruangan. Lamunannya baru saja pecah saat Alex menyebut namanya.
"Eh, iya?" tanya Rafi begitu otaknya kembali sinkron dengan meeting.
"Seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya, karena tim-mu dibubarkan, kau akan memimpin tim baru. Kau akan memegang kendali atas product baru kita, dan saya akan menunjuk Julia Lin sebagai product manager untuk tim barumu ini," jelas Alex.
Rafi mengangguk beberapa kali, lalu matanya tertuju pada seorang wanita yang Alex sebut namanya. Berbeda darinya, Lin berada di bangku paling dekat dengan Alex. Dan begitu Rafi menatapnya, Lin seakan menjawab rasa penasarannya, dan membalas tatapan dari Rafi dengan tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Butterfly II - Sequel of the Overthinker
RomanceSetelah perpisahan yang menyakitkan, Rafi dan Kirana harus menjalani hidup masing-masing dengan membawa luka di hati mereka. Kirana, seorang penyanyi berbakat yang kini merambah dunia akting, baru saja menyelesaikan film terbarunya. Di tengah dunia...